The Final Battle

273 15 2
                                    

"Senang melihatmu dalam keadaan sehat, Zhi. Kamu terlihat berbeda dengan rambut panjang seperti sekarang" Arthur memulai percakapan diantara mereka.

Zhianne terdiam berusaha menormalkan detak jantungnya.

"Aku sangat senang melihatmu. Sepertinya malam ini aku bisa tidur nyenyak. Terima kasih karena telah memilih untuk tetap sehat dan maaf untuk segalanya" kata Arthur tulus.

Zhianne sedikit tersenyum kemudian berkata,"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Kak. Aku juga senang melihat Kakak sehat" Zhianne tampak canggung.

"Lusa aku akan berangkat ke Paris. Aku akan mengurus perusahaan di sana. Mungkin aku tidak akan kembali" Arthur terdiam.

"Kenapa seperti ini? Apa perasaannya berubah?" batin Zhianne.

Keduanya terdiam. Zhianne menundukkan kepalanya sedangkan Arthur terus menatap wajah Zhianne.

"Apa ini waktu yang tepat? Apa akan terasa canggung? Ataukah terkesan memaksa? Tapi aku tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang ada" batin Arthur.

"Aku rasa tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Aku akan ke dalam, Kak" kata Zhianne. Zhianne hendak melangkah namun tangannya ditahan Arthur.

"Aku ingin mengatakan sesuatu. Tolong bertahan sedikit lagi" pinta Arthur. Zhianne menganggukan kepalanya dan berbalik menghadap Arthur.

"Aku tidak tahu apa ini waktu yang tepat. Tapi aku tidak ingin kehilangan kamu lagi, Zhi. Aku...aku... perasaan ini masih sama untukmu. Hati ini masih untukmu. Aku mencintaimu, Zhi"

Zhianne menatap Arthur. Ia tidak bisa berbicara setelah mendengar pengakuan Arthur yang tiba-tiba. Mulutnya terasa berat untuk berbicara. Ia ingin mengatakan kalau ia juga mempunyai rasa yang sama untuk Arthur namun ia sulit untuk mengucapnya.

"Aku tahu kamu tidak mempunyai rasa yang sama untukku. Apalagi ini sudah lima tahun berlalu. Pasti hanya ada kebencian yang kamu rasa. Aku maklumi itu, Zhi. Tapi bisakah kamu katakan bahwa kamu membutuhkanku? Atau kah bisa aku mendengarmu mengatakan untuk tidak pergi?"

Zhianne masih bungkam. Ia masih merangkai kata yang tepat untuk disampaikan kepada Arthur. Namun Arthur yang melihat Zhianne bungkam menyimpulkan bahwa Zhianne benar-benar membencinya. Mata Arthur berkaca-kaca. Ia harus kehilangan cintanya lagi.

Arthur melangkah pelan mulai meninggalkan Zhianne. Air matanya perlahan jatuh. Ia tiba-tiba merasakan sepasang tangan melingkar di pinggangnya. Zhianne memeluk Arthur dari belakang.

"Jangan pergi, Arthur. Aku membutuhkanmu" Zhianne menangis. Arthur berbalik dan memeluk Zhianne dengan erat. Keduanya terisak. Arthur merasa dadanya sesak karena bahagia.

"Terima kasih, Zhi" bisik Arthur.

"Om dan Tante pacaran ya...cie..cie.." teriak Lannie yang sudah berdiri di depan mereka. Arthur dan Zhianne melepas pelukan dengan wajah memerah.

Keluarga Pratama dan Atmaja pun datang menghampiri Arthur dan Zhianne sambil tersenyum.

"Apa Zhi menerima cintamu, Arthur?" tanya Roy penasaran.

"Aku batal ke Paris Ayah. Aku akan menikahi Zhi"

"Jadi Zhi menerima lamaranmu, Nak?"
Pertanyaan ini datang dari Evelyn.

"Arthur tidak melamarku, Tante. Dia hanya mengungkapkan perasaannya. Aku rasa menerima perasaannya belum tentu harus menikah denganya kan Tante?" jawab Zhianne.

"Kamu belum melamar Zhi?" tanya Roy dan menatap Arthur tajam.

"Sebenarnya aku ingin melamarnya Ayah setelah kami berpe....lukan. Tapi si kecil Lannie terlanjur muncul" Arthur sedikit tertawa.

"Om yang terlalu lama memeluk Tante Zhi" celoteh Lannie.

Kedua keluarga besar tertawa mendengar ucapan Lannie.

***

Zhianne tampak berdiri di balkon kamarnya sambil menatap matahari yang perlahan mulai tenggelam sesekali mengelus perut buncitnya.

"Apa yang kamu lakukan di sini, Sayang? Udaranya dingin" kata Arthur sambil menaruh jeket di pundak Zhianne dan mendekap Zhianne dari samping.

"Aku hanya ingin memandang langit sore. Entahlah akhir-akhir ini anakmu selalu saja ingin melihat pemandangan ini"

"Anak kita" ralat Arthur dengan wajah serius. Zhianne tersenyum geli melihat ekspresi Arthur.

"Terima kasih, Arthur" kata Zhianne.

"Untuk?"

"Karena sudah mencintaiku, menjagaku dan mau menghabiskan waktu bersamaku"

"Justru aku yang sangat beruntung, Zhi. Memilikimu dan anak kita yang sebentar lagi lahir. Mari kita hidup bersama sampai tua"

Arthur memeluk Zhianne erat sesekali mengecup puncak kepalanya dan mengusap pelan perut Zhianne.

"Ah aku lupa memberitahumu Arthur. Besok Chan akan datang dan dia ingin bertamu ke rumah kita" kata Zhianne dengan semangat. Arthur sedikit kesal mendengar nama Chan.

"Kenapa wajahmu seperti itu? Kamu cemburu?"
Arthur diam dan semakin kesal.

"Oh...Ayolah Arthur. Apa pantas kamu cemburu di saat kita telah menikah dan aku sedang mengandung anak kita?"

"Aku hanya tidak suka cara ia menatapmu" kata Arthur ketus. Zhianne tertawa. Ia suka melihat wajah Arthur saat cemburu.

"Camkan baik-baik kata-kataku Arthur. Orang yang aku cintai kemarin, saat ini dan sampai kapanpun adalah dirimu, Tuan Arthur Atmaja. Hanya kamu"

Arthur tersenyum senang. "Ayo kita masuk" ajak Arthur. Arthur menggenggam erat tangan Zhianne seakan-akan takut genggamannya terlepas.

***

Setelah menikah, Arthur dan Zhianne menetap di Paris. Arthur mengurus Atmaja Group yang ada di Paris sebagai CEO. Sedangkan Zhianne memilih bekerja sebagai guru vokal di sebuah sekolah dasar dan mereka sedang menanti kelahiran anak pertama mereka.

Nania juga sedang mengandung anak keduanya. Ia bahagia hidup bersama keluarga kecilnya. Sedangkan Kim Chan masih di Seoul. Agensinya makin sukses dengan berhasil mencetak idol-idol berbakat. Ia memang patah hati saat Zhianne menikah. Bahkan ia turut hadir di acara pernikahan tersebut. Namun ia ikut bahagia melihat Zhianne bahagia.

The End

Note:
Akhirnya selesai juga...🥳🥳🥳
Terima kasih readers yang telah membaca, memberikan vote dan komentar untuk cerita ini.

25 Maret 2020

Semua Berawal Dari Sana (End)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora