Chapter 12

343 28 9
                                    

Woojin kini tak henti hentinya tersenyum, bahkan sesekali pemuda itu tampak bersiul setelah mengakhiri pembicaraan dengan seseorang yang sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri, bahkan secara tak terduga pemuda yang selama ini ia kenal layaknya kakak kandung nya, justru adalah kakak sepupu dari sang kekasih.

Ya, Woojin baru saja menyudahi pembicaraanya dengan Minhyun. Pemuda yang selama ini sudah dianggap kakak oleh nya sekaligus editor nya dalam kepenulisan buku cetaknya.

Mengapa Woojin tampak senang? Apakah ia benar benar mendapatkan kabar baik sesuai dengan harapannya?

Tentu saja!

Minhyun baru saja memberikan kabar baik tersebut pada Woojin, dimana Minhyun mengatakan bahwa draft naskah Woojin untuk Volume 2 'Secret Admirer' telah disetujui oleh pihak penerbit.

Rasanya ia sudah tak sabar memeluk buku kelanjutan dari buku yang dulu ia tulis khusus mengungkapkan perasaannya pada Jihoon, sebelum ia berhasil mengungkapkannya hingga jatuh sakit yang mengharuskannya di rawat di negara lain, yang memakan waktu cukup lama.

Bahkan jika mengingat ingat kembali hal tersebut, rasanya ia ingin mengungkapkan semua nya terlebih dahulu pada Jihoon agar tak menjadi rapuh seperti yang ia ketahui di kemudian harinya.

"Sepertinya novel itu akan menjadi pilihan yang tepat menjadi kado untuknya saat hari bahagianya, dan Hoonie harus menjadi orang pertama yang membaca tulisan ku itu," ujar Woojin dengan cengiran kecil disertai gigi gingsul nya yang terlihat manis menghiasi wajahnya.

Setelah nya Woojin melanjutkan langkah mengambil laptop nya di nakas meja.

Jari jemarinya sudah gatal untuk membuat versi lengkap dari novel 'Secret Admirer - Volume 2' yang nantinya akan tayang di toko buku menemani novel novel sebelumnya, sebagaimana draft kasar novel nya telah di setujui oleh pihak penerbit yang sama dengan cetakan Volume 1 nya.

Woojin tampak men-set jam terlebih dahulu, guna ia dapat mengatur lama durasi menulisnya, walaupun ia menyadari pada fakta nya terkadang ia mengabaikan waktu yang telah di atur oleh dirinya sendiri.

Paling tidak ia telah membuat sebuah persiapan bukan?

"Sepertinya aku harus membaca ulang keseluruhan draft yang telah di berikan lalu memolesnya agar menjadi lebih baik," gumam Woojin sambil menggosokkan dagunya pelan.

Cukup lama Woojin berkutat hanya pada layar segi empat yang tak berpindah tempat itu.

Manik Woojin tampak senantiasa mentap layar tersebut, seolah Woojin dan layar segiempat itu adalah teman yang tak terpisahkan.

Bahkan tanpa ia sadari posisi postur tubuhnya sedikit pun tak berubah dari posisi sebelumnya.

Woojin benar benar telah jatuh ke dalam novel yang memang telah di nantikan olehnya dan juga Jihoon tentunya yang dimana secara pribadi sang kekasih meminta padanya secara khusus untuk melanjutkan novel cetakan pertama nya itu.

Waktu terus bergulir, banyak waktu yang telah Woojin habiskan di depan laptop tersebut, bahkan waktu yang telah ia set saja sudah ia abaikan sejak beberapa jam lalu.

Konsentrasi Woojin sangat baik kali ini.

Hingga ....

Rasa lelah dan juga pegal kian menyerang ketika punggung secara tak terduga terasa kaku.

Tak sengaja Woojin melirik sekilas pada jam digital yang berada di dekat nya.

05.30 AM

Seketika Woojin tercengang, dan menatap lurus pada angka yang tercetak disana seakan tak percaya.

"Astaga! Aku menghabiskan waktu ku disini saja," pekik Woojin kaget sambil menutup mulutnya.

Setelah nya ia langsung mencari handphone nya guna memastikan bahwa tak ada yang menghubungi dirinya saat ia tak memegang handphone nya tersebut, walaupun ia tak terlalu yakin ada yang menghubunginya, sebab bukankah ia hanya baru saja melewatkan waktu tidurnya?

Nae Sarang Hoonie

Nama itu yang justru tercetak pada layar handphonenya.

Seketika manik Woojin membulat sempurna. Sungguh ia tak sadar jika kekasih kesayangannya itu sempat menghubungi dirinya.

Setelah ini ia dapat menduga bahwa kekasih nya akan merajuk sedemikian rupa pada dirinya.

Woojin tampak menegukkan salivanya. Bayangan kekasihnya itu tiba tiba terlintas di kepalanya.

Baru saja Woojin hendak menelfon Jihoon balik. Suara deringan telefon dari handphonenya kini terdengar jelas dari handphone yang ia pegang.

"Hallo."

"Kau menyebalkan! Mengapa lama sekali mengangkat telefonku? ... Ah, apakah kau baru saja bangun dari tidurmu?" pekik Jihoon secara tiba tiba, dengan diakhiri dengan nada rendah yang berubah drastis.

Lagi ... untuk kedua kali nya Woojin meneguk salivanya kasar. Ia sadar Jihoon pasti akan seperti ini.

Jujur saja Woojin tak dapat langsung menjawab pertanyaan dari Jihoon, karena pada dasarnya Woojin tak ingin mengkhawatir kan dirinya.

"Hng, aku baru bangun, apakah ada hal yang mengganggumu? Atau kau mimpi buruk?" tanya Woojin mencoba bersikap natural, agar Jihoon tak menyadari bahwa dirinya baru saja menghabiskan waktu jam tidur nya dengan menulis.

Terdengar suara helaan nafas panjang dari seberang telefon, diikuti dengan dengungan pelan.

Dahi Woojin tiba tiba saja mengeryit bingung. Sungguh kekasihnya itu tampak aneh menurutnya.

'Bukankah pertanyaan ku seperti sebuah pilihan? Tetapi mengapa ia hanya berdengung saja? Apa yang terjadi?' Monolog Woojin dalam benak.

"Kau baik baik saja?" Woojin berusaha kembali menggali kondisi dari Jihoon.

Hanya sebuah dengungan pelan yang kembali Jihoon berikan pada Woojin.

Baru saja Woojin hendak membuka suaranya kembali menanyakan pada Jihoon apa yang sebenarnya terjadi. Suara isakan tertahan terdengar di seberang telefon.

Jihoon kira Woojin tak akan mendengar suara isakan tangis tersebut, karena sudah sebisa mungkin Jihoon menekap mulut nya agar tak menimbulkan suara apapun.

"Hei ada apa denganmu Hoonie sayang? Apa lebih baik aku ke tempatmu saja?" Panik Woojin menggenggam telefonnya itu.

Tak ada jawaban apapun dari seberang telefon.

Sesuai dengan dugaan Woojin, suara isak tangis yang sebelumnya hanya terdengar tertahan, kini sudah pecah dan terdengar sangat jelas di telinga Woojin.

"Hoonie, ada apa? Apa kau mendengar suaraku ini?" tanya Woojin kembali pada Jihoon.

Merasa Jihoon yang tak kunjung menjawab, dan hanya terdengar isak tangis. Mau tak mau Woojin langsung mengambil tindakan.

Jaket yang semula tergeletak begitu saja di sofa langsung ia kenakan, menuju pintu flat nya untuk memakai sepatunya dan keluar dari flat nya tersebut menuju apartemen Jihoon yang tak memakan waktu terlalu lama dari tempat nya saat ini.

'Apa yang terjadi padamu sebenarnya? Bukankah kemarin malam kau baik baik saja?'

———

TBC

See you next chapter

Leave a comment and vote

.

.

Seya

MIRACLE [2PARK]Where stories live. Discover now