12. Terbongkar

4.9K 778 28
                                    

Jadi, turnamen basket se-Jakarta sudah dimulai sejak kemarin. Dan itu artinya, Lova tidak bisa bertemu dengan Arvin di sekolah. Dan tentu saja, itu menjadi kesempatan para siswa untuk membicarakan yang tidak-tidak tentang Lova. Mereka juga tidak sungkan untuk membandingkan Lova dengan Tamara. Dari fisik, prestasi, kemampuan otak, jelas sekali Lova ada di bawah Tamara. Namun, apa yang bisa dia perbuat selain berpura-pura tidak mendengar mereka semua?

Masa bodoh dengan semua perkataan kejam mereka, Lova justru berencana untuk datang ke turnamen basket itu. Tiketnya dia dapatkan dari Arvin. Bahkan, dia juga membelikan tiket untuk Agus. Arvin mengancam akan mendepak Agus dari sekolah kalau dia tidak bisa menjaga Lova selama menonton turnamen. Ya, semacam penyalahgunaan kekuasaan begitu. Meskipun tidak tahu bagaimana caranya, Lova dan Agus termakan ancaman itu.

"Kita ke sana naik apa, Va?" tanya Agus ketika mereka baru keluar dari kelas. Untung saja tidak ada tugas untuk besok, jadi dia bisa menonton turnamen dengan tenang. Lumayan, tiketnya juga gratis.

Lova tampak berpikir. "Kamu beneran mau nemenin aku, Gus?" Bukannya menjawab, Lova justru ikut melemparkan pertanyaan. "Kalau enggak mau juga enggak apa-apa, kok. Aku gak mau kamu maksain ke sana, tapi nantinya malah enggak nyaman."

"Ya, mau gimana lagi? Masa iya aku drop out gara-gara enggak nemenin pacar anak kepala sekolah nonton turnamen basket?" Agus terkekeh sendiri. Kemudian, berhenti saat melihat wajah Lova yang tampak tidak enak hati. "Becanda, Va. Tegang banget wajah kamu," ucapnya sambil sedikit mendorong Lova. "Aku juga emang pengen nonton, kok. Udah dapet tiket gratis, masa mau disia-siain gitu aja? Lumayan juga, aku dapet pengalaman baru. Kalau bukan nganter kamu sekarang, kapan lagi aku bisa nonton turnamen basket?"

"Syukur kalau kamu enggak keberatan sama sekali. Tadinya, aku mau minta kamu pulang aja kalau emang enggak mau." Lova merasa lega mendengar penuturan Agus. Mereka memang sudah berteman hampir 2 tahun ini. Namun, untuk memaksakan kehendak terhadap satu sama lain, itu bukan kebiasaan mereka.

Sepanjang perjalanan, banyak sekali bisik-bisik para siswa yang membahas turnamen itu. Tidak sedikit dari mereka yang memang akan datang, bersama teman mereka. Ada juga yang hanya bisa berharap tim basket pulang membawa piala. Jika saja turnamen diadakan saat kegiatan belajar mengajar sedikit senggang, pasti seluruh penghuni SMA Nusa Bangsa sudah berbondong-bondong menyerbu tempat pengelenggaraannya.

"Mbak Lova."

Merasa namanya dipanggil, Lova langsung menoleh. Dia mendapati Pak Ilham sedang berdiri di depan mobil yang tidak asing lagi untuk Lova. Mobil yang sama saat mengantar Arvin berkonsultasi dengan Dokter Saira. "Lho, Pak Ilham?" Lova celingak-celinguk mencari seseorang. "Bapak ke sini sama Bu Indira? Atau mau jemput Pak Wisnu?"

"Bukan keduanya, Mbak." Pak Ilham tersenyum. Beliau datang ke sekolah ini untuk tugas menjalankan tugas mulia yang diberikan tuan muda Arvin Zachary. "Saya ke sini untuk jemput Mbak sama temennya. Kata Mas Arvin, saya harus antar Mbak ke tempat turnamen."

Kening Lova tampak berkerut. Dia tidak mengerti dengan jalan pemikiran Arvin. Semua ini terlalu berlebihan. Dia bisa memesan taksi online untuk datang ke sana, tidak perlu sampai mengutus Pak Ilham. Lova merasa merepotkan pria paruh baya berkumis tebal itu. Belum lagi dengan pemikiran Bu Indira. Meskipun semua ini keinginan Arvin, Lova tetap takut beliau akan berpikiran yang tidak-tidak. Bukan hanya Agus yang akan didepak dari sekolah, tetapi dia juga.

"Aduh, saya jadi merepotkan, ya, Pak? Saya minta maaf atas permintaan Kak Arvin ini." Lova menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Jadi dia yang meminta maaf atas nama Arvin di sini.

"Tidak perlu minta maaf begitu, Mbak. Ini sudah menjadi tugas saya." Lalu, Pak Ilham bergerak membukakan pintu. "Silakan, Mbak. Mas Arvin sedang tanding sekarang. Jangan sampai Mbak terlambat."

Erotomania [Tamat]Where stories live. Discover now