BAB 04 JODOH

12.1K 2.2K 115
                                    

"Papa, mau jodohin Selli?"

Aku langsung menatap papa yang pagi ini mengajakku bicara. Aku tidak pernah mau dijodohin. Aku ingin mencari calon suami dengan caraku sendiri. Aku dan Sella memang menentang tradisi turun temurun dari dinasti Eyang Kafka. 

"Iya. Kamu gak bisa cari sendiri."

Tuh kan, papa suka seperti itu. Aku langsung memberengut. Membuat papa kini mengusap kepalaku dengan sayang. Beliau memang lebih kalem daripada mama yang selau memarahiku kalau sampai sekarang aku belum pernah membawa calon suami. 

"Tapi pa..."

Papa kini tersenyum, "Dicoba dulu Li, ini anaknya Om Wisnu. Kamu tahu keluarganya Om Wisnu itu keluarga yang baik. Bertemu dulu aja ya? Nanti kalau gak cocok, kalian bisa gak nerima kok."

Aku ingin memprotes tapi papa menggelengkan kepala.

"Mama kamu udah ribut aja, kasian. Turutin mama kali ini."

Ada rasa cinta saat papa mengucapkan itu, toh aku juga gak tega mengecewakan mama dan papa.

"Baiklah. Tapi kalau Selli gak nyaman, papa tanggung jawab.
Kali ini papa tertawa dan mengusap kepalaku lagi.

"Iya, janji."

***** 

Maka, di sinilah aku berada. Duduk manis di sebuah cafe, kata papa Rangga Wicaksono, anaknya Om Wisnu itu baru saja pulang dari Mesir. Kuliah di Kairo. Pantas papa langsung setuju. Tapi aku harus lihat orangnya terlebih dahulu.

Seseorang masuk ke dalam cafe, otomatis pintunya berbunyi. Aku memang sudah memberikan pesan kepada papa kalau aku ingin bertemu berdua saja, tidak mau dikasih embel-embel orang lain. Papa juga menyarankan bertemu di salah satu cafenya Bang Gana, tapi aku menolak. Enak saja, nanti si rese itu pasti memataiku.

Aku terkesiap saat pria itu mengedarkan pandangannya, dan seperti foto yang diberikan papa, dia layaknya gambar yang keluar dari ponsel yang aku pegang. Di layar ponselku memang ada foto Rangga. Persis dan tidak kurang suatu apapun. Bahkan lebih tampan wujud aslinya. Dia langsung mengenaliku.Karena memang fotoku pasti juga sudah diberikan papa. 

"Assalamualaikum. Selli, ya?"

Dia tersenyum dengan ramah. Rangga berperawakan tegap dan tinggi. Siang ini, dia mengenakan kemeja biru navy pas tubuh, dengan lengan kemeja digulung sampai siku. Rapi dan wajahnya bersih. Aku suka dengan pria yang bersih.

"Waalaikumsalam. Rangga ya?"

Dia tersenyum dan menganggukkan kepala. "Bukan Rangganya Cinta tapi."

Aku tersenyum setelah mendengar gurauannya. Lucu juga dia. Aku mempersilakan Rangga untuk duduk. Dia akhirnya menganggukkan kepala, lalu menatapku.

"Maaf, ya Selli. Pasti tidak nyaman bertemu dan berkenalan dengan cara seperti ini."

Aku hanya menganggukkan kepala. Aku memang tidak nyaman dan merasa malas, tapi kalau kata Sella, dicoba dulu aja Li, siapa tahu memang jodoh kamu. Nah begitu. 

"Gak apa-apa, ehm ini panggilnya kok gak sopan kalau nama saja, boleh mas?"

Dia tersenyum dengan kalem dan menganggukkan kepala.

"Mas, lebih enak ya?"

Kuanggukan kepala, lalu memanggil pramusaji.

"Mas, mau minum apa?"

Seorang pramusaji datang menghampiri kami dan tersenyum ramah.

"Ehm, teh hangat saja,"jawabnya kalem. Wah dia memang kalem sepertinya. Saat pramusaji sudah pergi dia kini menatap jus jambu di depanku.

"Selli, maaf ya mengganggu waktu makan siangnya. Aku sebenarnya ingin bertemu nanti malam, tapi sepertinya tidak sopan juga."

Ucapannya membuat aku tersenyum, dia sopan juga ternyata. "Nggak apa-apa, mas. Ehm Mas Rangga ini ngajar ya?"
Dia langsung menganggukkan kepala bertepatan dengan pesanan teh hangatnya. Dia bahkan mengucapkan terimakasih dengan sopan kepada pramusaji. Jarang, orang yang bsia menghargai orang lain. Poin plus buat dia.

"Iya, saya ngajar."

Dia kembali mengatakan dengan singkat, padahal aku tahu dia dosen di salah satu perguruan tinggi negeri di kota ini. Tapi dia tidak mengatakannya, biasanya kan ada orang yang pamer seperti itu. Tentang pendidikan dan jabatannya.

"Ehm, pinter dong ya?"

Aku mulai memancing lagi. Kenapa aku jadi genit begini? Biasanya juga aku jutek kalau sama seorang pria.

"Enggak. Pinter itu kan relatif."
Sumpah, dia ini memang lain daripada yang lain.

Saat aku mulai menyesap jus jambuku, tiba-tiba ada yang memanggilku dari belakang. Suara itu tentu saja membuat bulu kudukku langsung berdiri.

"Li, ah ternyata kita memang berjodoh."

Aku langsung menghela nafas dan kini menoleh ke belakang. Azel menyeringai lebar. Dia memakai hoodie warna hitam yang dipakai. Rambutnya jadi tidak terlihat. Dia mendekat dan kini berdiri tepat di sampingku.

"Hai, pacar. Missing you, badly."

Astaghfirullah.

BERSAMBUNG 

Segini dulu yeee biar kalian milih Azel apa Rangga heheheh


SANG PENGGODAМесто, где живут истории. Откройте их для себя