Tiga

98 9 9
                                    

Karena mendoakan adalah cara mencintai yang paling rahasia.

👑👑👑

Hari ini Shermay terpaksa pulang sendiri karena dua menit setelah bel pulang tadi, dia dipanggil oleh Pak Ivan untuk membersihkan perpustakaan sebagai hukuman tambahan karena terlambat.

"Bu, saya udah selesai bersihin semua rak. Sekarang saya mau pulang," pamitnya pada Bu Neli penjaga perpustakaan yang tengah mencatat sesuatu di balik komputernya.

Guru berbadan bantet yang juga sering menjadi sasaran kejahilan Shermay itu menjawab, "Yakin? Kalau nanti saya cek ternyata ada rak yang masih berdebu, gimana?"

Shermay melengos. " Yaelah, Bu. Bersihin debu tuh kaya bersihin kenangan. Mau diamplas sampe itu rak roboh juga nggak bakal kinclong, semua tetap membekas karena Tuhan tuh memberikan otak buat menyimpan memori lama agar tetap abadi--"

"Sudah-sudah, lebih baik kamu pulang daripada mulai drama. Saya sudah pusing sama kerjaan, jangan sampai kamu ikut membuat saya migrain," potong Bu Neli cepat saat Shermay memulai kotbahnya yang ditambahi adegan meletakkan tangannya di depan dada, menambah kesan dramatis seolah dia tersakiti.

"Jahat banget, sih. Bu, saya itu menyelipkan curhatan di situ, Ibu tega banget deh main nyela gitu aja. Memotong pembicaraan orang lain itu nggak sopan, Bu," ocehnya lagi membuat Bu Neli gemas ingin menjejalkan penghapus spidol di depannya.

"Mau pulang apa mau kena gebuk kemoceng?" ancamnya sadis sambil menodongkan kemoceng ukuran jumbo di depan Shermay.

Cewek itu meringis lalu buru-buru keluar dari perpus sebelum kemoceng itu mendarat di badannya. "Gila, ih. Badannya segede gaban, kelakuan kaya babon. Barbar bener, pantesan pada nggak mau ke perpus. Penjaganya aja doyan gebuk," gerutunya.

Shermay berjalan pelan sambil mendengarkan lagu lewat earphone di kedua telinganya. Suasana sekolah sudah sepi, ia menatap langit, teduh. Angin sepoi-sepoi menyambutnya seolah memberikan kesan rileks setelah tubuhnya penat hari ini.

"Langitnya bagus, ya?"

"Iya."

"Udaranya seger banget lagi, kalo anginnya selow kaya gini jadi pengen bikin video klip deh. Yang rambutnya terbang ditiup angin gitu lohh."

"Kalo lo bikin gituan, yang ada langsung puting beliung anginnya. Bukan rambut lo yang ditiup, tuh badan lo bakal dihempas langsung ke Pluto."

Shermay tertawa kecil. Padangannya jatuh ke arah lapangan basket saat mendengar suara bola yang menyentuh permukaan semen. Dia melirik jamnya, sudah hampir setengah lima sore, siapa yang masih bermain di sekolah? Seingatnya hari ini tidak ada ekskul, tanpa berpikir panjang, dia mendekat ke arah lapangan itu.

"Siniin bolanya," pinta seseorang yang sejak tadi bermain basket kala bola itu menggelinding ke arah Shermay yang berdiri di pinggir lapangan.

Shermay memungut bola itu. "Kita main one on one, gimana? Yang kalah traktir di kantin besok, mau?" tantangnya.

"Oke." Cowok yang dahinya dipenuhi keringat itu mengangguk tanpa harus berpikir.

Permainan itu hanya berlangsung lima belas menit. Shermay memenangkan pertandingan kecil mereka karena selalu berhasil mencetak poin di garis three points andalannya.

"Keren juga lo mainnya," puji cowok itu sambil ikut duduk di tengah lapangan. Shermay hanya mengedikkan bahunya singkat.

"Gue nggak jago sih, cuma dari dulu suka basket. Oh iya, gue belum tau nama lo," ucapnya menoleh ke arah si cowok yang tengah meneguk air mineral dari botol.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 30, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

RibcageWhere stories live. Discover now