Cuilan 2

24 0 0
                                    

Iris kembali menekuni komputernya, tulisan baru sudah bermunculan dibenaknya, setelah seharian merenung, lalu membaca beberapa bab buku yang baru dibelinya, lalu bermain gitar. Kegiatan yang setiap hari dia lakukan berulang. Bagi beberapa orang hidup seperti itu sangat membosankan, tapi bagi Iris ini adalah hidup yang menjadi kenyataan.

Sejenak terlintas di benaknya, apa perlu dia menyapa tetangga barunya? Apa perlu dia memasak cookies andalannya untuk tetangga baru itu? Sebagai wanita yang sangat tertutup hal-hal seperti ini sebenarnya tidak perlu dia pikirkan, tapi kali ini kenapa dia sangat memikirkannya? Dipijatnya lembut keningnya. Ini aneh, jika instingnya mengatakan hal seperti itu, maka dia harus melakukannya, mungkin dia akan melakukannya besok. Dilanjutkannya menekuni komputernya, jemarinya kembali lihai mengikuti pikiran sipemiliknya.

***
Pagi ini agak mendung, tapi karena sudah bertekad untuk mengunjungi tetangga barunya Iris keluar juga untuk membeli bahan-bahan untuk membuat cookies,  dan ini harus spesial, siapa juga yang akan memberikan cookies gosong sebagai tanda perkenalan dengan orang lain. Setelah menggelung rambutnya, gosok gigi dan mencuci wajahnya kemudian, Iris menyambar kunci mobil yang dia gantung di dekat pintu, lalu pergi dengan kaus belel dan celana training kesukaannya tidak lupa topi pink unlimited kesayangannya.

Tangannya penuh dengan belanjaan, selain menulis, memasak adalah salah satu pekerjaan rumah yang Iris sukai, maka ketika sudah ada niat dan kesempatan untuk belanja kebutuhan dapur seperti ini, dia akan membeli banyak hal terlepas dari itu penting atau tidak. Biasanya ketika Iris memasak terlalu banyak, dia akan mengantarkannya kerumah orangtuanya, jika sedang malas keluar dia akan langsung menghubungi Danisha adiknya untuk menjemput makanan itu. Setelah membereskan kulkasnya yang sudah penuh, Iris melanjutkan membuat cookies rasa coklat dan susu yang dia yakini semua orang suka.

***

Gil mengintip jendelanya, seorang wanita dengan stoples penuh cookies sedang berdiri disana, menunggu Gil membukakan pintu. Bukannya Gil ingin membuatnya menunggu, tapi Gil bukan orang yang menyukai basa-basi, ini baru hari keduanya menempati rumah itu, tapi seorang wanita sudah mengunjunginya dengan sestoples penuh cookies. Tidak menutup kemungkinan akan ada orang-orang selanjutnya yang akan mengunjunginya. Tetapi demi kesopanan mau tidak mau Gil akhirnya membuka pintu juga.

"Iya?" Tanya Gil kemudian.

"Oh, hi, a..aku Iris, aku pemilik rumah disebelah itu." Jawab Iris kaku dan berdebar.

"Iya, ada apa?" Tanya Gil lagi mencoba memperjelas pertanyaannya.

"Aku hanya ingin menyapa tetangga baruku, ini aku baru saja membuat cookies." Jawab Iris mulai tidak nyaman karena merasa mengganggu. Bahkan tetangga barunya tidak berniat memberi tahu namanya.

Gil menerima stoples kaca bening itu, dan mengajak Iris memasuki rumahnya. Gil tidak berniat sedikitpun untuk mengajaknya masuk, tapi dia harus mengucapkan rasa terimakasih karena sudah dikunjungi dengan cookies.

"Silahkan duduk." Perintah Gil. "Teh atau kopi?" Tanyanya kemudian

"Kopi, hm, tanpa gula." Jawab Iris

Beberapa menit kemudian Gil datang dengan dua gelas kopi dan cookies buatan Iris yang sudah terusun rapi disebuah piring kaca bening.

"Silahkan." Ucap Gil lalu duduk dihadapan Iris. "Aku Gil, hmm, apakah kebiasaan di kompleks ini mengunjungi setiap pendatang baru?" Tanya Gil, langsung ke topik yang ingin sekali dia ketahui.

"Eh, oh, tidak juga, rumah ini sudah 3 tahun ini tidak ada yang menempati, jadi aku datang untuk menyapa. Apakah aku mengganggu?" Tanya Iris agak tersinggung.

"Sedikit, tapi aku akan mempersiapkan diri untuk itu." Jawab Gil santai.

"Maaf kalau sudah mengganggu kalau begitu, harusnya tadi tidak mengajak masuk, tapi sayang sekali, sudah dibuatkan kopi yang enak membuatku tidak ingin beranjak." Jawab Iris mengumpulkan kepercayaan dirinya, karena bukan saatnya menjadi seorang pendiam seperti biasanya, jika bertemu orang yang mencoba mendominasi keadaan seperti ini.

Senyum terukir diwajah Gil. "Oh iya tentu saja, silahkan. Aku tidak berniat mengusirmu." Balasnya mulai tertarik. "Sudah lama tinggal disini?"

"Tiga tahun, ketika aku pindah kesini, pemilik rumah ini pindah ketempat lain. Oh iya, aku juga bukan orang yang suka basa-basi, tapi intuisiku menyuruhku untuk menyapamu, Gil, iyakan?" Tanya Iris memastikan.

"Intuisi? Apakah kamu selalu menggunakan intusimu untuk menyelesaikan sesuatu?"

"Terkadang." Jawab Iris singkat

"Kemarin aku mendengatkanmu bermain gitar."

"Oh ya? Apakah itu mengganggu?"

"Aku tidur nyeyak karenanya."

"Nanti suatu saat, ketika kamu merasa terganggu, aku tidak masalah jika diingatkan." Ucap Iris.

"Oh, iya tentu saja. Bagaimana kamu menghabiskan hati-harimu?"

Sejenak Iris terdiam, mungkin Gil mengetahui sesuatu tentang tulisannya, sebagai penulis anonim dia tidak ingin identitasnya terbongkar, tapi apakah dalam keadaan seperti ini berbohong itu begitu perlu?

"Tidak apa, tidak perlu dijawab." Lanjut Gil kemudian, menyadari ketidaknyamanan Iris.

Senyum Iris mengembang. "Kalau begitu, aku permisi dulu, kopiku juga sudah habis, lain kali kita bercerita lebih banyak, ketika kita sudah begitu dekat."

"Jadi kita akan bertemu lagi?" Tanya Gil memastikan.

"Kenapa tidak? Berkunjunglah kerumahku, kapan-kapan saat kamu tidak sibuk."

"Minggu depan pada hari yang sama aku akan bekunjung, terima kasih cookiesnya, sangat enak, tapi jujur saja aku tidak menyukai sesuatu yang manis, lain kali berikan aku sesuatu yang belum pernah kamu buatkan untuk orang lain ketika aku berkunjung nanti dan jangan terlalu manis." Pinta Gil sambil tersenyum.

"Aku kira semua orang menyukai cookies." Ucap Iris membalas senyuman Gil tulus. "Aku menunggu." Lanjutnya dan kemudian berlalu.

***

Tanpa disadari, cinta bisa muncul diantara canggung dan ketidaknyamanan. Berhati-hatilah, aku sudah mengingatkanmu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 06, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

KARENA CINTA TAK PERLU DICARIWhere stories live. Discover now