LAILA - 9

6.3K 241 14
                                    

This part will be my last update in Pekanbaru before i move to another city for my college.

Disclaimer : This part dominated by awkwardness and cheesy things

#####

"Kalian saling kenal?" Tanya Ika penasaran.

Laila dibuat salah tingkah. Mulutnya bingung menjawab apa, tapi membiarkan Adnan menjawab pertanyaan ini tentu adalah pilihan terburuk.

"Tentu saja, kami--"

"--Kami udah kenal lama, Mi. Ayahnya Kak Adnan sahabat ayahnya aku, jadi kami lumayan sering bertemu" Potong Laila cepat menyalip Adnan.

Adnan menatap Laila, lalu tersenyum miring.

Laila mengabaikan tatapan Adnan, memilih untuk menetralkan detak jantungnya yang sudah diluar ritme.

"Oh begitu, yaudah nak Adnan, ayo masuk" Ajak Ika pada Adnan.

Suasana meja makan yang tadinya sepi kini menjadi sangat ribut. Ika terus-terusan memuji Adnan dan menawarkan Adnan berbagai makanan yang dibuatnya.

Sementara itu Bimo juga tidak jauh berbeda, ia menebar senyum pada Adnan dan dengan bangga mengenalkan keluarganya.

Hanya ada satu orang diruangan ini yang auranya sangat gelap, yaitu Laila. Perempuan dengan tinggi semampai itu tak bisa menutupi kegugupannya. Tangan Laila terus meremas ujung roknya dibalik meja.

Matanya tak lepas barang sesenti pun. Takut kalau ia sampai lengah dan Adnan mengatakan sesuatu yang macam-macam tentang hubungannya pada keluarga ini.

"Lala, kok nggak di makan?" Suara seseorang mengalihkan perhatian Laila.

Laila tersenyum ramah pada Ika, "Ah iya, Mi"

Saat Laila menatap sesendok nasi di dengannya. Kalau saja tidak Adnan, pasti kini ia bisa makan dengan sangat lahap.

Tiba-tiba sebuah daging mampir ke piring Laila. Laila mengangkat wajahnya, menemukan senyum Rafka setelah meletakkan daging itu di piring Laila.

"Makan yang banyak" Ujar Rafka.

Sementara itu Adnan yang melihat kejadian itu meremas gelasnya kesal. Berani sekali laki-laki itu bersikap baik pada istrinya. Dan lihatlah, kini Laila tersenyum amat manis, senyuman yang bahkan belum pernah ia terima.

"Gimana, nak Adnan? Masakan ibu enak?" Tanya Ika yang melihat Adnan melamun.

Sontak Adnan buru-buru mengalihkan matanya pada Ika, "Enak, Bu"

Ika tersenyum senang, "Rafka, kamu punya contoh yang baik nih. Harus jadi seperti Adnan, masih muda tapi sudah sukses" Puji Ika pada Adnan.

Adnan melirik Laila, gadis itu masih terus memandangnya sinis, "Iya Mi, Rafka juga mau jadi seperti kak Adnan" Jawab Rafka semangat, senyum mengembang di wajahnya.

Laila tersenyum miring, "Ck, ngapain coba jadi kayak Adnan" Decak Laila tanpa sadar.

Semua mata sontak menatap ke arah Laila, termasuk Adnan yang kini sudah menggeram kesal.

Laila mendesah, lalu tersenyum kaku menatap semuanya, "Maksud aku.. Hm.. Itu.. Iya bener. Kita kan harus jadi diri kita sendiri, panutan sih boleh tapi kalau nggak jadi diri sendiri kan nggak baik juga. Rafka yang sekarang udah baik kok, nggak perlu jadi seperti orang lain" Cicit Laila sembari tersenyum manis.

Semua orang ber-Oh ria, kecuali Adnan yang berdecak kesal.

Setelah acara makan malam penuh ketegangan itu, Bimo dan Adnan masuk ke ruang kerja untuk membahas pekerjaan mereka, sementara Rafka, Laila, dan Ika bersantai di ruang keluarga. Tangan Laila sibuk menari di atas sketchbook nya. Ia asal menggambar sepasang tuxedo.

LAILANơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ