LAILA - 17

6.1K 314 40
                                    

Adnan menghela napasnya dalam. Ia mengunci pintu ruangannya tepat setelah Laila masuk menyusulnya. Ia menatap Laila yang kini tengah mengedarkan pandangannya kearah seluruh penjuru ruang kerjanya. Seperti mengabsen tiap benda yang menghiasi ruangan ini.

Adnan duduk di sofa, ia melepas jas, melonggarkan dasi, dan melepaskan kacing paling atas dari kemejanya. Perlahan sesak itu muncul, melihat Laila duduk tepat didepannya saat ini.

Laila duduk didepan Adnan dengan tangan terlipat didepan dada. Matanya tajam menatap Adnan menuntut penjelasan. Tapi sepertinya tatapan itu tidak berpengaruh pada Adnan. Lelaki itu bergeming, membuang wajahnya ke arah lain.

"Ck, pengecut" Decak Laila.

Adnan menoleh, menatap kearah Laila yang tengah menatapnya.

"Saya sedang tidak ingin berdebat, Lail" Sahut Adnan cepat. Masih banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. Ia tidak mau pikirannya kacau sebab adanya Laila.

"Kakak kira aku datang untuk berdebat? Aku cuma ingin penjelasan, Kak!" Sahut Laila menuntut.

Adnan menghela napas berat, "Untuk apa penjelasan saya kalau kamu sedang berusaha mengkhianati saya?"

"Saya tau apa yang kamu lakukan dibelakang saya. Pergi bersama laki-laki lain hingga larut malam tanpa mengabari saya, bisa kamu jelaskan tentang itu lebih dulu?" Lanjut Adnan.

Laila mematung beberapa saat, lalu melirik Adnan sekilas, "Baik, aku jelasin"

"Iya, aku pergi sama Rafka. Alasannya karena kakak terlalu sibuk. Aku dirumah sendirian. Aku nggak suka sendirian, Kak, lebih lagi kamu nyuruh ibu yang bersihin rumah bareng aku, aku lebih nggak nyaman lagi sama orang baru. Rafka ngajak aku ke designer yang buat tuxedo yang waktu itu aku gambarin buat dia. Setelah itu Rafka ngajak aku nonton dulu, aku terima, karena apa? Karena kamu juga pasti belum pulang. Handphone aku mati, nggak bisa ngabarin kamu dan aku minta maaf untuk itu" Jelas Laila.

"Kamu memang bisa tahu semua kegiatan aku, aku ada dimana, dan semua pergerakan aku, tapi kamu nggak akan pernah tau alasan dibalik semuanya kalau kamu nggak nanya langsung ke aku" Tutup Laila.

"Kenapa harus Rafka?" Tanya Adnan. Ia masih belum mau mengalah.

"Karena bahkan sebelum aku pacaran sama Rafka, kami adalah teman. Dia dan Nina adalah teman aku" Sahut Laila sembari tersenyum.

Adnan menatap Laila datar. Hatinya bahkan sudah luluh sejak Laila menginjakkan kaki di kantornya. Bagaimana mungkin ia begitu takluk pada gadis yang bahkan masih mengenakan seragam SMA ini.

Adnan berjalan kearah mejanya, membuka laci, dan mengambil sebuah benda berbentuk kotak berwarna putih. Ia mengulurkan benda itu ke Laila.

"Apa ini?" Tanya Laila menerimanya.

"Powerbank, biar kalau handphone kamu mati bisa langsung kamu charger" Ujar Adnan datar.

Laila tidak bisa menahan senyumnya, "Masih marah?"

Adnan menggeleng pelan. Malu-malu membalikkan tubuhnya agar Laila tidak melihat sudut bibirnya melengkung keatas.

"Kak Adnan.." Panggil Laila.

Adnan membalikkan tubuhnya, "Ya?"

"Mau ngulang semuanya dari awal?" Tanya Laila. Ia menatap lurus ke manik mata Adnan.

Adnan terkesiap. Matanya berulang kali mengedip untuk memastikan bahwa benar Laila yang baru saja berbicara.

"Aku harus akui, bahwa Rafka masih ada di hati aku. Tapi, sepertinya masa lalu aku dan Rafka sudah selesai. Jadi, aku mau fokus pada kita" Sambung Laila cepat.

LAILADonde viven las historias. Descúbrelo ahora