XVII. Tentang Setelahnya

551 58 6
                                    


2 Tahun Kemudian..

    Kalin keluar dari apartemennya tepat pukul tujuh pagi. Gadis itu tak terlihat dengan seragam SMA nya lagi, melainkan dengan pakaian casual yang tampak cocok di tubuhnya. Kakinya tak lagi beralaskan sepatu kets khas anak sekolah, melainkan high heels yang berhasil membuatnya terlihat lebih tinggi. 

    Rambut Kalin yang dulunya panjang kini terlihat lebih pendek, hanya sebahu namun terlihat manis dengan tatanan poni yang tak pernah berubah. Make up tipis menghiasi wajah cantik Kalin, membuatnya terlihat lebih dewasa namun tetap manis dan menggemaskan. 

    Dering ponsel membuat Kalin mengaduk-aduk isi tas nya dan mengeluarkan ponsel dari dalamnya. Gadis itu tersenyum menatap layar benda touch-screennya lalu menekan tombol hijau dan mendekatkan benda itu ke telinganya. 

    “Halo..” sapanya sambil menekan tombol lift dan masuk ke dalamnya. 

    “Iya, nanti Kalin langsung ke sana, kok. Tenang aja, mana mungkin Kalin lupa. Oh iya, Kalin juga udah ngeliat gaun sama tuksedo nya lewat foto. Mas udah di sana? Yaudah, sampai ketemu nanti ya, Mas..” 

    Kalin mengakhiri pembicaraan singkatnya di telepon. Gadis itu tersenyum melihat gantungan ponselnya yang sudah bertahan lebih dari dua tahun. 

    “Pagi, Kuda Poni..” sapanya pada gantungan tersebut. Senyumnya terukir tipis. Kalin teringat dua tahun lalu saat Kikan memberinya gantungan ponsel itu dan mengatakan bahwa itu pemberian Elang sebelum pergi ke amerika. 

*** 

    “Kalin!” 

    Seorang laki-laki dengan setelan kemeja biru dan jeans hitam tampak melambaikan tangannya dari depan pintu sebuah butik. Kalin yang melihatnya segera tersenyum dan berjalan menghampirinya. 

    “Loh, Mas? Udah nunggu lama?” tanya Kalin sambil merapikan tatanan poninya yang tersibak angin. Laki-laki di depannya menggeleng dan tersenyum. 

    “Nggak kok, baru lima belas menit. Ayo masuk..”

    Kalin menurut dan mengikuti langkah laki-laki di depannya. Keduanya masuk ke dalam butik dan langsung disambut seorang pria lemah gemulai yang tampak ramah. 

    “Eh yang ditunggu-tunggu dateng juga. Aloha, Beno Notosudiro! Si ganteng yang satu ini makin kece aja!” pria itu langsung memeluk laki-laki di samping Kalin dan mencium kedua belah pipinya. Kalin menatap risih pria itu lalu tersenyum canggung saat tatapan pria itu mengarah padanya. 

    “Jadi, ini nih calon istrinya? Cantik ya..” pria itu tersenyum sumringah dan langsung memeluk  dan mencium kedua belah pipinya. Kalin hanya bisa memasang tampang pasrah. 

    “Sebenernya dia..” Beno tak sempat melanjutkan kalimatnya karena pria pemilik butik itu keburu menarik tangan Kalin dan membawanya naik ke lantai dua butik mewahnya. 

    “Yuk, kita langsung coba gaunnya..” ajak pria bernama Alan itu semangat. 

    Beno menggeleng-gelengkan kepalanya lalu melangkah menyusul Alan dan juga Kalin. 

    “Gila.. cantik abis..” Kalin menatap takjub sebuah gaun yang dikenakan manekin di depannya. Gaun itu berwarna putih. Panjang menutupi kaki. Tampak langsing di bagian pinggang dan mengembang di bagian bawah. Gaun tak berlengan itu tampak elegan dengan hiasan butiran-butiran mutiara yang berkilauan. 

    Kalin mendekatinya dan menyentuh detail mutiara yang terpasang di bagian depan gaun. Senyumnya mengembang manis.

    “Ternyata jauh lebih bagus dari yang di foto, ya?” kata Kalin sambil menoleh ke arah Beno dan Alan yang berdiri di belakangnya dan tersenyum lebar satu sama lain. 

Romantika TetanggaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora