#5

4.1K 251 7
                                    

Kenyataan jika Theo kembali dingin seperti di awal tidak membuatku senang.

Aku bukannya tidak sadar jika dia memilih untuk menghindariku seharian ini. Ketika tak sengaja aku berpapasan dengannya, dia akan berpura-pura tidak melihat dan mengabaikan eksistensiku.

Harusnya aku senang bukan?

Kenyataannya tidak.

Aku justru merasa kehilangan. Kenyataan bahwa aku memiliki perasaan terhadapnya telah membuat fungsi kesadaranku menurun.

Contohnya siang ini. Aku sama sekali tidak bisa fokus mengikuti mata kuliah yang kebetulan diampu olehnya. Slide demi slide dan kata demi kata yang diterangkan Theo sama sekali tidak masuk ke dalam mesin pemrosesan informasiku.

"Miss Sunjaya, coba ulangi apa yang baru saja saya terangkan."

Mati aku!

Aku menoleh ke arah Aubrey yang sialnya memilih untuk berpura-pura fokus mencatat. Dasar tidak setia kawan.

"Jadi?"

Ah, lebih baik jujur saja.

"Maaf, saya tidak fokus mendengarkan." jawabku sedatar triplek, berusaha menyembunyikan kepanikan yang tentu saja melanda diriku.

"Setelah kelas berakhir, silahkan ke ruangan saya."

Aku menatap Theo tidak percaya.

"Mengerti? Atau anda mau keluar dari kelas saya sekarang?" bulu kudukku merinding seketika mendengar deep husky voice milik Theo yang terasa sangat mengintimidasi.

Apakah hanya perasaanku saja kalau Theo terlihat sedang menahan amarahnya?

Masa iya hanya karena masalah kemarin pria itu marah?

"Miss Sunjaya, aku tahu kau tidak tuli."

"Baik, Mr. Roberts." jawabku pada akhirnya.

"Bagus. Sekarang perhatikan ke depan."

Aku menghela nafas lega saat Theo memutuskan untuk melanjutkan penjelasan materinya yang sempat tertunda. Terdengar kekehan lirih dari arah kanan. Siapa lagi, kalau bukan si manusia brengsek tak setia kawan?

Sengaja tak kugubris ledekan gadis blasteran itu. Aku berusaha keras mengumpulkan konsentrasiku untuk memahami apa yang keluar dari mulut Theo, bukan memandangi sosoknya yang terlihat menawan dari atas sini.

Seperti bagaimana bibir tipis itu bergerak, gestur tubuhnya saat tengah menjelaskan, dan senyuman puasnya saat siapapun yang dia tunjuk secara acak untuk menjawab pertanyaannya bisa menjawab sesuai dengan apa yang diharapkannya.

Satu jam terasa seperti setahun. Setelah dia mengakhiri kelasnya, tatapannya terasa seperti laser—menusuk—ke arahku yang baru saja bangkit dari kursiku. Hanya sepersekian detik, sebelum keluar dari kelas disusul mahasiswa lainnya.

Menyisakan aku dan Aubrey. Kami memutuskan untuk keluar paling akhir.

"Good luck. Kutunggu kabar baiknya." Aubrey mengedipkan sebelah matanya sebelum melesat ke arah yang berlawanan denganku.

Tidak ingin membuang waktu lebih lama, aku segera berlari menuju ruangan Theo yang anehnya tiba-tiba saja jadi terpisah dari yang lain.

Aku menarik nafas dalam-dalam sebelum menghembuskannya secara perlahan. Oke, Mainaka, kuatkan dirimu. Theo hanya manusia biasa. Dia bukan dewa. Kau hanya perlu takut pada Tuhan. Setelah merapal beberapa doa, aku membulatkan tekad untuk mengetuk pintu. Tidak sampai tiga kali, terdengar sahutan dari dalam.

Crown Prince of Greece (TERBIT)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن