35. Haruskah Berakhir?

841 43 9
                                    

Author pov

Dory memejamkan mata dengan punggung disandarkan pada sandaran bangku bis yang membawanya pulang. Hatinya kembali diliputi rasa cemburu.

Mengapa kamu berduaan lagi dengannya, Fe? Ada hubungan apa kalian? batinnya risau.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam. Sudah pulang, Le," sahut Nur dari ruang tengah.

Dory mendapati sang ibu tengah menyetrika baju di ruang tengah, tanpa menaruh tasnya di kamar, ia duduk di kursi yang tak jauh dari Nur. "Bu," panggilnya.

Nur menoleh, "Ono opo, Le?"

"Apa orang yang ndak berada seperti kita ini ndak pantas mendapatkan sesuatu yang lebih dari kita?" Tiba-tiba saja Dory melontarkan pertanyaan tersebut kepada Nur.

"Maksud kamu bagaimana, to, Le? Ibu kok ndak paham," Nur balik bertanya sembari terus menyeterika.

Dory menghela napas berat sebelum akhirnya menjelaskan perihal maksud pertanyaannya. "Jadi begini, Bu, Dory dicemooh oleh orang karena berhubungan dengan Fea, karena menurutnya orang macam Dory ini ndak pantas untuk gadis seperti Fea."

"Oalah, Le.. kenapa harus kamu pikirin to omongan seperti itu. Orang itu hanya sirik sama kamu saja, sudah ndak usah dimasukkan dalam hati, Le."

Dory hanya terdiam sembari tertunduk menatap lantai.

"Le, ibu yakin suatu saat nanti kamu bakal jadi orang sukses. Dan kesuksesan kamu akan membungkam orang-orang yang saat ini sering mencemooh kamu. Sudah jangan berkecil hati, yo, le." Hati Nur begitu terluka melihat putra semata wayangnya itu bersedih. Ibu mana yang tega mengetahui jika putranya dicemooh oleh orang lain.

"Soal Nak Fea, kamu juga ndak usah takut. Kalau dia benar-benar tulus sama kamu, le, pasti bisa menerima keadaan kamu opo onone. Kalau pun Nak Fea bukan jodohmu, wes ojo sumelang kelak kalau kamu sudah jadi orang sukses, pasti perempuan bakal datang sendiri, le." Panjang lebar Nur memberikan nasihat untuk putranya, berharap itu bisa membesarkan hati sang putra.

"Nggih, Bu," lirih Dory.

"Yo wes kono, ganti baju dulu terus makan, le. Ibu sudah masakin sayur lodeh kesukaanmu."

"Nggih, Bu. Maturnuwun. Dory ke kamar ganti baju dulu, Bu."

"Iyo, le."

***

Aku membenamkan wajahku ke bantal, kesal dengan sikap Dory seharian tadi di sekolah. Gimana bisa dia marah sementara aku sama sekali tidak melakukan kesalahan. Salah sendiri nggak mau memberikan aku kesempatan untuk menjelaskan kejadian sebenarnya. Kenapa mesti keras kepala, sih, kamu, Dor.

Bruukkk.

Sesuatu dengan keras menimpa ranjangku.

"Kenapa, lo?" Diiringi dengan suara yang sudah tidak asing lagi bagiku. Sontak aku mengangkat wajah dan menoleh ke samping.

"Sialan! Dateng-dateng bukannya ketok pintu dulu, eh, main nyelonong gitu aja," sungutku pada Alyn yang berbaring di sampingku.

"Bisa hancur ranjangku kalo kamu main jatuhin badan kek gitu," omelku.

"Aelah.. tinggal ganti, beli yang baru ini," jawabnya santai.

Sad Boy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang