CHAPTER 7

18 2 0
                                    

Kelompok Hanbin berhenti tak jauh dari tempat kejadian pembunuhan Ten, Chungha, dan Jin tadi pagi. Seperti biasanya, Rose memilih untuk berpencar dan mencari makanannya sendiri. Pengetahuannya soal apa yang bisa dan tidak bisa dimakan lebih banyak dibandingkan pengetahuan mereka bertiga digabungkan menjadi satu, jadi Jennie dan yang lainnya lebih pantas mengkhawatirkan diri mereka sendiri.

"Soal Feast." Jennie membuka pembicaraan. Hanbin menghentikan kegiatan mengasah pedangnya, mendengarkan. "Gue ga tau apa tribut lain bakal ke sana juga, tapi ga ada salahnya nyoba. June juga bisa ngambil senjata baru, kan?"

Hanbin mengangguk. "Kalo YooA sama yang lain ke sana, gue harap kita bisa ngabisin mereka," ucapnya. "Sisanya tinggal Irene sama Mark. Antara kita bunuh mereka dengan tangan kita sendiri, atau ngebiarin arena ini yang ngebunuh mereka."

Jennie terdiam. Tatapan Eunha yang terkhianati masih ia ingat dalam-dalam. Tangan perempuan itu menggapai ke depan, mencari bantuan. Apa yang Jennie beri justru tatapan dingin dalam diam.

"Soal Eunha sama Bangchan..." lirih Jennie, Hanbin menatapnya gusar, "gue minta maaf. Tapi itu yang harus kita lakuin, Bin. Seharunya lo paham."

Laki-laki itu terdiam sebentar. "Gue cuma ngerasa udah terlalu banyak hal buruk yang gue lakuin selama lima hari di arena ini. Gue berencana buat nolong mereka—seenggaknya cuma di saat itu aja biar mereka nggak perlu ngalamin mati lambat kayak Mina, tapi..."

Jennie menggigit bibirnya. Ia tak tahu apakah ia bahkan pantas untuk merasa bersalah.

"Udah terjadi. Ga ada yang bisa kita lakuin buat itu," lanjut Hanbin. "Kita fokus ke Feast besok. Kita liat siapa yang dateng, kita gerak langsung tanpa rencana."

Jennie mengangguk. June yang datang dengan tatapan bingung menarik perhatian keduanya.

"Rose belom balik?" ia bertanya, yang dibalas anggukan kedua kakaknya. "Pengumuman Fallen Tributes udah lewat satu jam. Biasanya dia udah balik, kan?"

Jennie dan Hanbin bertolehan. Rasa khawatir tiba-tiba menjalar. Belum ada bunyi meriam, tapi tidak mungkin mereka menunggu sampai bunyi itu terdengar untuk mencarinya.

Mereka tidak benar-benar melakukan apapun saat itu, jadi tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk berberes dan berangkat mencari Rose. June sempat meneriakkan namanya sambil melihat ke sekitar, yang langsung dibekap oleh Jennie karena menarik perhatian. Nyaris saja June menjadi korban pembunuhan malam itu.

Di area kecil tempat mayat Ten, Chungha, dan Jin tadi tergeletak, mereka berpencar—namun Hanbin menyuruh mereka untuk tidak terlalu jauh, apalagi June sekarang tidak memiliki persenjataan.

Ketika kedua kakaknya telah melanjutkan perjalanan mencari perempuan sebayanya itu, June masih terdiam di tempat kejadian. Busur dan panah bius milik Chungha masih ada di sana. Ten tidak memiliki senjata, jadi tidak ada bekas apapun darinya di petak tanah kecil itu. Bagaimanapun juga, tergeletak sebuah sarung pedang yang seharusnya milik Jin di sana.

Seseorang yang juga tak punya persenjataan seperti June mungkin telah mengambilnya.

Tapi tanpa sarung pedang?

"ROSE!"

June baru saja akan mengomel mendengar teriakan Jennie, padahal tadi ia sendiri yang menyuruhnya diam, namun melihat punggung perempuan itu yang cepat-cepat berlari ke suatu arah membuatnya waspada. Ia segera menyusulnya.

Langkah Jennie terhenti di pinggir sebuah celah yang diisi dengan semak-semak pendek, yang di beberapa tempat tumbuh bebungaan merah muda. Matanya membelalak, tangannya bergetar. Ingatannya tentang api unggun, jejak darah, serta mayat Jisoo tiba-tiba berkelebat.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 23, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

marked of sorrow | kpop thg!au.Where stories live. Discover now