16# Mas Jovan Kiyut, I Love You

Start from the beginning
                                    

"JANCUK!" Nana terengah-engah. Laki-laki itu bahkan sampai terduduk di kasur saking kagetnya.

"BANG SASTRA BISA NGGAK KETUK JENDELA DULU?!" Cetta melotot.

"Pale lu ngetuk jendela dulu? Keluar lu berdua! Bantuin pindahin jagung. Pagi-pagi udah ngintip. Entar kalau bintitan baru tahu rasa lu!" Sastra mencibir. Lantas meninggalkan kedua adiknya yang masih sibuk mengatur derap jantung mereka.

"Pagi-pagi udah apes aja gue."

"Aku juga."

"Eh, gue apes juga gara-gara lo ya tadi."

"Kan aku udah minta maaf. Nggak sengajaaa!"

Nana hanya memberinya sebuah cibiran. Tanpa banyak kata, laki-laki itu berlalu. Sebab samar-samar, dia juga mendengar suara Mbak Laras dan Mbak Rania bicara berdua di dapur.

Melihat punggung Nana yang berlalu, Cetta dengan cepat melompat ke sana. Melilitkan kedua kakinya pada pinggang Nana. Tindakannya yang tiba-tiba itu berhasil membuat Nana terbatuk-batuk.

"GUE KECEKEEEEEK!" laki-laki itu melotot. Namun alih-alih turun, Cetta justru mengeratkan kedua lengannya.

"LET'S GO!"

"Turun nggak lo?!"

Cetta menggeleng, dengan sepasang mata yang nyaris membuat dua buah garis dan senyum manis yang lebar. "Nggak!"

Enggan menghabiskan banyak tenaga untuk mendebat Cetta, Nana membiarkan bocah itu bergelayut dipunggungnya sementara ia berjalan menuju teras depan. Melaksanakan titah Sastra sebelum bocah itu mendampratnya dan mengeluarkan ocehan berisik panjang lebar.

"Mbak? Butuh jenglot nggak? Aku ada nih satu." Nana berkata tanpa ekspresi pada Mbak Rania yang baru saja meletakkan tumpeng jumbo diatas meja.

Melihat Cetta yang langsung membungkam mulut Nana, Rania tergelak. Bahkan Laras yang baru saja kembali dari kamar Tama langsung geleng-geleng kepala.

"Mana ada jenglot seganteng aku?!"

"Siapa bilang lu ganteng?"

"Akulah!"

"Idih." Nana mencibir lagi.

"Eh, itu bantuin Sastra pindahin jagung dong. Nyangkut apa gimana tadi tuh? Susah diangkatnya." Kata Rania. Tersenyum manis hanya untuk membuat Cetta meleleh dibuatnya.

"SIAP MBAK!" bocah itu memberi hormat. Lantas menggoncangkan pundak Nana laksana kuda tempur dalam sebuah pacuan. Anehnya, Nana menurut saja. Membuat kedua perempuan itu tertawa terbahak-bahak.

"Ngihaaaaa!"

Nana pasrah.

●●●●●◇◇◇◇◇●●●●●


Sementara di luar, Sastra susah payah menarik satu karung jagung mentah yang nyangkut di antara dek motornya. Bukannya membantu, Jovan hanya duduk di atas dipan bersama Malika. Mengawasi adiknya itu dengan tatapan jenaka.

"Payah bener lu. Masa nggak kuat?"

"Gosah bacot lu." Sastra mencebik. "CETTAAAAAA!!! BURUAN NGAPAAAA!!!"

Dan disaat yang tepat, Cetta muncul dibalik punggung Nana yang menatapnya dengan pandangan jahanam. Melihat dua adik Sastra muncul dengan cara yang tidak bisa, Sahara nyaris tidak bisa berkata-kata. Adinata boleh jadi pangeran es batu di kampus. Tapi saat dirumah, dia ternyata adalah budak setia adik-adiknya.

"Turun lu, Sangkuriang!" Cetta betulan turun dari punggung Nana. Namun beberapa detik kemudian, dia berakhir di samping Jovan. Menggelayuti kakaknya itu serupa anak monyet kepada induknya.

Tulisan Sastra✔Where stories live. Discover now