2. Naima Rosdiana

3.1K 205 1
                                    


⁠۝ ⁠۝ ͒⁠۝ 


Setelah susah paya aku mengumpulkan segenap kesadaran. Aku merasakan sesuatu yang aneh dan dingin menggelitik perutku. Tepatnya jari tangan seseorang yang bergerak halus mengelilingi pusarku.

Aku membuka mata perlahan, cahaya matahari pagi yang masuk di sela-sela gorden cukup menyilaukan. Saat kulirik ke sumber yang menyita perhatianku beberapa detik yang lalu, aku langsung berteriak ketika mendapati Ezard hampir mencium perutku yang telanjang.

Entah sejak kapan, yang jelas laki-laki itu berniat melecehkanku. Demi Tuhan di detik berikutnya aku kembali berteriak ketika baru menyadari bahwa ia bertelanjang dada, dan parahnya lagi ia hanya memakai celana pendek hitam yang cukup ketat.

Ya Tuhan! Apa dia sekarang ingin mengotori pikiranku dengan tubuhnya yang indah itu?

Ralat!

Maksudku–yang terbuka itu!

Aku ingin melarikan diri segara, tapi sayang tubuh yang tadi kulihat bergerak lebih cepat dari dugaanku dan menindihku. Tangannya melilit tubuhku. Wajahnya hampir tidak berjarak kalau saja aku tidak berusaha menahan dadanya dengan tanganku agar tidak terlalu dekat.

"Nai, diam! Atau kau akan menghancurkan rumah ini dengan suaramu!"

Dia menyentak tubuhku cukup keras. Di detik itu juga aku membatu dan yang kulakukan hanya diam sambil menatap mata Ezard penuh kegelisahan.

Berharap di detik itu juga bahwa yang kualami pagi ini hanyalah mimpi. Tapi seluruh tanda-tanda menunjukkan kalau ini bukanlah mimpi. Ezard nyata. Aku bisa merasakan telapak tangannya yang diingin mencengkram pinggangku. Aku bisa mencium aroma segar mulutnya dari jarak sedekat ini. Dan aroma tubuhnya yang segar seperti dedaunan yang terkena embun pagi.

Dan—

Seringainya menambah keyakinanku jika aku sedang tidak bermimpi.

Oh tidak!

Aku tidak bisa terus-terusan dalam posisi seperti ini. Tidak mungkin juga membiarkan Ezard leluasa dengan tubuhku. Ingat, tubuhku adalah milikku, hidupku adalah milikku, jadi seperti apa aku ingin menjalaninya orang-orang tidak perlu nyinyir.

Ayolah! Aku tidak mau lama-lama terkurung di bawah tubuh besar si tuan maha sempurna yang dimana satu tangannya mulai menyingkap pakaianku dan menari bebas di atas perutku, mengitari pusarku berulang-ulang.

Demi apapun aku tidak bisa mengendalikan diri. Saat itu juga aku melotot hampir menahan wajah, tapi lagi-lagi Ezard menghalangi dan membekap kedua tanganku ke belakang punggungku sendiri.

Yang lebih mengejutkan lagi, lelaki itu menggapai dasi di atas nakas, mengikat kedua tanganku kemudian. Aku sempat melawan dan hanya berakhir sia-sia, karena kekuatan anak laki-laki itu tidak sebanding denganku.

"Ayolah, Ezard. Apa kau ingin memperkosa diriku?" Kepalaku terangkat sedikit, menantang Ezard yang tepat berada di atasku dengan jarak yang bisa kupastikan hanya satu sentimeter.

"Siapa yang akan percaya padamu? Tidak ada orang yang pernah melaporkan ke pengadilan kalau seorang suami telah memperkosa istrinya." Nafasnya menyapu wajahku. Dengan mata kami yang hanya berjarak beberapa senti, aku bisa lihat dari jarak sedekat ini keindahan binar matanya. Dan yang lebih menjengkelkan, ia terus saja tertawa geli.

"Kau membuka bajuku dan menyentuh perutku tanpa izin! Apa namanya jika bukan pemerkosaan?!"

Ah, aku melotot lebih banyak pagi ini. Dan si Ezard ini tidak memiliki reaksi apapun selain reaksi menyebalkan yang rasanya membuatku ingin memakannya.

Season With You || Lee Jeno [✓]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora