CHAPTER 6

11 2 0
                                    

Ada saat-saat ketika Dokyeom merasa ia berada di titik terbawah hidupnya, dan baru kini ia menyadari masih ada kepahitan lain di bawah penderitaan yang pernah ia rasakan.

Kalau ia berkata 'kita nggak bicara sama sekali semalem', Dokyeom benar-benar memaksudkannya. Setelah capit itu membawa Jiho pergi, hanya ada isak tangis yang bertahan satu-dua jam sebelum keheningan menyelimuti area kecil tempatnya beristirahat bersama.

Ia sungguh tak melakukan apa-apa selama beberapa hari selain berbicara dengan Jiho, namun entah bagaimana ia merasa letih sekali. Malam itu, ia dan Hoshi duduk di tanah, bersandar pada sebuah pohon dan memandang kosong ke kejauhan. YooA dan Binnie melakukan hal yang sama di seberang mereka.

Ia sempat berpikir mungkin ia mendadak lemas karena perutnya yang kosong. Daging yang seharusnya ia masak telah dikembalikan ke tabungnya. Semalam, dua sponsor turun berturut-turut setelah kematian Mingyu dan Jiho. Di antara mereka berempat, bahkan tidak ada yang beranjak untuk sekedar mengecek apa isi tabung itu.

Kedua tabung itu, bersama tabung daging sebelumnya, sekarang masih berada di dekat pohon tempat mereka bermalam.

Kini Dokyeom duduk di pinggir sungai, menemani Hoshi yang tengah mencuci kaosnya yang penuh cipratan macam-macam. Tanah, air sungai, darah—

Oh, tidak. Member grupnya pasti akan sangat kecewa kalau ia pulang membawa kabar duka.

Seakan membaca pikirannya, Hoshi akhirnya angkat bicara.

"Gue... ga tau apa gue siap buat keluar dari sini," ucapnya. Dokyeom mengangkat kepala, menatap kakaknya. "Gimana caranya gue ngomong ke yang lain kalo gue selamat sementara Mingyu nggak? Kalo gue gagal ngelindungi adik gue sendiri?"

Pada awalnya, Dokyeom terdiam. Ia memikirkan hal yang sama persis, tetapi membawanya ke dalam pembicaraan rasanya akan memperkeruh suasana. Tidak ada yang membutuhkan lebih banyak kenegatifan sekarang.

"Seventeen bakal lebih ngehargai kalo kita selamat, Hosh," katanya, ragu akan ucapannya sendiri. "Mereka nggak pantes kehilangan anggota lainnya lagi."

Hoshi belum sempat memberikan respon ketika Binnie tiba-tiba muncul di sebelah Dokyeom. Mengalihkan pandangan dari Hoshi sebisa mungkin, ia akhirnya bertanya.

"Dokyeomnya bisa gue pinjem?"

Hoshi menatapnya dan Binnie bergantian. "Ambil aja."

Dokyeom merengut, mengikuti langkah Binnie di belakangnya. Perempuan itu berhenti di pohon tempatnya dan YooA tertidur semalam.

"Buat lo." Binnie menyerahkan sepasang busur dan panah kepadanya. "Sori ada darah di yang itu, kapan hari gue pake berburu."

Ia mengerutkan alis tak mengerti. "Ini bukan punya lo?"

Binnie tersenyum kecil, menggeleng. "Mingyu tau lo lari dari Cornucopia. Dia udah nyimpenin ini buat lo dari hari pertama." Kedua mata perempuan itu menatap busur-panah itu sendu. "Gunain sebaik-baiknya, oke?"

Nafas Dokyeom tertahan. Mengingat bagaimana ia adalah orang terakhir yang Jiho lihat sebelum kematiannya dan bagaimana ia tak sempat mengucapkan selamat tinggal kepada saudaranya, ia mengangguk mantap.

"Pergunaan sebaik-baiknya sekarang cuma buat ngebalesin dendam mereka berdua."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
marked of sorrow | kpop thg!au.Where stories live. Discover now