Bab 1 : Bantuan

227 52 5
                                    

Caera bingung harus bagaimana, ia berfikir kalau ia dipanggil oleh-ny artinya ini adalah hari terakhirnya di sekolah. Caera dengan berlari keluar pintu.

" Woiii..., ngapa lu lari ?!! " Aaron membuang puntung rokoknya, lalu mengejar Caera yang berlari.

" Eh... Berhenti " Tambahnya.

Caera menengok ke belakang dan menemukan Aaron yang semakin dekat ke arahnya, ia tau kalau ia akan kalah, karena secara kecepatan berlari ia sangat lemah. Ia berhenti. Caera memejamkan matanya bersiap merasakan pukulan dari Aaron.
1
2
3
Tunggu kenapa tidak ada pukulan apa pun. ? Perlahan lahan ia membuka matanya ia baru menyadari kalau Aaron sudah berdiri di depannya dengan nafas tak beraturan.

Mata mereka sama sama terkunci untuk beberapa saat sebelum akhirnya Caera tersadar dan hendak berlari kembali tapi terhalang oleh tangan Aaron yang sudah mengunci badan Caera di tengah kedua tangannya.

' shit...' batin Caera.

Aaron melihat wajah Caera intens " Gw, bilang berhenti, berhenti, lu mau buat gw kurus hah. ?!!! "

" Kamu udah terlalu deket sama aku. " Caera berusaha melepaskan tangan Aaron. Sungguh posisi mereka sekarang ini benar benar susah untuk dijelaskan.

" Terus ? "

Caera melihat ke sekeliling banyak murid yang melihat mereka, Ya Caera tau kalau Aaron memang sudah terbiasa menjadi pusat perhatian, tapi bagaimana kalau Caera, dia masih belum terbiasa dilihat orang sebanyak ini.

" Banyak orang yang ngeliat, gw malu. " Jawab Caera sambil menutup wajahnya.

Aaron menatap tajam ke kerumuman, kekesalan terlihat di wajahnya. Kerumunan secara bertahap berkurang dan hanya tinggal Yena anak kelas 11 yang terkenal karena sifatnya yang pemarah.

Aaron melirik diantar Caera dan Yena, memberikan Yena dan Caera masing masing tatapan matanya. Dia mengamati sekeliling nya, mengetuk sepatu nya berulang kali di lantai marmer, sepertinya batas kesabarannya sudah hampir habis, ia berdehem dengan keras, mengakhiri tatapan antara Caera dan Yena.

Yena memberikan senyum genit pada Aaron, Aaron menyeringai lebar melihat ini.

" Suka banget sih jadi pusat perhatian. "
Caera memutar matanya malas.

" Eh Yena. " Dia mulai memberikan isyarat dengan tangan lelah.

Aaron memutar matanya, sedangkan Caera menggigit bibir bawahnya menahan tawa melihat ekspresi malas Aaron.

" Gw pengen ngomong sama si Caera. "
Aaron melihat ke wajah Caera sambil menaikkan alisnya.

Yena tersenyum puas, menatap ke arlojinya lalu meninggalkan mereka dengan lambaian kecil.

" Sampai jumpa. " Ucapnya.

Aaron mencuri pandang untuk terakhir kalinya sebelum ia mengalihkan perhatian penuhnya pada Caera. Wajahnya berubah menjadi bosan, dan menjadi serius dalam hitungan detik.

" Bantuin gw. "

' hah?!! Bantuan, dia becanda kali. ' batin Caera.
Ekspresi pertama kali yang Caera keluarkan adalah kaget dan bingung, bantuan apa yang diperlukan Aaron untuk orang seperti Caera yang b aja.

" Kamu butuh bantuan aku. " Ucap Caera, diakhiri dengan alis terangkat.

Aaron sedikit mengernyit, dan mengangkat bahunya.
" Gw pikir lu paling pinter dibagian ini. "

" Maksud nya. ?? " Caera membalas dengan tatapan tajam, alih alih takut Aaron malah tertawa geli. Tiba tiba Aaron semakin dekat, bahkan sangat dekat ia menaruh tangannya di pundak Caera tatapan mata biru nya sejajar dengan mata coklat madu Caera. Caera menyipitkan matanya saat akan di sentuh Aaron.

" Aku... Butuh... Bantuan .... Dari .... Kamu...." Aaron mengucapkan kata katanya perlahan seolah ia berbicara dengan anak berusia 5 tahun; ia bahkan membuat isyarat degan tangannya seperti yang ia lakukan dengan Yena.

Caera menatap tak percaya, ia menepis tangannya, tersinggung dengan nada yang merendahkan.

" Gw tau maksud Lo apa. " Ucap Caera berbisik agar tidak menarik perhatian orang dari lorong. Aaron membuka mulutnya untuk melanjutkan Kata katanya, namun Caera menyelah lebih dulu dengan mendekatkan bibirnya ke telinga Aaron.

" Pasti Lo suruh gw ngelakuin hal hal yang enggak enggak kan. " Bentaknya.

Aaron tersenyum sedikit, lalu mendekat kan bibirnya pada telinga Caera.
" Lo aja belum tau mau gw apa. " dia bersandar pada loker tetangga.

Caera meringis melihat posisi santai Aaron sebelum berdehem dan meluruskan posisi tubuhnya.
" Well, gak sulit baca pikiran buruk Lo itu, semua orang tau reputasi keluarga Lo yang uwaw, pasti gw harus jadi pembantu dirumah Lo atau tidur sama Lo setiap malem, gw gak mau. "
Caera pergi dari hadapannya meninggalkan Aaron yang berkedip setelah Caera menyelesaikan kata kata nya, lalu tertawa terbahak bahak mengingat pidato kecil yang Caera sampaikan. Kemarahan Caera tumbuh sesaat tapi dia yakin Aaron tidak akan melihat nya.

Caera mengalihkan perhatiannya.

" Tidur sama gw, bukan itu permintaan gw, lagian selera gw lebih tinggi. " Ucapnya di selah tawa.

Caera memutar badannya, ia bisa merasakan pipinya memerah karena malu, Caera bermaksud membalas kata kata Aaron tapi ia sudah kalah, Aaron mendekati Caera lalu menarik tubuhnya ke tempat awal.

" Bukan itu yang gw mau " Aaron berbicara dengan nada bercanda dan bersandar lebih dekat dengan tubuh Caera, Aaron mengangkat alisnya lalu kembali memberikan tatapan penuh padanya.

Caera menarik ujung kemejanya.
" Gw pokoknya gak--"

" Pliss jangan nolak. " Sela nya

Caera melihat wajah Aaron dengan seksama.

" Apa bantuannya. " Caera bertanya dengan tidak sabar, ia harus pergi lebih cepat pergi ke kelas hari ini agar bisa menyelesaikan PR matematika.

" Gw bener bener butuh bantuan Lo. " Keseriusan dalam suaranya membuat jantung Caera berdegup dengan kencang. Dan sekarang Ia sangat penasaran.

" Apa ?? "

Aaron menatap Caera, tatapannya begitu tajam sampai sampai lutut Caera Lemas. Aaron membuka mulutnya untuk berbicara namun ia menutup nya lagi seolah sedang memikirkan bagaimana cara mengucapkan kalimatnya. Dia menghembuskan nafas nya perlahan sebelum mengatakan hal yang tak terduga.

" Gw mau Lo jadi pacar gw.

A A R O NWhere stories live. Discover now