MBE || LIBRA DHANANJAYA

153 31 30
                                    

❝Salah satu hal yang paling membahagiakan di hidup gue adalah saat gue lihat adik gue jatuh terus gue ketawain.❞

― Libra Dhananjaya

***

Siang ini, di kediaman keluarga Dhananjaya terasa cukup aneh. Pasalnya, si sulung dan si bungsu belum juga bangun dari mimpi indahnya. Tumben sekali. Biasanya, mereka berdua tidak tidur lagi setelah shalat subuh dan langsung jogging keliling komplek sambil lihatin cecan-cecan yang ngekost di rumah Pak RW.

Hal tersebut jelas membuat ibu dari dua bersaudara itu merasa aneh.

Aylin Wijayakusuma―sang ibu, memutuskan untuk naik ke lantai atas dan memastikan keadaan anak-anaknya. Takut kalau kedua anaknya itu kabur dari rumah karena semalam ia melarang kedua putranya pergi dengan kakak sepupunya ke Yogyakarta. Ibu-ibu mah beda. Otak-otak sinetron!

Aylin berjalan menuju ke kamar anak sulungnya. Karena ia tahu jika si bungsu juga tidur di sana. Wanita setengah baya itu lalu masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

Bunyi khas pintu yang dibuka, ternyata tak mengubah suasana apapun di dalam kamar tersebut. Masih tetap sunyi. Aylin mengedarkan pandangannya ke seisi kamar.

Kosong.

Aylin kaget. Jantungnya sudah bertalu-talu di dalam sana. Takut kalau dugaannya benar kalau kedua anaknya itu kabur dari rumah.

Tapi, tunggu dulu!

Terdengar suara tawa dari balkon kamar ini. Dengan mengendap-endap, Aylin berjalan mendekati balkon.

"Fyuh ...." Aylin mendesah lega. Ternyata, kedua anaknya sedang bermain catur di sana.

"Libra, Aldebaran. Ayo, makan dulu!" ujar Aylin setelah sampai di balkon.

Kedua anaknya, Libra Dhananjaya dan Aldebaran Dhananjaya langsung menoleh ke arahnya. Namun, keduanya dengan kompak membuang muka ke arah lain karena masih kesal dengan sang ibunda perihal kemarin.

Aylin yang melihat itupun segera menghampiri anak-anaknya. Ia mengamati air muka anak-anaknya satu persatu. Aylin tidak bisa mencurigai salah satu anaknya sebagai dalang dari sikap mereka yang lain dari biasanya ini. Karena kedua anaknya itu sama-sama biang keroknya.

"Bunda lagi ngomong sama kalian lho. Masa Bunda dikacangin, sih? Nanti Bunda mendadak digoreng gimana?" tanya Aylin dengan tampang memelas.

"Ya tinggal kita makan lah, Bun." Aldebaran menjawab dengan santai.

Aylin mengusap dadanya berulang kali. Sabar. Entah mendapat sifat menyebalkan dari mana, tapi kedua anaknya memang sangat menyebalkan. Padahal dirinya dan sang suami tidak seperti itu. Haruskah ia membawa Libra dan Aldebaran ke ustadz kenalannya untuk meruqyah kedua anaknya yang barangkali sudah ketempelan makhluk halus sejak dulu?

"Pinter," puji Libra pada adiknya sembari mengacungkan jempol. Betapa lucknutnya kakak beradik itu.

"Kalau kalian berdua nggak mau turun ke bawah dan makan, Bunda aduin ke Ayah nanti, biar uang jajan kalian berdua dipotong," ancam Aylin membuat kedua anaknya melotot tak terima.

Maklum lah, ya. Ayahnya adalah sumber uang bagi mereka. Kalau uang jajan mereka dipotong, lalu dari manakah mereka akan mendapatkan uang untuk membelikan makanan-makanan bagi cecan-cecan kesukaan mereka yang ngekost di rumahnya Pak RW?

(GS1) My Beloved EnemyDonde viven las historias. Descúbrelo ahora