chapter 0.5 🌱

80 72 0
                                    

-Dari Buku Matematika menjadi Mengenal Dia-

🌱🌱

Langit gelap sebentar lagi akan beralih menjadi terang, menyinari bumi yang gelap gulita tak bisa dibayangkan bagaimana jika jadinya bumi tanpa matahari akankah tetap bisa terang? Sepertinya tidak karena Cahaya bulan tidak sekuat cahaya matahari.

Seorang wanita yang beranjak dewasa masih Setia dengan mimpinya, dia enggan untuk bangun karena dia teringat sebuah kalimat yang mengatakan, bangun untuk menggapai mimpi atau tidur untuk melanjutkan mimpi? dan seorang wanita lebih dulu memilih melanjutkan mimpi setelah itu baru menggapainya.

"Ini udah pukul lima, ayo bangun " ucap Papah Rama disetiap paginya, membangunkan kedua anaknya adalah sesuatu yang membutuhkan kesabaran tapi ia bersyukur mereka mudah di bangunkan walaupun terkadang Liza kembali tidur ketika Rama sudah pergi.

"Iyaa Pah, " jawab Liza sambil mengucek matanya.

"Bangunkan Abang yaah, " setelah menyuruh Liza untuk membangunkan Eza Rama beranjak keluar dari kamar Eza.

Satu hal yang membuat persaudaraan erat itu adalah ketika dalam sebuah masalah salah satu diantaranya mau mengalah meskipun mengalah itu belum tentu kamu kalah, tapi mengalah itu adalah cara terbaik untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.

"Abang? "

"Hmm. "

"Abang bangun. "

"Iya, Abang masih ngantuk. "

"Abangg ayo, " ucap Liza dengan mata tertutup sambil menarik-narik tangan Eza agar bangun

"Iyaa, Ala duluan kekamar mandi. "

"Okee tapi pas Ala keluar Abang harus udah bangun yaa. "

"Iyaa. "

Liza merapikan selimutnya dan tak lupa dengan isengnya Liza melepas selimut Eza untuk ia lipat, setelah selesai Liza beranjak turun dari ranjangnya kemudian melangkahkan kakinya kekamar mandi.

Beberapa menit telah Liza habiskan, ketika selesai memakai skincare atau perawatan kulit Liza keluar dari bathroom dengan kondisi telah rapi dan wangi, "Abang? " ucap Liza kala melihat Eza belum bangun sama sekali.

"Apaa? "

"Abang bangun. "

"Abang ngantuk La. "

"Abang kan harus kerja cari uang buat biaya sekolah Liza, " Eza yang mendengar ucapan Liza langsung bangung, apakah Liza masih marah kepadanya?

"La? " ucap Eza kaget, Eza kemudian berpikir 'apakah adiknya ini masih mengingat ucapan itu? Apakah dia bermaksud menyinggung soal tempo hari yang lalu? Apakah ini hanya ucapan spontan saja? ' pertanyaan- pertanyaan itu terngiang diotaknya.

"Abang? " ucap Liza kala melihat Eza yang hanya diam berkecamuk dengan pikirannya karena ucapannya.

"Maafin Liza, " Liza sadar ucapan spontannya membuat hati Eza terluka.

"Kenapa minta maaf sih La? Abang gak papah."

"Tapi __"

LOVE LINE (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang