LIMA

1.6K 84 2
                                    

"Entah harus menyerah, atau kembali berjuang, keduanya sama-sama sulit"

Mendung menggantung di langit, serta angin yang bertiup kencang membuat seorang gadis yang baru saja turun dari ojek online yang ditumpanginya, merapatkan jaket berwarna merah muda yang menutupi setengah tubuhnya.

Gadis itu melangkahkan kakinya menelusuri koridor sekolah lantai satu menuju kelas yang akan ia hampiri terlebih dahulu. Bukan kelas miliknya, namun kelas sang pujaan hatinya. Tangga demi tangga ia tapaki, hingga tibanya ia berada di lantai tiga. Sebelum melangkahkan kakinya lagi, ia mengatur nafasnya terlebih dahulu.

Setelah itu, ia berjalan menuju kelas pujaan hatinya. Bagai bak penyelusup, ia sangat berhati-hati memasuki kelas. Ia melangkahkan kakinya menuju loker-loker yang berada di barisan belakang. Gadis itu berdiri di hadapan loker yang biasanya selalu ia isi dengan sekotak susu.

Saat hendak membuka loker, ia terlonjak kaget saat mendengar suara dehaman seseorang yang sangat terdengar jelas di kedua telinganya. Ia memejamkan kedua matanya sebentar, berharap pendengarannya salah. Lalu ia memberanikan diri membalikkan tubuhnya, dan saat itu juga ia dapat merasakan jatungnya seakan-akan copot, saluran darahnya juga serasa berhenti, dan bibirnya serasa terkunci. Ya, itu Devano yang tengah berdiri diambang pintu kelas.

"Ngapain lo ada di kelas gue? Dan ngapain lo ada di dekat loker gue?".

Seperti tersambar petir, tubuhnya tidak bisa gerak, bahkan membuka mulutnya pun tak bisa terbuka. Ia merasa seperti maling yang tertangkap basah oleh warga. Laki-laki yang ditatapnya berjalan ke arah mejanya, menaruh tas dan menghapiri gadis yang saat ini terus memanjatkan do'a.

"Ngapain?" tanya Devano dengan wajah datar.

Gadis itu ketakutan, ia menundukkan wajahnya dalam-dalam. "I-ini". Ia menyodorkan dua kotak susu yang dibawanya kepada Devano dengan wajah yang masih ia tundukkan ke bawah.

Devano mengendus pelan. "Lo mgomong sama lantai? Atau ngomong sama sepatu gue?" cetus Devano.

Saat itu juga, wajah gadis itu terangkat dan memberanikan untuk menatap manik mata laki-laki yang disukainya itu. "Maaf".

"Gue maafin, lebih baik sekarang lo pergi".

Gadis itu merasakan sesak di dadanya, seperti ada benturan keras yang menghantam hatinya. Apa laki-laki yang berada dihadapannya saat ini secuek itu kah? Entahlah, ia tersenyum tipis, senyum yang terasa sangat hambar.

Lalu ia kembali menyodorkan dua kotak susu rasa vanila yang dibawanya. Namun, Devano terdiam hanya menatap wajah gadis di hadapannya dan tak sedikit pun tangannya bergerak untuk menerimanya.

"Jangan peduliin gue, peduliin diri lo sendiri. Dan besok-besok nggak usah taruh susu lagi di loker gue, sayang uang jajan lo".

Devano membalikkan tubuhnya dan berjalan ke arah mejanya. Sedangkan gadis itu masih terdiam dengan rasa sesak di hatinya. Lalu gadis itu berjalan ke arah meja Devano. Gadis itu tersenyum tipis, namun masih bisa terlihat oleh Devano.

"Ini yang terakhir dan makasih kak Devan, sudah mengenal Kayla"

Devano menatap gadis itu dengan wajah datarnya, tak sedikit pun senyuman yang ia berikan pada gadis itu.

DEVANO [ REVISI ]Where stories live. Discover now