MSD 24❤

187K 9.9K 1K
                                    

Hoek hoek.

Dua bulan berlalu Radit sama sekali tak mengabari Aina, membuat Aina cemas dan tak memikirkan kondisinya.

Sudah tiga hari, Aina merasakan mual-mual, perutnya terasa keram dan lebih cepat lelah.

Rani segera masuk ke kamar putrinya saat mendengar suara orang muntah.

"Muntah lagi?" tanya Rani melihat wajah pucat Aina.

"Iya, tapi cuma air yang keluar." ucap Aina sambil bengong.

"Terakhir kamu datang bulan kapan?" tanya Rani.

"Bulan lalu. Ini udah mau bulan akhir tapi Aina belum haid bun." ucap Aina duduk di tepi ranjang.

"Ke dokter yuk." ajak Rani membuat Aina bingung.

"Untuk apa? Ini paling masuk angin. Soalnya akhir-akhir ini, Aina susah buat nerima makanan kedalam mulut Aina." ucap Aina menyandarkan kepalanya di bahu Rani.

"Apa jangan-jangan Aina hamil?" ucap Rani membuat Aina terkejut.

"Ha...ha..mil?" tanya Aina gugup dan Rani mengangguk.

Aina tersenyum lalu mengelus perut ratanya, Aina berjalan ke arah kaca dan mengangkat sedikit bajunya.

"Yuk ke dokter." ucap Aina antusias membuat Rani tersenyum.

"Nanti bunda ajak Kevin dulu." Rani pergi meninggalkan Aina.

Aina mengambil heandponenya. Sungguh, Aina tak tenang saat mendengar berita 6 dokter di Jakarta meninggal dunia.

Aina berusaha menelepon Radit, mungkin sudah ribuan kali Aina mengirim kabar. Tapi, tidak satupun mendapatkan jawaban.

Terakhir Radit memberi kabar sebulan yang lalu, sekarang hampir tiga bulan dan Aina sama sekali tak tau kapan Radit pulang.

"Aina ayok." ajak Rani yang sudah siap.

Kevin yang melihat Aina tersenyum.

"Ngapain senyum-senyum?" tanya Aina.

"Gue bakal jadi om dong ya?" ucap Kevin sumringah.

Rani menabok kepala Kevin membuat si empu meringis kesakitan.

"Belum juga periksa. Kamu bakal jadi kakek Vin." ucap Rani membuat Kevin cemberut.

Sepanjang perjalanan Aina terus tersenyum. Jika benar Aina hamil ia akan sangat bahagia.

Mereka sampai di rumah sakit tempat Radit bekerja. Aina melangkahkan kaki ke dalam sana diikuti oleh Rani dan Kevin.

Setelah mendapatkan nomor antrian Aina, Rani dan Kevin duduk di kursi depan ruangan.

"Nyonya Aina."

Ini adalah giliran Aina. Aina sudah masuk bersama Rani. Sedangkan Kevin hanya duduk termenung di depan ruangan.

"Ayo silahkan tidur di sana." tunjuk Dokter kepada kasur pasien.

Aina naik kesana dan tidur terlentang, hatinya sangat berdebarar saat sebuah alat berjalan di atas perutnya membuat Aina tertawa karena geli.

"Kita tunggu hasilnya, silahkan duduk." ucap Dokter dan di angguki oleh Aina.

Aina dan Rani duduk bersebelahan menunggu hasil tes yang belum keluar. Sungguh hati Aina sangat berdebar.

Dokter datang dengan sebuah surat di tangannya, lalu membuka di depan Aina dan Rani.

Sang dokter tersenyum menatap Aina. Dokter yang sudah seumuran dengan bundannya itu menjabat tangan Aina.

My sweet doctor [Sudah Di Serieskan]✓जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें