EPILOG

2.8K 317 71
                                    

IT'S THE END, OMAGAH! CON TE PARTIROOOO~!

.

.

.

Tiga bulan kemudian

"Rentetan sidang dari kasus pembunuhan massal dan pembakaran sekolah oleh laki-laki berusia tujuh belas tahun, berakhir hari ini. Lee Donghyuck, sebagai tersangka, yang juga merupakan sosok di balik kematian putra semata wayang Tuan Liu, pemilik perusahaan terbesar ketiga di Asia Timur, dinyatakan mengalami gangguan mental. Namun, dengan tingkat kejahatan yang dilakukanㅡ"

Suara narator berita seketika terhenti begitu remote ditekan, membuat layar televisi berubah hitam. Wanita paruh baya adalah pelakunya. Ia menatap kosong ke arah layar hitam segi empat di hadapannya. Wajahnya tampak lelah, tanpa ekspresi. Kantung mata dan pipinya kendur, ujung bibirnya menukik ke bawah. Ia tidak memiliki semangat hidup sama sekali. Bagaimana bisa, apabila anaknya dinyatakan sebagai pembunuh terbesar dekade ini?

Wanita itu menghela napas setelah beberapa saat terlihat seolah tidak bernapas sama sekali. Kemudian, ia memutar tubuh, berjalan mendekati satu-satunya kursi yang ia letakkan di tengah-tengah ruangan, lengkap dengan tali menjuntai dari langit-langit. Wanita itu menaiki kursi, meraih tali yang telah ia siapkan untuk melilit leher, dan memasang lingkaran tali tersebut ke lehernya sambil memejamkan mata.

Ia merasa sudah tidak lagi kuat menghadapi dunia. Kasus pembunuhan yang sempat terjadi dan melibatkan sang anak sebelumnya belum benar-benar sembuh, tetapi kini sudah ditambah dengan kasus yang lebih besar.

Wanita itu tidak mengatakan atau mengeluarkan suara apa pun menjelang ajalnya. Hanya setetes air mata yang mengalir keluar dari mata kirinya yang terpejam, sebelum ia benar-benar menendang kursi dan menggantung diri akibat kesedihan mendalam.

***

Donghyuck terdiam, duduk dengan kedua lutut menyandar dada di atas ranjang. Tatapannya kosong, meski ia bergerak mengayun ke depan dan belakang dalam gerak pelan. Dagunya menyandar di puncak lutut, matanya menatap ke depan. Ia sama sekali tidak memedulikan para orang dewasa berjubah putih yang sesekali mendekati kaca ruangan tempatnya ditempatkanㅡruangan segi empat dengan tembok, langit-langit dan ubin berwarna putih bersih, berikut seprai ranjang tempatnya duduk, meja nakas di samping ranjang, juga pakaian yang ia kenakan. Terdapat satu pintu sebagai akses keluar dan masuk, yang dikunci rapat dan hanya dibuka apabila salah satu atau salah dua orang dewasa berjubah putih dengan papan dada memasuki kamarnya, demi menanyakan beberapa pertanyaan yang tidak akan mendapat jawaban dari Donghyuck, ataupun membawakan makan. Selain itu, pintu tersebut tetap terkunci, namun kaca cukup lebar yang dipasang di salah satu sisi tembok, juga dua kamera yang dipasang di sudut langit-langit, menjadi media orang luar untuk memperhatikan perilakunya dalam ruangan itu. Meski memperhatikan sepanjang dua puluh empat jam penuh tanpa jeda, yang Donghyuck lakukan tetaplah sama: duduk dengan kedua lutut menempeli dada di atas ranjangnya.

Tetapi, itu adalah apa yang semua orang bisa lihat. Bagi Donghyuck, semua lebih daripada itu. Ada enam belas sosok yang berdiri menjulang memenuhi kamarnya, memperhatikan Donghyuck yang terus diam, dan... Donghyuck tidak menatap kosong sepanjang waktu itu, melainkan, ia menatap tepat ke arah Mark.

"Berhentilah begini, kau menyedihkan," celetuk laki-laki berkacamata itu.

"Kalian menjahatiku, dan sekarang aku merasa bosan," ucap Donghyuck pelan. "Tidak ketika masa hidup, tidak juga ketika sudah mati, kalian terus bersama. Apakah menyenangkan?"

"Kau ingin bersama kami?" tanya Jeno.

"Aku ingin bersenang-senang," jawab Donghyuck dengan bibir mengerucut.

"Kalau begitu, kau tahu apa yang harus dilakukan, Donghyuck," timpal Taeyong.

Donghyuck, setelah sekian lama menopang dagu di atas lutut, akhirnya menegakkan tubuh dan memandang Taeyong penuh harap. "Apa?" tanyanya.

Taeyong tak menjawab, tak satu pun dari enam belas sosok yang berdiri di hadapan Donghyuck itu menjawab pertanyan yang terlontar, namun, kepala mereka mengarah pada hal yang sama, yakni satu-satunya pintu yang ada di sana. Donghyuck mengikuti arah pandang mereka, mendapati pintu ruangannya sedikit terbuka. Ia lekas menampilkan sebuah seringai, seringai lebar yang sama seperti yang pernah terbit pada wajahnya di waktu fajar dalam Ruang Bermain. Lambang dari suatu hiburan dan kesenangan.

"Jangan lupa silet di laci meja," ujar Mark, sebelum akhirnya Donghyuck melompat turun dari atas ranjang.

-- THE END --

OoOooooOooOoo iS iT a BaD eNdiNG???!!

Aku nulis ending tiga bab kemarin sama epilog ini 2x duduk doang :") Jadi, maaf kalo banyak banget kekurangannya karena kesalahan teknis (otak yang terkikis karena mikir selama berjam-jam, dsb). Ini cerita pendek tapi lama banget kelarnya, ada enam bulanan lebih dari sejak bab pertama dipublish, kayaknya -_- Karena sering ditinggal jadinya gini hmm.

ANYWAY! Karena ini udah selesai, aku seneng banget : ' D Akhirnya, bisa lepas satu tanggung jawab! >: Tinggal fokus ke SEMANIS MADU DAN SESEMERBAK BUNGA-BUNGA LIAR sama OCEAN EYES.

It's an ending for this book, tapi masih ada 2 cerita on going yang bisa kalian baca! : D Terima kasih banyak buat teman-teman yang udah setia nunggu cerita ini sampai selesai, yang selalu ninggalin komen, yang selalu ninggalin vote, makasih juga yang udah kasih kritik dan saran. THANKS A LOT! With this, I'm closing this book with an honor.

REARY OR NOT
Status: Completed.

2020

[✔] Reary or Not [Bahasa]Where stories live. Discover now