Chapter 4

465 45 23
                                    

Setelah selesai dari cafe, Jihoon dan juga Woojin memilih untuk ke apartemen Jihoon.

Lebih tepatnya Jihoon lah yang meminta Woojin untuk datang ke tempatnya, dan sebagai kekasih yang sangat mengenal tingkah Jihoon tentu saja menyetujuinya, sedangkan Minhyun langsung berpamitan dengan keduanya.

"Woojinie~" panggil Jihoon tiba tiba pada Woojin yang sedang mengendarai mobil nya menuju apartemen Jihoon.

"Hng, ada apa?" tanya Woojin tanpa mengalihkan pandangannya pada jalan di depannya.

Jihoon hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya pelan.

"Tak apa, aku hanya senang saja, karena semenjak kau akhirnya hadir kembali dalam kehidupanku, aku  dapat menyapa dan memanggil dirimu semauku, tidak seperti dulu," kekeh Jihoon.

Selalu seperti itu ....

Jihoon terkadang suka mengatakan hal yang sama setiap kali memandang wajah nya lama.

Ada sedikit kesedihan di hati Woojin saat mendengar hal yang sama dari mulut Jihoon.

Perasaan bersalah selalu menghampiri diri Woojin, namun Woojin yang memang tak bisa menyalahkan keadaan yang menimpa dirinya dulu akhirnya hanya dapat berusaha merelakan waktu nya yang terbuang dulu saat tidak bisa bersama dengan Jihoon kekasih nya itu.

"Aku juga senang, dapat melihat dirimu ... terlebih saat melihat mu tersenyum," balas Woojin sambil melirik Jihoon sejenak.

Jihoon langsung menangkup kedua pipi nya dengan kedua tangannya saat mengetahui respon tubuhnya yang tiba tiba membuat pipi nya yang terasa panas saat mendengar perkataan Woojin.

"Aku menyukai rona pipi mu yang selalu alami seperti itu," kekeh Woojin saat melirik Jihoon sekilas yang sibuk memangku kedua pipinya merona merah.

"Iiiih Woojinie...." Rajuk Jihoon pada Woojin.

Woojin semakin tertawa di buatnya.

Jihoon yang kini bersama nya selalu membuat hidup seorang Park Woojin jauh lebih berwarna, dan tak pernah sedikit pun Woojin merasa kesedihan saat berada di samping kekasih manis nya itu.

"Oh iya, apakah kau sudah menyiapkan buku selanjutnya setelah buku sedihmu waktu itu?" tanya Jihoon mengalihkan pembicaraan agar tak terlalu lama Woojin menertawakan dirinya.

Woojin mengeryitkan dahinya pelan, karena belum paham dari apa yang dikatakan Jihoon.

"Maksudmu?" tanya Woojin.

"Mmm ... maksudku apakah kau tak akan membuat sequel dari tulisan buku mu yang 'Secret Admirer' itu? Tulisan mu terlalu sedih disana, tak mau kah kau memberi penjelasan pada pembacamu, bahwa kau telah bahagia?" tanya Jihoon panjang lebar pada Woojin, karena memang buku yang Woojin keluarkan setelah ia lama menghilang bukanlah buku lanjutan dari buku sebelumnya, melainkan buku dengan genre lainnya, tetapi memiliki respon yang sama bagusnya dengan buku cetak pertamanya.

'A..-ah ternyata kau sama dengan pemikiran ku Jihoonie, tetapi sebaiknya aku harus merahasiakan padamu mengenai niatku, agar buku itu menjadi kado untukmu nanti nya,' benak Woojin dalam hati.

Woojin hanya tersenyum mendengar pertanyaan Jihoon itu.

"Mengapa hanya tersenyum?" tanya Jihoon penasaran.

"Nanti akan kufikirkan," ucap Woojin sekenanya.

Mendengar perkataan Woojin, Jihoon hanya menghela nafasnya panjang.

Jihoon tahu ia tak dapat memaksakan Woojin, hanya saja Jihoon ingin sekali Woojin dapat menulis kisah lanjutan dari buku yang sebelumnya telah membuat hati Jihoon terlarut dalam kesedihan.

Sebenarnya sampai saat ini Jihoon tak mengetahui jelas mengenai penyakit yang sempat menggerogoti tubuh Woojin.

Pernah suatu hari Woojin hendak menceritakan semua nya pada Jihoon, tetapi dengan cepat Jihoon menggelengkan kepala nya.

Jihoon memilih lebih baik ia tak mendengar berita buruk mengenai Woojin, ia tak ingin terlarut sedih kembali jika mengetahui keadaan Woojin yang sebenarnya, yang Jihoon tahu terkadang Woojin harus mengontrol dirinya dirumah sakit yang sudah di tunjuk oleh dokter yang pernah menangani Woojin selama di Jerman.

.
.

Setelah memakan waktu kurang lebih 40 menit keduanya telah sampai di lobby apartemen Jihoon.

Jihoon dengan riang menggenggam tangan Woojin dengan erat seolah tidak ingin melepaskan tangan Woojin sedetik pun.

"Tenang saja Jihoonie, aku tak akan melepaskanmu, dan aku akan selalu bersama mu," ucap Woojin yang menyadari tingkah Jihoon.

Jihoon hanya menolehkan kepalanya sejenak pada Woojin, dan memberikan senyuman termanisnya sebagai jawaban atas perkataan Woojin.

Ia tak peduli, yang terpenting saat ini adalah Woojin ada disamping nya.

Jika orang lain yang tak mengenal Jihoon dengan baik maka sudah pasti akan mengira bahwa Woojin akan risih dengan kehadiran Jihoon yang selalu ingin menempel dengan Woojin, pengecualian saat Jihoon sedang bekerja. Namun tentu saja tidak dengan Woojin!

Pemuda itu justru merasa senang melihat Jihoon yang seperti itu, terlebih Woojin mengetahui bagaimana depresi nya Jihoon kala Woojin tak berada di sekitar nya.

Tanpa Jihoon tahu dan sadari sejujurnya Woojin selalu memantau Jihoon, lantaran dokter yang menangani Jihoon adalah sepupunya sendiri.

Woojin yang melihat tingkah Jihoon, akhirnya langsung merangkul kekasih nya dengan tiba tiba.

"Terimakasih kau selalu ada untukku Jihoonie-ku," bisik Woojin di telinga Jihoon.

Jihoon hanya tersenyum malu malu mendengar Woojin, sembari menganggukan kepala nya pelan.

Kedua nya terlihat bahagia, dan tanpa ragu mengumbar kebahagiannya itu di depan lobby apartemen Jihoon, seolah olah hanya mereka berdua yang berada disana.

Banyak pasang mata yang mendapat tontonan kebahagiaan sepasang sejoli itu menatap iri ke arah keduanya.

"Ugh, mengapa aku harus mendapat tontonan gratis seperti ini, tak tahukah bahwa aku masih single!" pekik tertahan salah satu gadis yang sedari tadi berada tak jauh dari posisi Jihoon dan Woojin.

———

TBC

See you next chapter

Please leave comment and vote

.
.
Seya

MIRACLE [2PARK]Where stories live. Discover now