10. Kemarahan Adara

16.4K 965 57
                                    

Siang itu, Adara pergi ke salah satu wahana bermain untuk melakukan kencan pertamanya dengan Adrian. Semalam Adrian membuat janji untuk bertemu dan berkencan di tempat itu, dimana banyak anak muda melakukan hal yang sama seperti mereka. Dari matahari terbit Adara sudah tidak sabar untuk menyambut hari ini, bahkan dari semalam Adara tidak bisa memejamkan matanya-sejak Adrian memintanya untuk menjadi kekasihnya waktu itu.

Maka disinilah Adara berada saat ini, duduk disalah satu bangku panjang yang disediakan untuk para pengunjung taman hiburan sambil memandangi beberapa pasangan muda yang nampak menikmati kencan mereka. Adara mengulas senyum dibibirnya sambil membayangkan hal apa yang akan ia dan Adrian lakukan di tempat itu. Setahunya Adrian sangat menyukai hal-hal yang berbau ekstrim dan itu berbanding terbalik dengan dirinya yang begitu penakut. Adara membayangkan pasti mereka berdua akan kembali berdebat dalam menentukan wahana mana saja yang akan mereka naiki nantinya.

Dengan resah, beberapa kali Adara mengecek jam ditangannya. Detik berganti menit, menit berganti jam namun tak ada tanda-tanda kemunculan Adrian di tempat itu. Adara bahkan tidak bisa menghubungi ponsel Adrian. Rasa curiga menghinggapi hatinya namun langsung ditepisnya dengan segera. Adara yakin Adrian akan menepati janjinya, apalagi ini adalah kencan pertama mereka. Adrian takan mungkin melewatkan moment itu begitu saja. Dan dengan sabar Adara masih menunggunya ditempat itu hingga tanpa sadar matahari mulai terbenam. Tempat itu juga sudah sepi pengunjung, lalu seorang security menghampirinya dan memberitahukan bahwa tempat itu sudah akan tutup.

Disaat itulah Adara menyadari bahwa Adrian tidak mungkin datang menepati janjinya. Rasa kecewa, marah dan sedih yang ia rasakan seakan terkalahkan oleh rasa khawatirnya terhadap keadaan pria itu. Dia takut sesuatu yang buruk telah menimpa kekasihnya itu, apalagi tidak biasa-biasanya Adrian mematikan ponsel miliknya.

Dengan terburu-buru Adara berlari menerobos hujan yang turun untuk menemui Adrian. Entah sudah berapa taxi yang ia berhentikan, namun sialnya tak ada satupun dari mereka yang mau memberinya tumpangan. Dan seolah menambah kesialan di hari ini ponsel miliknya juga habis baterainya sehingga ia tidak bisa memesan transportasi online diwaktu yang sama.

Adara merasa kedinginan dengan sekujur tubuh yang basah kuyup oleh hujan. Dia sudah ingin menangis, tapi kalimat Adrian waktu itu seketika terngiang di telinganya. Menguatkannya kembali.

"Jangan menangis. Sudah ada aku disini...." Seperti biasa kalimat itu selalu berhasil menjadi mantra ajaib yang menenangkan bagi Adara dikala ia ingin menangis.

_____________________

Adara menatap Bagas yang duduk bersandar di ranjang rumah sakit dengan pandangan sedih. Wajah tampan Bagas bahkan sudah tidak jelas bentuknya, banyak sekali luka memar disana sini. Belum lagi bagian pelipisnya yang sobek sehingga harus mendapatkan beberapa jahitan.

"Tidak apa-apa, tiga sampai lima hari juga luka ini akan sembuh."

Adara tahu, Bagas mengatakan itu hanya untuk menenangkan Putri-adik perempuannya yang kini sedang menangis sesenggukan disampingnya. Dan Adara juga tahu, luka-luka di wajahnya tidak mungkin hilang dalam waktu dekat.

Namun bukan itu yang mengganggu pikiran Adara saat ini, karena sekalipun luka itu tidak akan pernah sembuh, Adara akan tetap berada disamping Bagas, tidak peduli meski Bagas tidak sesempurna yang dulu. Lagipula sekarang Adara juga wanita cacat setelah sesuatu yang menjadi kebanggaannya telah direnggut oleh Adrian. Jadi untuk apa ia mempermasalahkan ketidaksempurnaan seseorang mengingat kesempurnaan hanya milik Tuhan?

"Dara kau melamun?" Teguran Bagas seketika menarik kembali kesadaran Adara.

Adara hanya diam sedangkan matanya menatap Bagas sendu, Bima-adik bungsu Bagas yang kini berada dalam pangkuannya ikut menatap Adara dengan sama bingungnya.

Ex Brother in Law (Tamat)Where stories live. Discover now