⛈3⛈

638 30 2
                                    

"Lo sakit Ran?" Tanya Anya saat Kiran duduk di bangkunya. Pagi itu Kiran mengenakan masker untuk menutupi pipinya yang bengkak.

Kirana mengangguk, "Gue flu." Jawabnya sambil pura-pura batuk.

"Makanya jangan latihan terus tiap sore, kasihan badan elo Ran." Saran Anya sambil mengikat rambut panjangnya ke belakang. "Eh, btw gue dapet cowok baru loh Ran."

"Oh ya? Siapa Nya? Kok elo gak ngomong-ngomong dulu nih sama gue?"

"Dia gak anak sekolahan kita Ran. Lagian dianya juga tua daripada kita." Jawab Anya.

"Lo main sama om om lagi?" Kirana menatap Anya tajam. Pertanyaan itu sontak membuat Anya salah tingkah.

"Bener. Lo main sama om om lagi." Kirana bersandar ke bangkunya, untung saja kelas itu kosong sehingga tidak ada yang mendengar percakapan mereka. "Berapa ratus kali gue bilang Anya, jangan pergi lagi sama mereka, kalo misalnya lo hamil gimana? Kita bentar lagi UN Nya!"

"Ya gimana dong, dia lumayan Ran. Gak tua-tua banget dan duitnya banyak." Anya membuat pembelaan.

"Lo gak kekurangan uang kan Nya? Orang tua lo kaya, kebutuhan lo tercukupi."

"Iya gue tahu Ran, tapi gak semuanya tercukupi. Gue pengen hp baru, pakai barang bermerek dan orang tua gue gak mau ngasih uang untuk beli itu semua karena tanggungan mereka masih banyak." Anya mendengus kesal.

"Itu karena ada yang di prioritaskan Nya. Gue bosen dari dulu kita ngomongin ini terus, elo nya gak berubah-berubah. Elo beruntung punya ortu baik dan perhatian."

"Fine. Gue ngerti. Elo mungkin gak pernah ngerasain seks kayak gimana. Itu bikin gue candu setengah mati dan bisa ngehasilin duit banyak. Perlu waktu buat gue ninggalin itu semua Ran. Maafin gue."

"Apa lo perlu pergi ke psikiater?" Bisik Kirana.

"Gue gak gila Kiran. Dan gue masih bisa ngehandle ini, lo tenang aja. Ini om om terakhir yang gue pacarin."

Sejak Kirana mengenal Anya di kelas 1 SMA, gadis itu sudah lama mengencani pria yang lebih tua. Anya mengaku sudah melakukannya sejak SMP, dia dikenalkan oleh teman sekelasnya sehingga ia terjerumus ke hal buruk tersebut.

Sejak Anya berteman dengan Kirana, ia sudah mulai mengubah sikapnya, jarang mengencani pria tua dan lebih fokus kepada Sekolah.

Namun akhir-akhir ini gadis berambut panjang itu memiliki banyak keinginan karena iri melihat teman-temannya yang super kaya. Ia juga ingin mengenakan barang yang bermerek.

Keluarga Anya bisa dibilang cukup kaya, namun dia memiliki 3 saudara sehingga semua kebutuhannya tak terpenuhi. Kini dia kembali menapaki jalan itu. Bermain dengan om om untuk menghasilkan uang.

Saat jam istirahat tiba, seperti biasa Kirana dan Devan pergi ke taman belakang sekolah untuk makan bersama. Kini Kirana membawa dua bekal, satu untuknya dan satu lagi untuk Devan.

"Kenapa kamu lama banget makannya?" Devan sedikit emosi melihat Kirana yang tidak kunjung menyelesaikan makan siangnya.

"Pipi aku sakit Van. Susah buat ngunyah." Jawab Kirana.

Devan mendengus, "alasan aja kamu. Kan bisa ngunyah di pipi yang enggak sakit. Atau kamu sekarang udah gak suka makan bareng aku? Iya?!"

"Ya ampun Van, tolong jangan marah atau teriak. Aku ini enggak tuli."

"Kamu berani ngelawan aku Kirana?! Kamu ngelawan aku terus!" Wajah tampan dan hangat Devan seketika berubah seperti monster di mata Kirana saat ini.

"Kamu hanya pacar aku Van, kamu bukan orang tua aku. Kalau kamu nyakiti aku terus, aku berhak untuk ngelawan kamu. Hubungan kita hanya sebatas pacar, bukan suami istri."

Devan tersenyum dingin mendengar jawaban Kirana, "Pinter banget ya kamu ngejawabnya. Kamu gak sayang lagi sama aku?"

Devan berdiri dan alarm dalam otak Kirana seketika berbunyi untuk segera menjauh. "Aku sayang sama kamu, tapi jangan perlakukan aku dengan kasar."

"Aku pacar kamu, aku berhak ngelakuin apapun."

Devan mendorong Kirana hingga ia jatuh ke atas rumput, gadis itu langsung berdiri dan hendak berlari menjauh. Namun Devan lebih cepat dari perkiraannya, dia menarik tangan Kirana dan memukul wajahnya sekali lagi.

Darah segar keluar dari hidung Kirana dan gadis itu seketika terduduk karena merasa pusing dan sakit. Devan mengangkat wajah Kirana dan memukul pipinya hingga gusi gadis itu berdarah.

"Itu akibatnya kalau kamu berani macam-macam sama aku."

Devan meninggalkan Kirana sendirian yang menangis dalam diam. Untungnya disana hanya ada mereka berdua sehingga tidak ada yang melihat kejadian tadi. Kirana akan merasa sangat malu jika ada yang mengetahui tentang mereka yang bertengkar hingga Devan memukuli Kirana.

Kirana memutuskan untuk pulang dan meminta izin kepada guru piket dengan alasan sakit. Dia menuju rumah dengan naik taksi, saat ini ia hanya ingin tidur.

***

Kirana terbangun saat pintu kamarnya diketuk.

"Non Kiran. Ada temen non di bawah."

Kirana bangun dengan kepala pusing luar biasa, Bik Ami memanggilnya sekali lagi.

"Iya bik."

Ia mengambil masker dan menggunakannya kemudian pergi ruang tamu. Disana dia mendapati Devan sedang duduk santai di ruang tamu.

"Ngapain kamu kesini?" Kirana berdiri tidak jauh dari Devan.

Devan lalu berdiri dan kini mereka saling berhadapan, "emangnya aku gak boleh ke rumah pacarku sendiri?"

"Pacar?" Kirana tersenyum sinis, "Orang yang udah kamu pukuli berkali-kali ini kamu anggap pacar?"

"Itu karena kamu selalu bikin aku kesal akhir-akhir ini."

"Kesal gimana Van? Aku selalu turuti mau kamu. Dan karena hal sepele kamu buat aku babak belur." Kirana hampir saja menangis.

Devan melepas masker yang dikenakan Kirana. Terlihat wajah kirana yang bengkak dan membiru.

"Aku gak mau mukulin kamu terus, jadi jangan lakuin kesalahan lagi. Jangan buat aku marah." Ujar Devan sembari mengelus pipi Kirana dengan lembut.

Kirana beringsut menjauh, "Dulu kamu gak pernah kasar, kenapa sekarang kamu begini?"

"Aku hanya gak suka ngeliat kamu dekat sama laki-laki lain Ran." Jawab Devan sekenanya.

"Itu alasan paling klasik yang pernah aku dengar. Apa kamu nyesal pacaran sama aku? Kamu bosan? Bilang Van!" Kirana menuntut.

"Aku gak bosan okay. Cuma kamu gak seperti yang aku bayangkan, aku ngeliat orang lain yang lebih cantik dari kamu."

Kirana menahan air mata nya yang hampir jatuh, "hampir dua tahun kita pacaran dan kamu bicara kayak gini. Jadi karena aku kurang cantik, kamu mukulin aku?"

"Kamu biasa aja dan malah dekat sama cowok lain. Kamu cewek gak tau diri, kamu beruntung bisa pacaran sama cowok kaya, populer, sempurna kayak aku." Jawab Devan ketus.

"Kalau gitu putusin aja aku Van."

Devan kembali emosi, namun karena ia sedang berada di rumah Kirana cowok itu menahan amarahnya yang siap untuk meledak.

"Semudah itu kamu bilang putus? Kamu udah gak sayang sama aku?"

Kirana kembali tersenyum simpul, "Kamu tadi bilang ngeliat cewek yang lebih cantik dari aku. Jadi aku jelek kan? Kenapa gak pacarin mereka yang cantik aja?"

"Kamu bener-bener gak tahu diri. Aku gak akan ngelepasin kamu begitu aja." Kemudian Devan pergi, meninggalkan Kirana yang masih terpaku di tempatnya. Rasanya teramat sakit, saat orang yang sangat Kirana cintai menyukai orang lain karena fisiknya saja.

Kirana mulai berpikir, kenangan manis yang mereka bentuk selama ini, apakah semuanya sia-sia? Apa Devan hanya mempermainkannya? Hanya karena fisik, dia rela menyakiti Kirana. Gadis yang pernah dijaganya dengan sepenuh hati.

***

Tbc.

SAD COUPLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang