CHAPTER 2

22 3 0
                                    

Mingyu berpangku tangan. Dokyeom sudah menghabiskan satu bundel panah dan Jiho sepertinya sudah menyelesaikan satu paket tes menyortir tumbuhan dan serangga yang dapat dimakan di ruangan sebelah, namun Hoshi belum datang juga. Atau jangan-jangan dari tadi dia sudah datang, tapi Mingyu saja yang terlalu grogi untuk keluar?

Binnie meliriknya sedikit, lantas tertawa. Mingyu semakin merengut lagi ketika Dokyeom ikut menertawainya.

"Apa?"

"Deg-degan banget kenapa sih Ming," ucap Dokyeom, seraya mengambil satu lagi paket panah di rak. "Jalanin aja kayak biasanya nyelesaiin masalah di rumah. Hoshi ga bakal baper-baper banget juga."

Mingyu menghela nafas. Masalahnya, yang kemarin ngegas bukan Dokyeom. Mana tahu dia seberapa nervous Mingyu sekarang. Akhirnya dia memilih untuk mengangguk-angguk saja.

"Dateng tuh."

Mingyu menoleh, mendapati Jiho yang melangkah masuk. Perempuan itu menyilangkan tangannya di depan dada, berdiri di sebelah Binnie sambil mengarahkan dagunya ke dua orang yang berjalan ke tempat panahan.

Ketika enam orang sudah berada dalam ruangan, rasanya Mingyu mau menyerah saja. Lima pasang mata itu sekarang mengarah padanya, membuatnya menelan ludah. Tampil di atas panggung dengan ratusan ribu penonton entah kenapa rasanya lebih baik daripada sekarang.

"Gue... minta maaf." Mingyu berkata pelan, pandangannya jatuh ke atas lantai keabuan. "Seharusnya gue tau kalo lo udah mikirin keselamatan kita semua."

Suasana hening. Untuk beberapa saat, yang bisa Mingyu dengar hanyalah suara obrolan orang-orang di luar ruangan dan denting senjata.

Mingyu mengangkat kepala untuk melihat Hoshi yang mengulum senyum, menahan tawa. Laki-laki itu merentangkan tangannya dan bergerak untuk memeluk Mingyu dan menepuk punggungnya. Mingyu menganga, menatap Binnie dan yang lainnya yang cuma tersenyum melihatnya. Dokyeom tiba-tiba saja sudah berada di sampingnya dan memeluk mereka berdua.

"Gue sayang sama lo semua, oke? Percaya sama gue, ini yang terbaik buat kita semua," kata Hoshi seraya melepas pelukannya.

Mingyu tak bisa berkata dirinya sudah merasa lega. Keberadaan mereka yang masih entah di mana dan nasib mereka ke depannya masih tak diketahui, namun setidaknya masalah di antaranya dan Hoshi telah selesai. Tinggal satu hari latihan lagi, dan akhir cerita mereka baru akan dimulai.

Meninggalkan Mingyu dan kegiatan berbaikannya, YooA beranjak untuk mengambil salah satu busur ketika dua orang lain memasuki ruangan. Ia tak sempat melihat keduanya, berakhir nyaris mengabaikan mereka sampai akhirnya salah satu dari mereka menyapanya.

"YooA."

"Oh." Nyaris saja satu rak berisi busur ia robohkan. "Oh, Taeyong. Hai." Ia tersenyum riang, agak terlalu riang untuk suasana dingin yang menyelimuti tempat latihan.

Laki-laki itu membalas senyumannya, pun mengambil salah satu busur dari rak. Mark di belakangnya menyusul kegiatannya.

YooA tahu Taeyong juga terbawa nasib sialnya ke dalam penculikan yang berujung permainan mematikan ini sejak hari pertama, tapi belum pernah terlintas pikiran untuk menyapa atau membuka pembicaraan dengannya. Tapi basa-basi apa? Ceritakan bagaimana kronologi penculikanmu?

"YooA." Ia menoleh ke arah suara Hoshi, mengajaknya keluar untuk membiarkan Taeyong dan Mark berlatih. YooA baru sadar kalau Jiho dan adik-adiknya yang lain sudah keluar terlebih dahulu, menyisakannya yang berdiri dengan busur di tangan, menyaksikan latihan kedua anggota NCT dalam diam.

Ia berlari kecil menyusul Hoshi setelah meletakkan busurnya kembali di rak. "Kenapa?"

"Gue yang tanya, ngapain lo pake acara jadi hieroglif segala," komentar Hoshi. "Sumpek delapan orang di satu ruangan. Kita mau ngomongin rencana juga."

marked of sorrow | kpop thg!au.Where stories live. Discover now