SEBELAS

807 44 12
                                    

"Maaf"


Langkah kaki mungil serta suara gesekan sepatu yang dikenakannya beradu dengan lantai membawanya ke lorong kelas lantai tiga, seperti biasa dua kotak susu rasa cokelat sudah tertata rapih di dalam loker milik Devano. Matanya menyipit bersamaan dengan kedua sudut bibir yang terangkat.

"Makasih udah selalu nolongin Kayla kak" ia menutup lokernya dengan senyum yang masih saja terukir, senyum tulus yang terlihat.

"Sama-sama"

"Astaga!"

Teriaknya saat melihat tubuh yang tiba-tiba nampak di bangku paling pojok. Dilihatnya sosok laki-laki dengan wajah tenangnya dengan rambut yang sedikit berantakan.

"Se-sejak kapan kak Devan di situ" Kayla mengelus dadanya masih merasakan detak jantungnya yang berdetak cepat.

Devano bangun dari duduknya, mengacak-acak rambutnya lalu berjalan mendekati Kayla. Refleks kedua mata Kayla sedikit demi sedikit mulai terbuka lebar. Devano terus melangkahkan kakinya, memojokkan Kayla hingga gadis itu bersandar di loker. Jantung Kayla semakin berdetak cepat, tubuhnya terhempit antara loker dan tubuh Devano.

"Makasih dua kotak susunya"

Kedua sudut bibir Devano terangkat, laki-laki itu membalikkan badannya berjalan ke meja tempat duduknya. Sedangkan Kayla membuang nafas lega dan kembali mengecek jantungnya masih ada atau tidak dengan menempelkan telapak tangannya di dada. Ditatapnya rambut berwarna hitam milik Devano, lalu senyum manis sangat terlihat jelas di bibirnya.

Kayla melangkahkan kakinya meninggalkan kelas Devano dengan langkah kaki cepat. Kedua pipinya mulai memerah, kedua tangannya memukul-mukul pipinya pelan.

"Ini mimpi atau gimana ya Tuhan" cicitnya kecil.

Senyum terus saja terukir dibibirnya, langkah kaki mungilnya membawanya menuju kelas yang berada di lantai dua.

Jangan senyum di depan aku dong, kan jadi makin suka.

>>>>>>>>

Bel istirahat berbunyi nyaring, semua siswa keluar kelas berburu ke kantin untuk mengisi perutnya. Berbeda dengan ketiga laki-laki yang menjadi pentolan di Middle High School, siapa lagi kalau bukan Devano, Aray, dan Gagah. Mereka bertiga sibuk bermain bola basket di lapangan dengan sangat semangat.

"Yang dapet point sedikit traktir bakso" ucap Gagah dengan tangan yang sedang memantulkan bola basket ke dasar lapangan.

Sebelah sudut bibir Devano dan Aray terangkat bersamaan. "Siapa takut" ujarnya bersamaan.

Mulailah pertaruhan bola basketnya, ketiganya bermain dengan sangat semangat dan tak mau terkalahkan. Keringat mulai mengucur di pelipis ketiga laki-laki itu dan seragam yang dikenakannya pun mulai sedikit berantakan. Suara gesekan sepatu yang mengenai lapangan semakin terdengar, seragam yang dikenakan mereka pun mulai sedikit membasah. Tak henti-hentinya bola basket masuk ke dalam ring.

Bugh

Hingga bola basket yang dilemparkan oleh Devano mengenai kepala gadis yang sedang berjalan, gadis itu terjatuh dan membuat ketiga laki-laki menghampiri gadis yang terjatuh itu.

"Eh, Rara? Lo nggak kenapa-kenapa?" ucap Gagah yang sedikit membungkuk di depan Rara.

Rara memegang kepala yang terasa sakit akibat benturan bola basket yang melambung kencang tadi, tak lama rara menganggukkan kepala sebagai jawaban pertanyaan Gagah. Hingga sebuah cairan berwarna merah mengalir keluar dari lubang hidung gadis itu.

DEVANO [ REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang