hancurnya semua harapan

1.5K 83 4
                                    

Pagi hari selalu disambut dengan ceria oleh seorang Aliefa. Semua kerabat dan keluarga dari jauh pun sudah lengkap berkumpul di kediaman Kusumah.

Pesta pernikahan impian Aliefa pun tiga hari lagi akan berlangsung. Dan semua itu tak lepas dari ke-ikut sertaan keluarga besar Kusumah yang sejak satu minggu itu turut membantu Aliefa dan Sofia.

Sungguh, Alifa tidak mampu menyembunyikan perasaan bahagianya di depan semua keluarga besar yang berkumpul. Dia selalu bersenandung riang dan tersenyum hingga membuat semua keluarga besar Kusumah geleng-geleng kepala melihat kelakuan si cikal Kusumah yang selalu dipenuhi semangat setiap harinya.

Alifa dan Andrean sedang dalam masa pingitan sebelum pesta pernikahan kelak. Niat kedua keluarga tak jauh dari agar kedua mempelai lebih merasa saling merindukan dan merasakan betapa manisnya akhir penantian karena menahan beratnya rindu selama tidak bertemu.

Bahkan Mereka tidak di ijinkan menelpon satu sama lain ataupun hanya sekedar bertukar pesan. Tetapi ... Jangan meragukan Aliefa yang terlampau semangat dan keras kepala itu, entah bagaimana caranya, Alifa selalu mampu mengirimkan pesan singkat kepada Andrean meski isinya tidak terlalu penting.

"Ifa ... aku pamit ke luar kota untuk menghadiri meeting penting menggantikan papa hari ini." Pesan masuk dari sang kekasih hati membuat senyum yang terukir di bibir alifa menjadi kian surut

Entah kenapa tiba-tiba Alifa merasakan sesuatu yang sangat tidak nyaman di hatinya yang sukses membuat keceriaannya hari ini sedikit berkurang.

"Baiklah, calon imam berhati-hatilah di jalan dan semoga selalu dalam lindungan-Nya. Aamiin ❤." Itulah balasan pesan yang dikirimkan Alifa untuk kekasih hatinya

Perasaan Alifa semakin dilanda tidak nyaman dan kesedihan seakan menghampiri sisi hatinya yang seharusnya berbahagia. Namun, Alifa selalu mencoba untuk tetap berfikir positif dan menjauhkan semua pemikiran-pemikiran negatif yang sama sekali tidak ingin ia pikirkan.

Ia menyibukkan diri dengan membantu beberapa kerabat dalam menyiapkan semua persiapan untuknya kelak. Meski pikirannya selalu tertuju pada kekasih hati yang entah kenapa perasaan yang tak nyaman tadi semakin membuatnya merasa sangat ingin menangis.

"Kakak!" Teriakan Syakir mengejutkan lamunan Aliefa.

"Ya ampun dek, tidak perlu berteriak keras seperti itu. Kakakmu ini masih bisa mendengar." Gerutu Aliefa pada Syakir.

Tawa Syakir mengudara, tatapan nya sedikit terlihat lega kala menyadari kakaknya tidak terlalu sedih. Entah apa yang kakaknya itu sedang fikirkan, tidak biasanya Syakir melihat kakaknya terlihat sedih. "Aku sudah memanggilmu sejak tadi kak, tapi sepertinya kakak sedang melamun."

"Emang ada manggil dari tadi?"

Syakir mengangguk "iya, aku memanggilmu bukan hanya satu kali, tapi tidak ada respon."

"Kakak tidak melamun dek, kakak lagi fokus ini ... bikin kue." Tunjuk Aliefa mengalihkan pandangannya dari Syakir. Aliefa tau jika Syakir menyadari perubahan sikapnya hari ini.

Syakir merasakan adanya perubahan di diri kakaknya yang sangat kentara. Kakaknya itu selalu ceria dan bersemangat, entah kenapa siang ini tiba-tiba menjadi sosok yang pendiam dan sedikit murung.

Syakir menarik tangan kakaknya tanpa permisi "sepertinya kakak butuh menghirup udara segar."

"Eh eh mau dibawa kemana itu cikal Kusumah? Lagi masa pingitan. Tidak boleh jauh-jauh!" Suara dari bibi Mirna, adik ibu dua Kusumah terdengar sedikit berteriak

"Syakir hanya ingin mengajak kakak jalan-jalan di depan bi, tenang saja." Syakir sedikit berteriak menjawab pertanyaan Mirna.

Aliefa hanya mampu menggelengkan kepala melihat tingkah laku adiknya yang selalu mampu menghibur dan selalu ada untuknya itu.

Our Vow (End)Where stories live. Discover now