Begin

133 43 10
                                    

We don't talk too much,
and silence is slowly eating us away.

○○○○

Langkahku terhenti di anak tangga terakhir, aku menoleh ke bawah menanggapi si pemanggil.

Ia muncul di kelokan anak tangga, wajahnya cukup datar seperti biasanya. Kulanjutkan langkahku dan membuka pintu yang menghubungkan tangga ini ke rooftop.

Matahari bersinar cukup terik, kurasa musim panas kali ini akan berlangsung cukup lama.

Teringat orang yang di dekatku yang masih terdiam, aku menoleh menatapnya, "Ada apa?"

Kemudian ia berjalan menuju tempatku, bersandar di besi pembatas rooftop ini.

"Kau menghindariku, wae?"

Terdiam, ia melanjutkan, "Siapa lelaki waktu itu?" Pertanyaan itu membuatku semakin rapat menutup mulut.

Sungguh, aku tidak begini biasanya, aku bukan orang yang diam ketika sedang marah. Karena itulah ini menjadi pertama kalinya Jiwoo, orang di depanku ini bertanya.

"Kau masih membenci Soyoung?"

Kulihat ia menatap lapangan besar di bawah. Di jalan samping taman itu, muncul seorang gadis dengan rambut di kuncir kuda, dengan seragam olahraganya dan tampak membawa satu keranjang bola basket bersama dua temannya. Dapat kuyakini bahwa itu Soyoung. 

Ia terlihat berhenti berjalan membuka sesuatu seperti ponsel, lalu berpamit pada temannya dan kembali masuk ke dalam gedung.

Aku berbalik mengalihkan pandanganku, "Aku, hanya tidak suka hubungan kalian. Emosiku terlalu berharga untuk sekadar membencinya"

Lama kami terdiam, entah mungkin hampir sepuluh menit. Sangat lama. Angin berhembus pelan, namun mampu menerbangkan rambutku ke belakang. "Sebaiknya kita pergi sekarang, belnya akan berbunyi."

Setelah menuruni tangga, aku tak melihat tanda-tanda Jiwoo turun. Sebenarnya ada sepuluh menit lagi bel berbunyi. Mungkin Jiwoo menyadarinya karena ia memakai jam tangan.

Kutelusuri koridor lantai tiga itu, terdapat ruang kelas tiga dan beberapa kelas dua. Tepat ketika aku di depan pintu toilet, aku mendengarkan suara yang tidak semestinya. Tanganku menggapai gagang pintu itu ragu, namun niatku untuk membukanya terurungkan.

Bukan keinginanku sesungguhnya namun sengaja kulakukan, aku menguping pembicaraan di dalam sana.

"Ya! Kau belum putus juga dengannya, eoh?"

Terdengar rintihan kesakitan seorang gadis di dalam sana. Bisa kupastikan ini pembulian, sukar kupercaya tapi kusimpulkan ini karena lelaki.

"Gadis lemah sepertimu pasti sedang mencari perlindungan. Heol, aku tak percaya kau masih bersamanya."

Kali ini yang bicara terdengar lebih menekan. Tanganku mulai bergetar hendak membuka pintu itu.

"Mi-mianhae... A-aku tak pernah berpikir seperti itu.. sama sekali." Suaranya terdengar lemah, sepertinya ia hampir menangis.

Tepat setelah gadis pembuli itu mengeluarkan umpatan, pintu toilet terbuka dengan keras hingga menimbulkan suara gebrakan yang cukup mengejutkan.

Through The Night | JJK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang