PERSONA : 9

Mulai dari awal
                                    

Dia mengangguk. Dan itu membuatku terkejut.

"O-ooh.." aku sedikit gagap. Mengedarkan arah pandangku untuk menyembunyikan sesuatu yang tidak ingin ku tunjukkan ke Saka.

"Kenapa, Na?"

"N-nggak sih," sedikit menggaruk tengkukku. "Nanti lo malah ke asikan sama Mirah lagi ketimbang sama gue."

"Yaelah, Na," dia tertawa. "Kita pagi ketemu, gue anter-jemput lo rutin, siangnya lo nemenin gue main basket walaupun itu lama, terus malemnya gue jemput lo juga kan waktu lo udah selesai kerja?"

"Y-ya iya sih," aku menggigit bibirku. Sudah, aku tidak mau memperpanjang lagi. "Tehnya abis, kita pulang ya? Nanti gue dicariin Mama."

"Iya siap."

Hanya saja, Saka tidak menyadari bahwa secara perlahan, lelaki ini sudah mulai sedikit melupakanku.

***

"Saya duduk dimana, Miss?"

Aku berdiri sambil membawa secarik kertas dan kotak pensil di tanganku. Mengikuti arah kemana Miss Wati pergi karena aku akan menjalani ulangan susulan.

"Duduk di kursi Miss aja." Miss Wati memundurkan kursinya dan membereskan buku-buku yang memenuhi mejanya.

Aku mengangguk dan duduk di kursi Miss Wati. "Soalnya mana, Miss?"

"Ah iya," beliau membuka sebuah map plastik yang di dalamnya berisi kertas yang cukup banyak. "Nih, kerjain 5 essay aja ya."

"Okay!" jawabku dengan semangat. Aku membaca soalnya dengan saksama. Mencoba menjawab nomor-nomor yang menurutku penting.

"Kamu ini, memang nggak bisa diatur!"

Konsentrasiku sedikit buyar ketika mendengar Pak Andri—Guru BK— di sekolah tengah berjalan dengan tergesa-gesa dan dibelakangnya diikuti oleh seorang murid laki-laki yang berjalan dengan santainya.

"Berapa kali kamu bikin onar di sekolah ini, hah?! Duduk!"

Aku mencoba untuk tidak menghiraukannya. Kembali untuk mengerjakan soal yang belum selesai.

"Saya tidak bisa memberikanmu skors lagi. Karena hukuman itu sudah tidak mempan buat kamu."

Ya ampun, suara Pak Andri ini memang terbilang sangat amat keras. Beliau adalah guru yang sangat tegas, apalagi terhadap murid-murid nakal di sekolahku.

"Panggil orangtua mu!"

"Saya nggak ada orangtua."

"Ya sudah, panggil Kakakmu."

Soalku sudah selesai ku kerjakan semua. Awalnya aku ingin bergegas keluar dari ruang guru ini, namun ketika aku ingin bangkit, ada seseorang yang masuk dengan hoodie hitamnya.

"Permisi,"

Aku tidak bisa melihat dengan jelas siapa sosok itu. Namun, suaranya sangat terdengar familiar di telingaku.

"Akhirnya anda datang. Silahkan duduk disebelah saudara anda."

Menyipitkan mataku, aku sedikit terkejut setelah menyadari siapa pria tinggi itu.

"Adikmu berulah lagi, Bara. Saya sudah benar-benar lelah memarahinya. Tidak akan mempan untuk adikmu."

Kak Bara?

Memilih untuk berpura-pura menulis, aku mendengarkan pembicaraan mereka. Di ruang guru ini, hanya ada aku, Yovan—si anak nakal—, dan Kak Bara.

"Maaf, Pak. Tolong berikan hukuman yang berat saja untuk adik saya."

PERSONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang