Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Seperti biasa kantin Fakultas Teknik Universitas Yonsei tampak begitu padat pada jam makan siang. Setiap kedai di sana, dipadati barisan mahasiswa yang mengantri untuk memadamkan rasa lapar. Mendapati meja kosong, tentulah bukan hal yang mudah. Untung saja Seungmin dan Hyunsuk datang setengah jam lebih awal. Piring-piring berisikan bibimbap yang mereka pesan telah tandas setengahnya. Begitu juga dengan dua botol cola yang telah mereka pesan.
"Penjelasan Professor Hwang mengenai closed timeline curves sangat menarik," ujar Hyunsuk membuka percakapan. Dari gerakan bola matanya, ia terlihat seperti sedang berpikir sejenak sebelum melanjutkan, "Aku setuju elektron ternyata bisa mengalami pembelokan seperti gelombang,.Hal ini juga didukung oleh teori relativitas. Jadi tidak aneh, jika sebuah elektron dapat berada di kedua celah secara bersamaan pada rentang khronos yang berbeda, karena koherensi kuantum."
Sepasang alis Seungmin menukik ke atas dengan penuh antusias. "Kemungkinan kalau mesin waktu bisa ditemukan maksudmu?"
Hyunsuk menyumbangkan anggukan untuk pertanyaan Seungmin. "Iya, menurutmu bagaimana?"
"Nothing imposible. Hanya saja aku masih lebih setuju dengan pendapat Hawking kalau time travelling hanya bisa dilakukan ke masa depan, tidak ke masa lalu."
"Wanna bet?" tantang Hyunsuk disertai dengan seringaian jahil yang tertoreh di wajah tirusnya.
"Sure. Tapi kita harus benar-benar bekerja keras untuk lulus dari sini terlebih dahulu," balas lawan bicaranya yang bermata teduh itu.
***
Sekelumit percakapan yang terjadi di jam istirahat satu dekade lampau, melahirkan ambisi di sanubari Seungmin. Tekadnya untuk menemukan time loop semakin kuat, setelah Hyunsuk meninggal dalam kecelakaan setahun yang lalu. Seungmin bukan hanya tersakiti dengan kepergian sahabatnya yang terlalu mendadak. Namun, juga dengan kenyataan kalau ia dan Hyunsuk baru saja bertengkar, tentang eksperimen yang mereka kerjakan beberapa jam sebelumnya.
Penyesalan yang menghujam jiwanya, menjadikan Seungmin berubah. Tidak ada lagi Profesor muda Universitas Yonsei yang ramah. Ia menjadi sosok yang lebih pendiam, dengan guratan lara masih menggantung di manik matanya. Pakaian sehari-harinya kini di dominasi warna hitam, seolah menegaskan pernyataan kalau ia masih berduka. Seungmin juga mengurangi jadwal mengajarnya sehingga membuat mahasiswa yang ingin menemuinya kewalahan. Jangankan anak didiknya, sang kekasih,, Lee Seoyeon juga merasakan hal yang sama.
Gadis Lee itu mendesah pelan. Labotarium milik Seungmin, yang terletak di basement rumah pria itu tidak pernah menjadi tempat favorit Seoyeon. Ruangan itu dipenuhi beberapa pasang computer dan mesin-mesin, yang Seoyeon tidak mengerti kegunaannya. Suasananya pengap karena tidak ada pendingin ruangan di dalamnya, membuat hati Seoeyeon terasa semakin panas.
