Tiga puluh empat

2.2K 181 48
                                    

Selamat membaca :)

• • • •

Ting!

Yuza melirik hpnya yg berbunyi untuk kesekiankalinya. Beberapa menit yang lalu pun dering telepon menggema untuk beberapa kalinya namun ia tidak ada mood untuk melihat atau mengangkatnya. Ia yakin itu dari omput.

Sampai esokan harinya pun, suara notif tak henti menghujam handphonenya. Sampai-sampai saat pelajaran berlangsung, ia ditegur oleh Pak Alan karena hpnya terus berbunyi. Iya, dia lupa tidak mengsilent hpnya.

Selesai pelajaran matematika, Pak Alan menghampiri meja Yuza. Raut wajah muridnya itu memang murung sejak kemarin. Dia pun duduk di meja kosong yang posisinya tepat didepan meja Yuza. “Kamu gak apa-apa?”

Yuza menatap Alan terkejut. Kemudian dia melirik meja disampingnya. Kosong. Huft, untunglah Tika tidak ada disini. “Bapak ngapain sih?!” protesnya dengan cemas. Ia hanya takut Tika melihat kelakuan cowo yang ia suka, terus malah berpikir yang tidak-tidak. Yuza gak ingin hal itu terjadi.

“Saya tanya, kamu gak apa-apa?”

“Ya gapapa. Emang saya kenapa?”

“Saya liat dari kemarin kamu murung. Saya pikir kamu lagi ada masalah.”

Yuza memutarkan kedua bola matanya tak habis pikir. “Ya kalo saya ada masalah pun apa hubungannya sama bapak sih?” Tanyanya dengan kesal.

Pertanyaan Yuza membuat Alan terdiam. Benar juga. Ini memang bukan urusannya kan. Namun melihat Yuza gak terlihat seperti biasa itu benar-benar sangat menganggunya.

“Dan lagi bapak jangan disini dong! Bapak gak liat apa temen-temen saya pada ngeliatin kita! Kalo digosipin gimana?!” ketusnya.

Alan masih saja terdiam walaupun Yuza sudah berucap dengan nada kesal sejak tadi.

“Aduhhh. Udah deh saya aja yang pergi.” Ucapnya kemudian beranjak keluar. Namun ia berbalik kembali untuk menatap Alan. “Oh iya, Pak. Saran saya bapak cepet-cepet sadar deh sama perasaan bapak. Sebelum terlambat.”

“Maksud kamu?”

“Bapak kan pinter. Masa gak ngerti ucapan saya sih. Udah yaa, dah!” Yuza menutup obrolan dan pergi. Alasan Yuza bisa bersikap sesantai ini pada Alan karena ia sadar bahwa Alan sudah tak menyukainya lagi. Ia yakin perasaan Alan sudah berubah.

Sayangnya pria itu belum sadar. Kenapa sih pria itu susah sekali untuk lebih peka?

• • • •

Sore ini Yuza dan Tika memilih nongkrong di cafe dahulu sebelum pulang. Ditambah Yuza mau melanjutkan kegiatan galaunya. Walaupun sebenarnya dia sebal karena Tika mengajaknya ke cafe itu lagi. Kaya gak ada tempat lain aja gitu.

Ah pokonya sekarang Yuza jadi ngerasa banyak kejadian menyebalkan yang terjadi disitu.

“Kali ini gue aja yang pesen.” Pinta Yuza. Mendingan dia ngantri dan terhimpit diantara orang-orang yang tidak ia kenal, daripada tiba-tiba bertemu Omput kaya kemarin lagi.

Tika yang mengerti maksud Yuza hanya tertawa mengejeknya. Sudah beberapa hari ini temannya belum juga happy. Akhirnya Tika memilih meja yang tak jauh dengan tempat antrian Yuza. Untungnya sore ini tidak terlalu ramai, jadi Tika cukup mudah untuk mendapatkan tempat duduk.

Selang beberapa menit, Yuza menghampiri Tika dengan membawa nampan. Sebelumnya ia sempat melirik ke beberapa tempat duduk, untuk memastikan bahwa kejadian kemarin gak akan terulang.

“Gak ada si Putra kok, Yuz. Tenang aje ngapa,” Ejek Tika saat melihat Yuza yang celingak-celinguk begitu.

Sambil mendudukan dirinya dan meneguk minumannya. Yuza menghela nafas lega. “Sebenarnya gue belom baca chat Omput, Tik. Gue kaya belom siap aja liat chat dia setelah kejadian kemarin.”

Whats Wrong With Om-Om?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang