Story of Singapore (part III)

5 0 0
                                    

Kamis, 02 Februari 2012

Masih tentang sekolah. Ada kebiasaan unik yang selalu kita lakuin di SIS. Kita tiap hari UPACARA! Kalau di Indonesia biasanya cuma hari Senin, nah di sini tiap hari. Upacaranya gak terlalu lama, cuma baris-berbaris, nyanyi lagu nasional, sama... apa yah gue lupa. Poko'nya sebentar. Alasan kenapa kita ngelakuin itu tiap hari udah jelas, karna kita orang Indonesia yang cinta akan bangsanya dimanapun kita berada (padahal alasan utamanya adalah untuk mengurangi jam pelajaran pertama). Apesnya, jadwal pelajaran olahraga kelas IPA adalah jam pertama, jadi jam pelajaran yang berkurang adalah jam olahraga, yang justru kita pengen lama-lama (terkutuklah yang buat jadwal).

Kebiasaan kelas IPA lainnya yang gak formal adalah, sebelum upacara, atau kadang sesudah, kita nongkrong dulu di kantin buat ngerjain SUDOKU. Iya, tau kan, ngisi angka-angka di kotak-kotak itu. Di media cetak pagi Singapore, selalu ada sudoku di halaman depannya. Jadi kita dari rumah masing-masing bawa koran, sampai di sekolah ngerjain sudoku, biar nambah kecerdasan (padahal mah emang iseng aja). Kita cepet-cepetan ngisi sudokunya. Dan seperti yang kalian tau, selama masih ada Andika dan Dhana, gue gak pernah bisa selesai paling pertama (walaupun itu gak berarti gue bisa selesai ketiga setelah mereka). Perbedaan yang cukup jelas antara koran di Indonesia sama koran di Singapura. Kalau di Jakarta (biasanya) selalu ada TTS (teka-teki silit, eh silang), dimana kita diuji mengenai pengetahuan mengenai kosakata, sementara koran Singapura ada Sudoku, dimana kita diuji mengenai kemampuan berfikir secara logis. Karena kalau salah ngisi satu kotak aja, wassalam, dan mending korannya dirobek aja daripada nge-trace back kotak mana yang salah paling pertama.

Jam pelajaran dan sistem mengajarnya hampir sama ky' sekolah-sekolah pada umumnya di Indonesia. Karna di kelas cuma ada 9 orang, maka pola tempat duduknya adalah 3 baris masingmasing 3 kursi. Tiap hari kita selalu pindah baris, untuk melindungi kesehatan tulang leher biar gak nengok hanya ke salah satu sisi secara terus-terusan (walaupun, dimanapun baris yang gue tempatin, gue selalu ngeliat depan, bukan ngeliat papan tulis atau gurunya, tapi ngeliat Mitha yang ada persis di depan). Pelajaran yang paling gue suka selain olahraga tentunya, adalah Sejarah, PPKn, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia, dan English Conversation. Alasannya adalah karena di pelajaran itu kita bisa gabung sama kelas IPS yang muridnya cuma 5 orang itu, jadi kelas semakin rame.

Oia, ini yang paling kampret. Entah apa yang ada dipikiran Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta. Mungkin mereka menganggap karna tinggal di luar negeri, kita dianggap pintar. Padahal ya sama aja, buktinya, gue gak pinter, untuk ngejawab akar 25 aja masih pake kalkulataur, itupun jawabannya salah. Karena anggapan yang tidak berdasar tersebut, maka SOAL UAN KITA SAMA DENGAN APA YANG ANAK-ANAK SMA 8 JAKARTA DAPETIN. Kami yang tingkat kecerdasannya gak lebih baik dari kanguru Australia ini disuruh ngerjain soal-soal buat anak-anak yang kerjaannya tiap hari bimbel sana sini. SMA Negeri 8 Jakarta adalah yang terbaik se-Indonesia. Sedangkan kita, berbanding terbalik jungkir balik ketar ketir jerih payah (apasih). Untungnya, dengan kenyataan seperti itu, gue dan temen-temen jadi rajin stadium 4 (selain jadi stress juga pastinya). Kemana-mana bawa kumpulan soal. Dikit-dikit ngerjain soal. Kalau gak matematika, kimia, atau biologi. Disaat seperti inilah, disuatu ketika, saat kita semua kumpul di meja kantin buat ngerjain soalsoal, kita pandang-pandangan satu sama lain, dan salah satu dari kita berkata, "teman-teman, kita telah melewati semuanya bersama-sama, sedih seneng bareng, ketawa nangis bareng, mandi bareng (gue langsung nyaut, "Mitha gak!"), dan ini adalah momen tersulit dalam hidup, demi keberlangsungan masa depan kita, dengan pertimbangan kalau gak lulus kita bakal dihanyutkan di pantai perbatasan Batam dan dimakan hiu, maka kita harus saling gotong royong!". "SETUJUUU!!!", dan semua berpelukan. Oke, gak sedramatis itu kejadiannya. Intinya kita harus saling membantu.

Pelajaran yang kita yakin kalau kita bisa ngerjain sendiri-sendiri adalah Bahasa Inggris (ya iyalah, tinggal di Singapore gak bisa ngerjain soal Bahasa Inggris mah mending balik aja ke Citereup), Bahasa Indonesia, Biologi, dan pelajaran-pelajaran lain yang kira-kira masih bisa dinalar dengan logika dan pengetahuan. Untuk Bahasa Mandarin, kita semua berserah kepada Aceng dan Suhe yang sehari-hari di keluarga mereka ngomong dengan bahasa itu. Biar gak ketauan banget, kita salah-salahin dikit jawabannya. Nah waktu UAN Matematika ini yang gue udah berserah diri banget sama yang Maha Kuasa. Ini kenyataannya. Dari 30 soal pilihan ganda, GUE CUMA BISA NGERJAIN 3 SOAL, itupun gak yakin. Sisanya, gue nanya ke temen-temen lainnya. Tentunya, jawaban si Andika yang jadi prioritas utama. GUE DAPET NILAI PALING TINGGI dengan nilai 7.33 (bener 22, CUMA SALAH 8). Gue malu tingkat dewa. Gue yang celingak celinguk saat UAN Matematika, yang cuma bisa ngerjain 3 soal, malah dapet paling bagus nilainya. Andika aja nilainya cuma 6 koma sekian. Kenapa gue bisa bener banyak, karna gue cerdas (licik lebih tepatnya). Kalau gue berfikir jawaban Andika kurang tepat, maka gue akan nanya ke tementemen yang lain. Contoh: jawaban andika A, gue gak yakin. Gue nanya Mitha sama Dhana. Mereka jawab B. Nah itu pasti jawabannya B, walaupun Andika paling pinter di kelas. Temen-temen gue cuma bisa ketawa garing saat tau hasilnya seperti itu. Gue yakin mereka menyesal seumur hidup udah ngasihtau jawaban UAN Matematika. Mereka juga sama saling contek-contekan, bedanya ya cuma gue emang lebih beruntung aja mungkin, muahaha *ketawa iblis.
Nilai-nilai lainnya normal-normal aja. Bahasa Inggris dapet 8 koma. Mitha dan Dhana dapet 9 koma. Nilai Bahasa Indonesia gue TERTINGGI jenderal, 8 koma. Selebihnya patut disyukuri, karna soal-soal yang kita kerjakan adalah sama dengan murid-murid laknat dari SMA 8 Jakarta.

Me Against The LoveWhere stories live. Discover now