Part 4

134 20 1
                                    

Pagi yang ditunggu Ryosuke pun tiba. Pagi-pagi sekali ia sudah terbangun dan langsung bergegas mandi. Sambil bersenandung pelan, ia mengenakan seragamnya.

Dengan penuh semangat, ia berlari kecil menuruni anak tangga. Dilihatnya Daiki yang terlihat sibuk merapikan diri. Sementara mamanya yang juga sudah rapi dengan pakaian kerjanya, sudah duduk santai di meja makan.

"Ohayou," sapa Ryosuke.

"Ohayou. Ryo, ayo, sini sarapan dulu,"

"Ohayou, Ryo," balas Daiki tanpa memandang Ryosuke, namun saat ia menoleh ia malah histeris. "Wow! Ryo keren sekali," puji Daiki.

"Baru tau?" sahut Ryosuke cuek, sedang Daiki memanyunkan bibirnya.

"Daiki, ayo cepat sarapan. Nanti terlambat," kata Inoo menengahi.

Daiki pun segera mengambil posisi duduk di sebelah Ryosuke. Ketiganya makan sambil mengobrol ringan.

Dering telepon menyela obrolan mereka, yang ternyata adalah ponsel Inoo. Inoo segera menjawab panggilan tersebut, Inoo hanya mengangguk sambil berkali-kali berkata 'Ya', lalu panggilan itu berakhir.

"Mama berangkat duluan, ya? Ada urusan mendadak," kata Inoo sembari menghabiskan susunya dan mengambil bekal makan siangnya.

"Loh, Ma. Sarapannya kenapa tidak dihabiskan?" protes Ryosuke.

"Mama buru-buru. Kalian berdua hati-hati. Sebenarnya Mama berat membiarkan kalian lepas dari pengawalan. Tapi, kali ini Mama percaya sama kalian," kata Inoo seraya mengecup puncak kepala Ryosuke dan Daiki bergantian.

"Iya, Ma. Kita pasti hati-hati," jawab Daiki.

"Ryo jagain adiknya ya, Sayang." Inoo mengusap kepala Ryosuke lalu melangkah pergi.

Sepeninggal Inoo, Ryosuke yang masih belum begitu paham dengan sifat mamanya, bertanya pada Daiki.

"Mama memang selalu sibuk, ya?"

"Itu belum seberapa. Biasanya kalau ada urusan kerja ke luar kota, Mama bisa berhari-hari nggak pulang," jawab Daiki santai.

"Kamu sama siapa di rumah?" tanya Ryosuke lagi.

"Pembantu sama penjaga di depan."

"Nggak takut?"

"Sudah biasa. Sudah ah, ayo berangkat. Nanti terlambat," kata Daiki mengakhiri obrolan mereka. Dengan malas Daiki bangkit dan meninggalkan Ryosuke.

Ryosuke pun bergegas menghabiskan makanannya dan langsung menyusul Daiki yang sudah menunggu di luar. Supir yang akan mengantar mereka pun sudah menunggu.

***

Sekitar 15 menit perjalanan, mereka pun akhirnya tiba di sekolah. Dengan cepat Daiki turun lalu meninggalkan Ryosuke begitu saja. Sedang Ryosuke tidak lekas turun, ia masih terpana dengan sekolah barunya yang begitu megah. Pasti biayanya mahal sekali, pikir Ryosuke.

Setelah puas memandangi gedung di depannya, akhirnya ia memutuskan untuk turun, sebelum Daiki lebih jauh meninggalkannya. Bagaimana pun juga ia tidak tahu menahu seluk beluk sekolah ini, bahkan ia tidak tahu di mana kelas mereka.

Baru saja ia akan melangkah keluar, matanya tertuju pada tas yang teronggok di kursi sebelahnya.

"Dasar manja. Bisa-bisanya dia melupakan tasnya," gerutu Ryosuke sambil meraih tas tersebut dan membawanya.

Ia melangkah santai memasuki gerbang, dan itu menyita perhatian beberapa pasang mata yang kebetulan lewat. Ia menoleh kiri-kanan mencari keberadaan Daiki. Dilihatnya Daiki sedang asyik mengobrol dengan seorang gadis.

Ryosuke berjalan cepat ke arah Daiki, setelah dirasa cukup dekat, Ryosuke melempar tas yang tadi dibawanya ke arah Daiki dan tepat mengenai kepalanya.

"Aduh!" Daiki memegangi kepalanya dan dengan cepat menoleh. Didapatinya tasnya yang tergeletak di dekat kakinya dan Ryosuke yang berdiri beberapa langkah darinya.

"Ryo!" pekik Daiki.

Ryosuke mendekati Daiki, "Kau pikir aku bodyguardmu? Dasar manja," ketus Ryosuke lalu mengambil tas yang tergeletak di dekat kaki Daiki dan menyerahkannya pada Daiki.

Daiki yang menyadari kalau ia melupakan tasnya hanya menunduk, merasa bersalah. "Maaf," gumamnya pelan.

Ryosuke mengabaikan Daiki. Ia melanjutkan langkah. Ia memutuskan untuk mencari ruang guru, biar guru saja yang mengantarnya ke kelas, pikirnya.

Daiki memandangi kepergian Ryosuke dengan rasa bersalah.

"Dia siapa?" tanya gadis berambut sebahu yang sejak tadi hanya memperhatikan. Keito, teman sekelas Daiki.

"Kakakku," jawab Daiki singkat.

"Kakak? Kamu nggak pernah bilang kalau kamu punya kakak." Keito mengamati wajah Daiki sambil mengingat-ingat wajah lelaki yang kini hanya terlihat punggungnya. "Lagipula, kalian nggak mirip," kata Keito tak percaya.

"Nggak percaya ya sudah," jawab Daiki santai lalu melangkah santai.

"Eh, Daichan, tunggu!" teriak Keito lalu menyusul Daiki.

Keduanya pun berjalan beriringan menuju kelas dan ternyata sudah ada Ryosuke dan wali kelas mereka di sana. Setelah acara perkenalan singkat, jam pelajaran pertama pun dimulai.

***
Bel istirahat pun berdentang, suasana yang tadinya sunyi mendadak riuh. Daiki dan Keito tampak berjalan bersisian keluar kelas. Sementara Ryosuke, karena ia belum punya teman di sekolah ini, ia putuskan untuk berjalan-jalan sendirian untuk melihat-lihat sekolah barunya.
Ia terus berjalan, tak disadarinya ia akhirnya tiba di bagian belakang sekolah. Ada lapangan futsal di sana.

"Wow, keren!" seru Ryosuke dengan mata berbinar.

"Hai," sapa seseorang di belakang Ryosuke.

Dengan cepat Ryosuke menoleh, dilihatnya seorang pemuda jangkung tersenyum padanya. "Hai," balas Ryosuke ramah.

"Kamu murid baru, ya?" tanya pemuda itu.

"Iya."

"Kenalkan, aku Nakajima Yuto. Panggil saja Yuto," kata pemuda itu seraya mengulurkan tangan.

"Aku Ryosuke." Ryosuke menyambut uluran tangan Yuto.

"Kenapa lihatin lapangan futsal? Tertarik untuk ikut club futsal?" tanya Yuto.

"Memang boleh? Bagaimana caranya?" tanya Ryosuke antusias.

"Tentu saja boleh. Kebetulan, aku ketua tim futsal sekolah ini. Kalau mau ikut, besok pulang sekolah kamu bisa datang. Supaya bisa ketemu teman-teman yang lain sekaligus pendaftaran," jelas Yuto.

"Terima kasih. Aku pasti datang," kata Ryosuke penuh semangat. Ngomong-ngomong, latihannya setiap hari apa?" tanya Ryosuke. Ia sedikit khawatir kalau jadwalnya akan bentrok dengan les matematikanya.

"Latihan hanya dua kali seminggu, hari Rabu dan Jum'at sepulang sekolah. Kecuali jika akan ada pertandingan, baru ada latihan ekstra," jelas Yuto.

"Yokatta." Ryosuke mengangguk paham. Ia tidak khawatir lagi dengan jadwal yang akan bentrok.

Ia sudah tidak sabar menunggu besok. Rasanya sudah lama sekali ia tidak menendang bola. Tentunya dengan tendangan mautnya. Ia yakin, ia bisa jadi bintang lapangan di sekolah ini.

Forbidden Love ✅Where stories live. Discover now