[02] Perangai Fir'aun

2.8K 382 55
                                    

Siapa pria berbaju koko putih itu?
Di sini jawabannya.
Kalau suka, segera vote dan komentar.
Kalau nggak suka, gampang. Move on hahahah

Happy reading... 

”Buuun, Bundo saja yang ke warung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

”Buuun, Bundo saja yang ke warung. Rumi enggak mau.”

Tek Atik langsung balik badan dengan kesal. Sejak tadi dia minta tolong kepada si sulung, tetapi rengekan seperti ini terus yang diucapkan anaknya.

”Rumi malas ketemu si Ma’un. Dia busuk. Mulutnya jahat. Suka ngatain orang pula. Enggak. Pokoknya Rumi enggak mau sampai ketemu Ma’un. Titik.”

Tek Atik mulai meletakkan dua tangan di pinggang. Belum sempat ia bicara, anaknya sudah lari duluan. Wanita yang ditinggal mati suami setahun yang lalu itu mendengkus pelan.

Rumi jalan dengan malas-malasan ke kedai Tati. Kalau bukan Minggu, ibu sendiri yang akan pergi ke warung. Masalahnya, hari libur begini Bundo akan mencuci seluruh pakaian mereka ke sungai.

Mereka tinggal di kampung dan belum sanggup mengebor sumur. Jadi, urusan membersihkan pakaian masih ditugaskan kepada air yang mengalir dari ulu tersebut.

Warung Tati mulai kelihatan. Rumah papan yang dicat hijau itu masih sepi. Kedua bibir Rumi lantas tertarik perlahan. Pukul segini mana mungkin si Ma’un sudah bangun! Bodohnya! Kenapa enggak dari tadi aja Rumi berangkat?

”Rumi yang belanja. Bundo ke aia (sebutan untuk sungai), ya?” Tati menegur gadis berambut dikuncir kuda itu.

”Iya, Tati.”

Tati menolak dipanggil menggunakan embel-embel. Meskipun usia Rumi sangat muda, ia tidak boleh menyelipkan panggilan tetua apa pun untuk si Tati.

Tati pernah bilang begini, ”Panggil Tati sajo (saja), Rumi, supaya kalau ada yang tanya kamu belanja di mana, jawabnya di warung Tati. Bukan di warung etek Tati. Aku di sini sebatang kara, tidak punya etek (tante), uni (kakak perempuan), apalagi ibu.”

”Kau sedang mencari apa, Rumi?”

Warung sangat lengang. Tati masih sendirian di kedainya sedang menyusun sayuran yang baru ia boyong dari pasar pagi.

”Itu si Ma’un, tumben tidak ada dia.”

Rumi hanya ingin memastikan saja. Mana tahu justru Ma’un ada di dalam rumah Tati. Yang Rumi dengar sih begitu. Pemuda berandalan suka numpang menginap di rumah si janda.

Tati, janda cantik berambut dipirang, pun tertawa. ”Sepagi ini dia belum bangun dari mimpi. Jangan cemas kalau ke sini jam segini. Belum ada si pengacau itu.”

Rumi hanya mengangguk.

Eh, tadi Bundo menyuruhnya membeli apa? Uang di tangan Rumi hanya dua puluh ribu. Kalau salah beli, Bundo akan mengamuk sebab uang belanja tidak ada lebihnya. Keluarga sederhana itu betul-betul harus berhemat sejak kepergian tulang punggung keluarga.

Bismillah Move On (di Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang