Prolog

114 18 1
                                    





BIAR KUCERITAKAN kepadamu kisah tentang alam yang lelah dan langit yang marah, membungkam manusia sombong dan angkuh yang mengira punya kendali atas dunia.

Ribuan tahun sejarah menuliskan manusia sebagai mahluk dengan peranan paling penting. Menjadi mahluk hidup dengan pengaruh paling besar di muka bumi. Memimpin, membangun, mengontrol. Merusak.

Puluhan tahun sebelum kelahiranku, polusi yang timbul akibat bermacam-macam aktivitas manusia menghasilkan awal bencana. Selama dua tahun berturut-turut, hujan dengan kadar keasaman tinggi mengguyur setiap inci pelosok Bumi.

Selama dua tahun kelam itu, masyarakat hidup dalam teror. Tidak ada cahaya matahari. Tidak ada hangat. Tidak ada aman.

Tetesan air yang turun tidak membawa berkah.

Hujan yang tidak kunjung berhenti menaikkan tinggi permukaan air. Banjir bandang menenggelamkan dataran-dataran rendah, pulau-pulau kecil, pantai-pantai berpasir. Menghilangkan negara dan kota.

Hujan asam merontokkan hampir seluruh bangunan dan infrastruktur, merusak teknologi, membunuh pangan dan hewan ternak. Memusnahkan lebih dari setengah populasi. Melenyapkan sebagian dari peradaban.

Masa itu dikenang sebagai Zaman Kegelapan Era Modern.

Ketika akhirnya tanah dan penduduk yang tersisa mulai kembali memulihkan diri, kejutan gelombang dua pun menghempas.

Kasus mutan pertama ditemukan di sebuah desa kecil di pedalaman Tibet, Asia Timur, dan seluruh dunia melebur dalam histeria.

Populasi mereka, populasi kami, dengan cepat meningkat secara global selama satu dekade sehingga akhirnya sebuah referendum nasional diadakan dan muncullah Undang-Undang Pengendalian Mutan. Inti dari UU tersebut hanya satu: kami merupakan ancaman bagi keberlangsungan hidup umat dan karena itu tidak lagi memiliki klaim atas Hak Asasi Manusia.

Semenjak hari UU tersebut disahkan, kami semua resmi menjadi buronan negara.

Setiap orang yang terbukti merupakan mutan, tidak peduli gender, usia, dan kondisi kesehatan, akan dijebloskan ke dalam pusat-pusat penahanan yang tersebar di seluruh negeri. Pilihannya itu, atau dibunuh di tempat. Neraka-neraka itu mereka sebut sebagai 'Bungker Rehabilitasi', dinamai berdasarkan angka dalam bahasa Sanskerta. Beberapa yang lebih kurang beruntung akan diantarkan ke laboratorium penelitian, menjadi tikus-tikus percobaan para ilmuwan gila.

Mereka mencoba mencari tahu apa yang salah dengan kami. Mencari tahu bagaimana bisa kami memiliki 'kutukan' ini. Mencari tahu apa yang membedakan kami, apa yang menjadikan kami 'terpilih'. Lalu mereka menemukan pola dan repetisi, kemudian menggolongkan kami ke dalam beberapa kategori. Melabeli mulai dari yang paling 'mematikan' hingga yang paling 'jinak'. Memberi kami titel berdasarkan apa yang mampu kami lakukan.

Pilihan hidup golongan kami pun terbatas antara menjadi tahanan seumur hidup, seonggok mayat, atau pelarian.

Tidak ada satu pun tempat di muka bumi yang sanggup memberikan perlindungan. Tidak ada satu pun tempat di muka bumi yang mengakui kami sebagai manusia.

Di tengah-tengah kaos yang tidak tampak letak akhirnya, sekelompok mutan berhasil melarikan diri ke sebuah lokasi terpencil di ujung pulau dan memutuskan inilah saatnya mereka membangun tempat dimana kami tidak perlu menjadi ketiga pilihan di atas. Menyelubungi tempat itu dengan ilusi, menyebarkan kabar melalui bisik-bisik, memanfaatkan bakat yang ada untuk menyulap mimpi menjadi bentuk fisik, dan mereka berhasil membangun sebuah peradaban.

Surga itu dinamakan Suaka.

Dan dibalik dinding-dindingnya, kami merakit rancangan perang./

&&&&&

Sesudah Hujan RedaWhere stories live. Discover now