Memori Penjebak Teruna

22.5K 818 88
                                    

Bayang hitam timpaan hujan dalam arang para. Memotret, mengulas balik lembaran pita pada memori di ruang hampa. Terperosok, tertatih-tatih merangkak dari lubang dalam samudera. Hitam legam, terbakar sempurna menggores ia semakin merana.

Kelam keciak, bukan berarti ia kalah dalam perlawanan. Dalam suatu pergelutan, di mana sang Teruna yang, kan, keluar 'tuk merasai kemenangan. Tak mau lagi diperdaya oleh masa-masa yang telah lampau, menggaris ulang serpihan-serpihan pita yang porak-poranda dihancurkan sang bayangan.

Wahai dara jelita penjelma peri dalam surga Tuhan. Yang durjanya elok, yang senyumnya bersinar bagai purnama di langit malam. Tak pernah terpungkiri kau, kan, menjadi satu dari sekian pengharapan. Memerdaya sang Teruna, memenjarakan ia hingga terjerembab dalam langit yang kian kelam.

Demikian, selesailah sudah untaian ini dengan sebuah penutup berupakan senja yang melindap terbiaskan awan. Yang dibiarkan oranye, tapi diinginkan sang Teruna 'tuk diubahnya menjadi gradasi biru terang yang sebegitu menyilaukan. Diubah seseorang, yang diumpamakan bagai manusia di persimpangan jalan. Tak tahu ke mana ia, kan, pergi, tak tahu ke mana ia harus mengambil jalan pulang. Tak lupa hatinya tuk berucap pada Tuhan. Sambil berharap bahwa, kan, dituntunnya ia, menuju sebuah tempat yang dipenuhi keindahan.

***

Ditulis pada : 23 April 2015

[PUBLISHED] Belenggu KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang