[AU]Soldier!Bokuto x Doctor! Akaashi

361 96 3
                                    

"Papa!"

Wajah Bokuto Kotaro langsung memerah saat bocah kecil yang beberapa hari lalu ia selamatkan berlari menyambutnya sambil memanggilnya Papa. Anak itu masih menolak memberitahu kepada siapapun tentang identitasnya dan terus saja memanggilnya dengan sebutan Papa.

Beberapa wanita yang bertugas menjadi perawat para anak terlantar dan lansia menoleh ke arak sosok tegap tentara berseragam lengkap dan memakai masker memasuki gedung mereka,

Sebagian yang tahu siapa Bokuto hanya tertawa karena memahami kebiasaan anak kecil itu. Sedanngkan sisanya memandang Bokuto dengan raut muka mencela karen berpikir Bokuto adalah seorang ayah yang menelantarkan anakny. Namun yang membuat wajah Bokuto memerah adalah bukan karena pandangan mencela itu, Tapi panggilan itu membuatnya seperti seorang ayah yang sudah memiliki anak.

"Hey,bro!" sapa Bokuto langsung berlutut sehingga badannya bisa sejajar dengan si anak.

"Oey! PapaBro!" Bokuto tertawa dibalik maskernya "Aku sudah makan. Hari ini aku makan lauk paha ayam. Diberi seorang nenek yang duduk di sampingku!"

"Kau sudah mengucapkan terimakasih?" Tanya Bokuto.

Anak itu menggeleng lucu "Aku langsung makan. Perutku lapar sampai berbunyi. Kalau tidak lekas makan nanti cacing di perutku akan makan ususku."

Bokuto mengusap pelan puncak kepala anak itu "Setelah ini cari Nenek itu dan ucapkan terimakasih. Mengucapkan terimakasih tidak terlalu lama sampai membuat ususmu dimakan. Justru kalau Nenek itu tidak memberikan daging ayam maka kau batal makan ayam itu."

"Ah,benar. Baik Papa! Aku akan mencari Nenek baik hati itu dan bilang makasih."

"Anak pintar! Lain kali kalau diberi sesuatu oleh orang lain ucapkan terimakasih. Kau akan membuat orang lain senang dan menghargai kebaikan mereka."

Anak itu terdiam dan tampak berpikir sebelum itiba-tiba membusungkan dadanya dan menghormat layaknya seorang tentara. Ia meniru apa yang dilakukan Bokuto saat menyelamatkan para warga sipil bersama Kunimi dan Kindaichi.

"Kalau begitu kuucapkan terimakasih kepada Papa karena sudah menyelamatkan aku dan membawaku kemari."

Tidak pernah dada Bokuto merasa sehangat ini. Anak kecil itu lugu. Anak kecil itu jujur. Selama ini Bokuto dianggap sebagai seorang senior yang menyebalkan dan kekanak-kananakan. Dia hebat di lapangan voli tetapi tipe yang sangat mudah dimanipulasi.

Sesungguhnya Bokuto menyedarinya. Dan Akaashi entah karena terlalu sayang atau tidak mau menyakiti hati Bokuto sehingga tidak pernah sekalipun memberitahu kenyataannya pada pemuda itu. Meski begitu Akaashi tetap berada di sisinya dan terus mendukungnya.

Maka dari itu Akaashi Keiji merupakan satu-satunya orang yang berharga bagi Bokuto.

Tapi sekarang berdiri di hadapannya seorang anak kecil yang Bokuto sendiri tidak tahu asal-usulnya, tidak mau memberitahu tentang dirinya, seenaknya saja memanggilnya Papa berdiri dan mengucapkan kalimat padanya. Sebuah kalimat yang membuat seorang Bokuto Kotaro benar-benar merasa menjadi seorang tentara dan terjun di medan perang adalah sebuah pilihan yang tepat.

Bokuto Kotaro berdiri tegap dan layaknya sedang berdiri di depan seorang jendral atasannya ikut membusungkan dadanya dan mengangkat tangannya membentuk posisi hormat. Sama seperti apa yang dilakukan si anak yang kini berdiri hanya setinggi pinggangnya. Dengan sebuah seruan keras yang langsung menarik perhatian seluruh ruangan Bokuto berseru.

"Sudah menjadi kewajiban saya untuk membantu sesama. Saya akan melakukan apapun untuk negara dan membantu mereka yang membutuhkan pertolongan saya."

Tepuk tangan riuh langsung memenuhi ruangan itu. Bokuto menurunkan tangannya dan melihat semua orang bertepuk untuk dirinya. Beberapa lansia yang sedang duduk di kursi mereka bahkan sedikit membungkuk kepada Bokuto untuk memberi hormat.

"Ah, hebat sekali. Rasanya ingin menjadi muda lagi."

"Anak muda jaman sekarang ternyata sangat hebat. Aku merindukan anakku. Dia juga seorang tentara. Pasti hebat sepertinya."

"Lihat! Lihat! Hebat kan Papaku!"

Si anak tadi langsung merengkuh pinggang Bokuto dan membanggakannya dengan ekspresi seakan-akan dia adalah anak seorang panglima.

"Masih sangat muda sudah memiliki anak. Tapi terlihat sangat bertanggung jawab. Sayang sekali ya, kalau tidak sudah kujodohkan dengan anakku."

Bokuto hanya mengaruk pipinya dengan mata membulat saat ia mendengar komentar dari para orang tua. Di pinggangnya si anak masih memamerkan Bokuto pada seluruh orang di ruangan itu.

"Astaga...sepertinya aku sudah berlebihan ya."

*********

"Sesungguhnya kau masih harus dirawat di rumah sakit beberapa hari Iwaizumi san."

Akaashi Keiji mengunjungi bangsal Iwaizumi. Kini pemuda itu sudah tampak sehat dan bosan setengah mati di atas tempat tidur. Memohon untuk segera dikembalikan ke satuannya meski luka di tangannya masih belum sembuh benar. Setelah meminum obat dan terus membujuk dengan beberapa perjanjian untuk hati-hati dan berusaha tidak terlalu banyak menggunakan lengannya akhirnya Akaashi mengalah.

"Kasihan Bokuto kalau terus kutinggal. Kau tahu sendiri bagaimana dia."

"Baiklah!"

Iwaizumi tersenyum dan tidak dibalas oleh Akaashi Keiji seperti biasa. Dokter muda itu memang memiliki tampang stoic namun akhir-akhir ini Iwaizumi merasa ada yang mengganjal.

"Nanti obatmu akan kuberikan beserta box perban. Usahakan secara berkala mengganti perbanmu. Akan kuberi tahu caranya yang benar dan rapi setelah ini. Kemudian aku ingin meminta tolog kepadamu,Iwaizumi san."

"Apa itu?"

"Aku akan menitipkan beberapa obat untu Kotaro. Vitamin."

"Wah, pacar yang sangat perhatian ." Ledek Iwaizumi yang tidak diladeni oleh Akaashi. Mata hijau cemerlang itu memandang Iwaizumi dengan tatapan dingin.

"Wah, aku salah apa nih? Kau sudah semakin mirip dengan Tooru. Biasanya dia akan memandangku begitu kalau aku berbuat sesuatu yang menurutnya itu salah," Iwaizumi bergidik.

"Iwaizumi san."

"Hm?"

"Aku tidak suka cara kalian menyembunyikan sesuatu dari kami. Aku rasa Oikawa san juga berpikiran sama. Kalian suka menyembunyikan sesuatu yang sangat penting dengan asumsi tidak ingin membuat kami khawatir. Tapi asal kau tahu, tindakan kalian itu salah. Kami akan merasa kecewa kalau tahu kalian menganggap kami tidak layak untuk mengetahui hal penting yang terjadi pada kalian."

"Hah?" perasaan Iwaizumi tidak enak. Ia memiliki firasat mengenai apa yang sedang dibicarakan oleh dokter di hadapannya itu. Ya, dia memang bersalah sudah menyembunyikan fakta jika dia terluka pada Oikawa. Tapi ini 'kan masalah yang sudah teratasi. Oikawa bukan ibunya yang harus tahu apapun yang menimpa dirinya. Dan lagi pula kalau sampai Oikawa tahu Iwaizumi sampai dirawat di bangsal bisa-bisa dia nekat kabur dari laboratorium dan menyusulnya kemari.

Dan apakah Bokuto juga menyembunyikan sesuatu yang ditemukan oleh Akaashi?

"Kami akan dua kali lipat lebih kecewa saat kami tahu kalian menyembunyikan sesuatu yang penting dari kalian."

Dokter muda itu mengecek infus Iwaizumi sebelum akhirnya berpamitan. Kini Iwaizumi kembali sendiri di bangsal dan memikirkan kalimat Akaashi. Iwaizumi sangat bemci jika ia harus dihadapkan dalam situasi begini. Saat ia harus berada di situasi yang membuatnya harus memilih.

Iwaizumi tidak mau membuat Oikawa khawatir. Ia tahu benar seperti apa Oikawa. Tpi Akaashi menurut Akaashi dengan tidak memberithu Oikawa juga berarti sebuah kesalahan karena akan semakin membuat Oikawa khawatir serta kecewa.

Kemudian sesuatu yang disembunyikan Bokuto.

"Ah, bikin pusing saja Seperti anak gadis saja mereka itu."

Iwaizumi mencoba memejamkan kedua matanya sambil mencoba tidak memikirkan apapun. Besok ia akan kembali bertugas dan ingin memanfaatkan keadaannya untuk beristirahat dengan tenang.


~GUARD YOU~ [AU]- EDITEDWhere stories live. Discover now