18 | Why always me?

1.2K 179 84
                                    

Mino pernah merasa cemburu, seumur ia hidup di dunia Mino bahkan sering merasa cemburu. Tapi baru kali ini ia merasakan cemburu yang menguras hati. Tapi mungkin ini bukan cemburu, ini hanya rasa marah karena Irene masih juga tidak mendengar apa yang ia katakan. Iya, mungkin itu bukan cemburu. Itu hanya luapan kemarahan karena Irene semakin dekat dengan si brengsek Leo. Apalagi mendengar ucapan-ucapan Jisoo tadi Mino rasanya semakin emosi membayangkan bagaimana kedua orang itu berpelukan.

Berpelukan katanya? Kenapa mantan istrinya itu bisa berubah sejauh itu. Setahu Mino, perempuan itu bukan tipikal perempuan yang gampang membagi hati. Tapi sekarang semuanya berubah, seratus delapan puluh derajat. Dan Mino semakin marah dengan kenyataan kalau hubungan si brengsek Leo dan Irene semakin dekat.

Emosi yang menggunung diatas kepala bahkan membawa Mino kembali ke tempat ini. Ia bahkan berputar-putar saja sejak pagi seperti orang bodoh. Tapi Mino akan melakukan apapun, demi kedua buah hatinya. Ia akan melakukan apapun demi Jaemin dan Jeno. Pria Song yang kini sudah keluar dari mobil SUV hitam miliknya memandang kearah gerbang yang tertutup. Song Mino yang berdiri didepan rumah yang memang terpampang papan informasi penjualan menunduk dengan tangan memegang ponsel. Ia memasukan beberapa nomor kedalam layar dan mulai menekan tombol panggilan.

"Hallo, saya ingin melihat rumah yang akan anda jual. Ah, saya Song Mino ... Hmm, baik... Baik"

Mino yang mengakhiri panggilan kemudian mencari nomor lain dan mulai memanggilnya.

"Kau dirumah kan? Aku diluar"

🌼

"Itu mobil papi" Seru Jaemin. Suaranya berubah riang, ia bahkan turun dari sepedanya dan memilih menuntun kendaraan roda dua nya itu dengan tangan, sementara Jeno yang ada dibelakangnya menaikkan satu alisnya dengan bingung.

"Mau ngapain dia disini?" Gumam Jeno yang dibalas lirikan tajam dari mata Jaemin.

"Mau ngapelin mami. Puas!"

"Tsk ... Ga tau malu, udah cerai juga masih aja mepet-mepet ---yaaa! Sakit Na!!" Seru Jeno begitu pukulan mendarat dipundak kanannya. Jaemin yang mendengar gerutuan saudaranya itu hanya melotot.

"Sakit? Bagus deh, kamu emang kudu ditabok sesekali. Enak banget itu ngomong, gitu-gitu juga papi itu orang tua kita No! Dasar fakboi matre, ga bisa liat orang kaya dikit langsung oleng. Raja ular dasar!" Oceh  Jaemin yang hanya dibalas dengan decihan malas dari bibir Jeno.

"Realistis aja Na ... Sekaya apapun papi, selama Bibi Jisoo masih menempel di sisinya perhatian papi itu cuma buat dia. Ya mendingan Om Leo kan? Masih single, CEO lagi. Orang nya juga sopan--"

"Yaa.. Yaaa.. Puji aja terus, kamu yang harusnya realistis, Om CEO itu mungkin sempurna, tampan dan kaya. Iya dia baik, tapi belum tentu dia bakalan anggap kita kaya anaknya sendiri No. Aku sih mendingan jodohin papi lagi sama mami. Toh mereka emang kedua orang tua kita, orang lain rasanya ga mungkin sesayang itu sama kita No. Bibi Jisoo, Om Leo mungkin lebih sempurna tapi tetap saja mereka orang lain bagi kita. Dan kita tetap saja orang lain bagi mereka" Sahut Jaemin panjang lebar. Nafasnya terhela begitu kalimat demi kalimat menyakitkan itu akhirnya ia keluarkan.

"Kalo mereka sayang sama kita ga mungkin mereka cerai Na. Kamu yang harusnya berfikir realistis. Jangan kebanyakan halu" Decak Jeno tidak terima. Sepasang saudara kembar itu bahkan terus berdebat didepan pintu gerbang rumah mereka. Masih dengan sepeda yang masing-masing mereka pegang. Bulir keringat bahkan masih mencuat dari setiap ujung pelipis.

"Anggap aja papi lagi tersesat No. Kita bawa dia kembali ke jalan yang benar. Kita bawa kembali dia pulang, kerumahnya. Ke keluarganya" Sahut Nana lagi dengan senyuman hangatnya. Pria Song muda itu bahkan kemudian melepaskan sepeda nya dan menghampiri Jeno yang melengos menatap kearah rumah Aunty May yang sepi. Satu tangannya terulur meraih pundak saudara nya itu dan meraihnya dengan pelan.

OHANA [ FIN ]Where stories live. Discover now