Masih tak kunjung bergerak pria tua itu dari kursi untuk sekedar menatap sang empu, karena sekarang Pak Sobir memunggungi Anaz.

"Ekhm, permisi Pak." Kali ini panggilan Anaz terjawab.

Tidak sia-sia mengeluarkan suara keras, walau lebih mirip bentakan. Setidaknya guru satu ini dapat menyadari kehadiran Anaz yang tampan ini.

"Ada apa Naz?" tanyanya.

"Maaf Pak. Ini tugas yang bapak kasih sudah selesai," ucap Anaz sembari menyerahkan buku dengan sopan.

"Akh ya, terimakasih," ujar Pak Sobir.

"Bapak kenapa?" tanya Anaz penasaran tingkat dewa.

"Ada satu anak dari kelas sebelahmu yang meninggal," jawab Pak Sobir tenang.

Diangguki Anaz secara cepat tanda mengerti.

"Oh ya, kamu kenal Azna, 'kan?" tanya Pak Sobir tiba-tiba.

Anaz mengangguk lugu.

"Iyalah, beberapa hari lalu gosip kamu yang katanya pacaran sama dia 'kan nyebar," tutur Pak Sobir.

"Bapak turut berduka cita ya Anaz, kamu kuat," imbuhnya.

Anaz terdiam, ia mengernyit bingung.

Apa coba yang bapak tua berusia setengah abad ini ucapkan.

"Kamu yang sabar Naz," ucap Pak Sobir.

Tak lupa menepuk bahu Anaz , kemudian melangkah pergi meninggalkan ruang Osis.

***

Anaz yang baru sampai dari kantin di gegerkan dengan Arshaq yang mengatakan suatu hal mengejutkan.

"Naz, Azna udah nggak ada." Satu kalimat yang mampu menghancukan segalanya.

Merasa tidak betul dengan berita tersebut, ia tidak kehilangan akal.

Anaz meninggalkan kantin tergesa-gesa menuju kelas sebelah, kelas seorang gadis yang mampu mengukir namanya dengan indah di hati.

"Sya, apa bener berita yang tadi," ujar Anaz meminta kejelasan.

Saat ingin memasuki kelas, tidak sengaja berpas-pasan dengan anggota Osis yang mengumpulkan sumbangan.

Syakila yang sedang menangis sesegukan tak kuasa menjawab.

Bagi Anaz, melihat Syakila seperti itu arti jawabannya adalah iya.

Anaz meninju tembok, hingga buku-buku jarinya mengeluarkan darah segar.

Sakit, tapi jauh lebih sakit pada hatinya.

Sungguh, Anaz ingin menangis, menangis sejadi-jadinya seperti para gadis yang putus cinta.

Namun, ia sadar, bahwa dirinya ini lelaki. Tidak sepatutnya melakukan hal itu.

Anaz berlari meninggalkan sekolah dengan kalut, bahkan baju sekolah yang berwarna putih ini ia lepas kancingnya secara kasar.

I'm Fine (END)Where stories live. Discover now