CHAPTER 1

46 5 0
                                    

"Yakin lo mau masuk ke sana?" tanya June, wajahnya menyiratkan keraguan.

Rose diam sejenak sebelum menggelengkan kepalanya. "Ga tau juga," jawabnya. Keraguan June seketika menular padanya. "Tapi lo liat sendiri ngga ada jalan keluar lain kecuali lift ini, kan?"

June mendengus gusar. "Iya kalo itu jalan keluar."

Rose mengerutkan keningnya, heran sekaligus kesal. Ia menahan air matanya yang rasanya ingin tumpah bersama amarahnya. Ia membalikkan badannya dalam satu kerjapan mata, menghadap June yang mundur selangkah karena tindakannya barusan.

"Pesimis banget kenapa, sih? Ga mungkin ga ada jalan keluar dari sini! Kalo lo ga mau ikut gue nyari ya udah, sana tidur lagi."

June menelan ludah. Perempuan itu kembali menghadap pintu lift yang masih menutup.

Tentu saja June ingin keluar. Bagaimanapun caranya, walaupun ia harus memecahkan jendela dan lompat dari lantai 8 pun akan ia lakukan—asal teman-temannya juga selamat. Satu hal yang berada di urutan paling atas daftar keinginannya sekarang adalah bertemu kembali dengan Hanbin dan Bobby.

Pintu lift terbuka.

Rose menoleh sesaat, kemudian melangkah ke dalam lift. "Ayolah, Jun. Ga ada salahnya nyoba."

June menelan ludah dalam langkahnya memasuki lift.

Lift telah bergerak, bahkan sebelum Rose dan June sempat memencet satu tombol. Lift dengan kaca hitam setengah tabung di bagian belakangnya itu bergerak turun, lantai demi lantai, sampai akhirnya benda itu berhenti di sebuah lantai.

Rose dan June saling melempar tatapan. Antara mereka ingin tahu atau takut pada apa yang berada di balik pintu lift, mereka tidak tahu. Yang pasti, mereka langsung berharap lift itu bisa kembali ke lantai tempat mereka berada tepat pada saat mereka melihat jejeran senjata di hadapan mereka.

"Rose plis plis buruan pencet tombolnya—"

"Gue aja ga tau tadi kita tadi di lantai berapa!" Rose asal memencet tombol di lift, tetapi pintunya tidak menutup. "June ini gimana?!"

"Makanya dibilangin tetep di ruangan aja kok—"

"Tolong keluar dari lift tanpa menimbulkan keributan."

Suara seorang perempuan mengagetkan keduanya. Mereka mencari ke sana kemari sumber suara barusan, namun nihil.

"Tolong keluar dari lift tanpa menimbulkan keributan." Untuk kedua kalinya.

Rose dan June mendongak, mendapati sebuah speaker berbentuk bulat menempel pada pintu lift. Meski tidak yakin akan tindakan mereka selanjutnya, mereka tetap melakukan apa yang diperintahkan wanita di balik speaker itu. Pintu lift langsung menutup kembali ketika mereka sampai di dalam ruangan.

Rose mengedarkan pandangannya ke seluruh bagian ruangan luas itu. Ruangan itu didominasi warna keabuan—sama seperti apartemen tempatnya tadi. Di kanan-kiri ruangan itu terdapat ruangan-ruangan yang ukurannya lebih kecil, berisi berbagai peralatan. Ruangan yang barusan ia lewati berisi jejeran pedang. Di bagian kirinya terdapat sebuah ruangan dengan lahan kecil berisi tumbuhan-tumbuhan. Agak ujung, terdapat sebuah pohon—entah imitasi atau tidak—serta bebatuan, bersama kuas dan cat.

Satu ruangan berisi sebuah alas dan rak yang di dalamnya tersusun kapak. Rose merinding melihatnya. Di ujung kanan adalah sebuah ruangan yang ditutupi kaca, di dalamnya terdapat beberapa paket busur dan panahnya.

Namun melebihi ketakutannya melihat semua senjata—juga pada spekulasinya mengenai keberadaannya sekarang, rasa lega mulai menjalari tubuhnya ketika ia melihat Jennie menatap ke dalam sebuah ruangan yang di sisinya terdapat rak berisi pisau.

marked of sorrow | kpop thg!au.Where stories live. Discover now