PF :: Fifteen

1.6K 203 11
                                    

Neta melangkah pelan masuk kedalam rumah bersama Clevo. Hari ini kakinya terasa berat sekali untuk menapak dilantai putih ini. Manik coklat Neta menyisir ke segela arah mencari keberadaan Renjun yang ternyata sudah pulang, terlihat dari mobilnya yang sudah terpakir rapih dibagasi.

"Neta..."

Baru saja dia berdoa agar tidak bertemu Renjun. Namun orang yang saat ini ingin ia hindari berdiri tepat dihadapannya dengan menatapnya sendu. Dengan berusaha tenang Neta menatap Renjun datar. Sebelumnya ia sudah menyuruh Clevo untuk masuk ke kamarnya terlebih dahulu.

"Neta, aku bisa jelasin." ujar Renjun pelan.

"Gak perlu. Kamu tau? Yang mergokin kamu bukan cuma aku, tapi Yeji, Chaewon, Raesung juga pernah. Tapi aku tetep percaya sama kamu. Dan sekarang apa? Kamu malah hancurin kepercayaan aku, Renjun!" ujar Neta dengan sedikit membentak. Wanita itu berusaha keras menahan tangisannya.

Mulut Renjun terbuka, hendak membuka suara namun Neta lebih dulu pergi meninggalkan dirinya sendirian tanpa mau mendengar penjelasan darinya. Memang ini salah Renjun, salahnya yang tidak memberitahu Neta dari awal kejadian yang sebenarnya hingga membuat rumit seperti ini. Renjun merasa menjadi pria bodoh. Hatinya sakit saat melihat istrinya yang menangis karena dirinya. Padahal dulu Renjun sempat berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak membuat Neta mengeluarkan air matanya lagi. Tapi sekarang ia ingkari begitu saja.

Menghela napas pelan, pria itu memilih tidur di sofa. Dia tau mungkin untuk saat ini Neta butuh ruang untuk menenangkan dirinya. Nanti saat keadaan sedikit membaik Renjun akan menjelaskan semua. Semuanya, tanpa terlewati satupun. Renjun tidak bisa seperti ini terus, dia tidak mau membuat Neta bersedih dan menderita seperti dulu. Sungguh, dia tidak bisa.

Renjun hendak memejamkan mata namun diurungkan saat mendapat lemparan benda empuk ke tubuhnya. Pria itu terbangun dan menatap Neta kaget karena ternyata itu ulah sang istri.

"Bagus kalo tau diri. Aku cuma ngasih selimut sama bantal aja." ujar Neta setelah itu berlalu.

Renjun tersenyum tipis. Digenggam erat selimut pemberian Neta tadi. Renjun tau, mau semarah apapun Neta dengannya, wanita itu tidak bisa bersikap cuek barang sedikitpun. Memikirkan hal itu membuat Renjun terkekeh geli. Ah, dia jadi rindu Neta-nya.

"Selamat malam, Neta. Aku sayang kamu. Selalu." ujar Renjun sebelum dirinya terlelap.

ooOOoo

Renjun telah siap dengan kemeja kerjanya. Senyumnya sejak tadi tidak luntur barang sedetikpun. Hari ini dia bahagia karena ternyata Neta benar-benar masih memberikan perhatian untuknya. Terbukti dari wanita itu yang membangunkannya, menyiapkan baju kerjanya. Walaupun kenyataan itulah tugas seorang istri, tapi Renjun tetap bahagia.

"Pagi papa!"

Renjun tersenyum seraya mengecup lembut puncak kepala putra sematawayangnya.

"Mamah mana?" tanya Renjun.

"Ke kamar mandi pah. Mamah tadi mual."

Renjun terkejut. Neta sakit lagi? Kenapa dia tidak tau? Apa dia sudah keterlaluan sampai istrinya sakit saja tidak tau?. Renjun duduk dengam gelisah menunggu Neta. Dia harus menanyakan keadaan istrinya.

Tak lama kemudian pendengarannya menangkap suara ketukan sepatu. Itu Neta. Wanita itu berjalan kearah Renjun dan Clevo dengan wajah datar. Dan Neta hanya memberikan senyum pada Clevo saat dirinya sudah berada didekat mereka.

"Mamah berangkat dulu ya. Tante Siyeon sebentar lagi jemput kamu." ujar Neta seraya mengecup kecil kening Clevo.

"Aku anter." Renjun beranjak, hendak melangkah mendekat pada Neta. Namun wanita itu lebih dulu menggeleng.

"Gak perlu. Aku bareng Raesung." ujarnya dingin kemudian melangkah meninggalkan pasangan ayah dan anak.

Setelah perginya Neta, Renjun hanya bisa menghela napas dan tersenyum lembut pada Clevo yang memandangnya bingung. Dia berusaha sekeras mungkin menutupi masalahnya dari Clevo agar anak itu tidak bersedih. Renjun tidak mau Clevo terkena dampaknya atas masalah yang sedang dialaminya dengan Neta.

"Leo~"

Pekikan cempreng khas Jina terdengan membuat kedua insan yang masih duduk diam dimeja makan menoleh. Clevo dengan cepat langsung menyambar tas ranselnya dan berlalu menghampiri gadis kecil itu. Diikuti dengan Renjun yang terkekeh kecil.

"Lah Renjun? Tumben belom ngantor." ujar Siyeon yang berdiri diambang pintu.

Renjun mengangguk sambil mengambil tas kerjanya yang ia letakkan di sofa ruang tamu.
"Iya, nunggu lo jemput Clev dulu. Sorry ya banyak ngerepotin lo sama Jeno."

Siyeon mengangguk maklum, "santai aja. Gue sama Jeno juga seneng bisa bantu kalian."

Renjun hanya tersenyum. Pria itu kini mensejajarkan tingginya dengan Clevo. Tangannya terulur mengusap pelan surai hitam Clevo kemudian mengecup kening anaknya cukup lama.

"Jangan nakal ya disekolah. Clev juga harus jagain Jina." pesannya pada sang anak.

Clevo mengangguk kecil, "siap papah!"

Siyeon yang masih berdiri disana tersenyum tipis. Sebenarnya dia kasihan dengan Neta dan Renjun yang hubungannya selalu ditimpa dengan masalah-masalah berat.

"Ayo kita berangkat." ujarnya pada Clevo dan Jina.

"Cepet selesaiin, Njun. Gue percaya lu kok." lanjutnya menatap Renjun.

Pria itu berdiri diam menatap kepergian mereka bertiga. Disaat semua teman-temannya memojokkan dirinya, hanya Jeno-lah yang bersedia mengulurkan tangannya memberi kekuatan seraya berkata bahwa pria itu sangat mempercayainya. Dan sekarang Siyeon, istri Jeno juga berkata seperti itu. Renjun benar-benar bersyukur mempunyai teman seperti Jeno dan Siyeon.

Dia harus segera ke kantor untuk menemui Saeron, meminta bantuan pada gadis itu untuk menyelesaikan masalahnya. Bagaimanapun gadis itu terlibat dalam pertikaian ini.

Ya, Renjun harus menyelesaikan masalahnya dan mengembalikan keluarganya agar harmonis seperti sediakala.



Ya, Renjun harus menyelesaikan masalahnya dan mengembalikan keluarganya agar harmonis seperti sediakala

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

PF Huang Renjun
©©baericey
April 2020

[3] Prasaja's FamilyWhere stories live. Discover now