19 - Memories 4

151 17 2
                                    

Reina berjalan gontai menuju rumah Raya, dengan tangan yang masih saja sibuk menggenggam paper bag berisikan lima kotak penuh roti susu kesukaan Arka. Ia terus bergumam bahwa Arka pasti akan sangat menyukainya. Pun dari kejauhan tampak sepasang saudara sepupu terlihat tengah berbincang serius secara empat mata. Ntahlah, Reina yang biasa akan berteriak dari kejauhan saat melihat Arka, kali ini memilih untuk diam, jaga-jaga kalau ia bisa saja mengganggu perbincangan serius di antara keduanya.

Samar-samar terdengar suara lembut Raya menginterupsi indra pendengarannya.

"Mas Arka lebih sayang aku apa Kak Reina?" tanya gadis kecil yang hanya berselisih tiga tahun darinya. Ternyata sepasang saudara sepupu itu sedang membicarakannya. Ia lantas mencari tempat aman untuk turut mendengarkan perbincangan mereka.

Arka tampak mengernyit. "Kenapa? Kok jadi bawa-bawa Reina lagi?"

Raya merengut. "Jawab aja sih, Mas. Aku kan pengen tau sayangnya Mas Arka ke aku seberapa banyak."

Reina memerhatikan dengan seksama mimik wajah Arka. Ia agak sanksi dengan jawaban Arka setelahnya.

"Gak ada pertanyaan yang lebih aneh apa?"

"Loh kok aneh? Pertanyaanku lumrah malah untuk ditanyakan."

Arka mendesis, membuat Reina semakin harap-harap cemas dibuatnya.

"Mas Arka?"

"Iya?"

"Masih gak dijawab?"

Memerhatikan situasi di sekitar, Arka tampak berbisik pelan pada Raya.

Ah, kenapa harus bisik-bisik sih? Reina kan jadi gak bisa dengar.

"Really? Jadi kalau Kak Reina pergi juga gak akan masalah, karena Mas Arka lebih sayang aku?" Respon tak terduga Raya, membuat Reina membelalak. Seperti petir yang menyambar di siang bolong. Hati Reina langsung ikut tak karuan setelah mendengarnya.

"Apa sih, Dek? Gak bisa langsung diartikan begitu juga." Arka tampak mencoba mengklarifikasi.

Raya menggeleng, memamerkan senyum lebar di bibirnya. Di satu sisi Reina yang sedaritadi turut mendengarkan perbincangan mereka, mengerjap-ngerjapkan mata.

"Aduh, mata Reina kok tiba-tiba perih begini sih?" gumamnya berusaha menyangkal rasa yang ada.

Ya, jika boleh jujur, sungguh sakit rasanya tatkala mengetahui fakta bahwa ia tak berarti apa-apa di mata Arka. Terlebih, tempo hari ia juga mendengar pernyataan bahwa hubungan mereka selama ini hanyalah sekadar teman belaka.

"Arka, bisakah Reina setelah ini bersikap biasa?"
.
.
"Kak, kamu kok tumben gak nyariin Arka?" tanya Mama Reina yang tampak heran tidak melihat tingkah laku pecicilan putrinya.

Memang, sudah tiga hari ini sikap Reina terlihat sedikit berbeda. Putri semata wayangnya yang biasa tidak pernah lepas dengan Arka, kini memilih untuk diam, menyibukkan diri saja di rumah.

"Ngapain? Arkanya aja gak nyariin aku, untuk apa aku repot-repot nyariin dia."

"Lho, kok, begitu ngomongnya? Kamu lagi ada masalah sama Arka?"

"Engga."

"Terus, kok jadi ketus jawabnya?"

Reina langsung bungkam seribu bahasa.

The Perfect PilotOù les histoires vivent. Découvrez maintenant