KILL OR BE KILLED (II)

1.6K 314 111
                                    

Ketika lagu, yang entah keberapa, malam itu selesai berputar, menyisakan suara gesekan kosong, dari tempatnya bersembunyi, Donghyuck mampu mendengar suara derikan pintu perpustakaan yang bergerak terbuka. Ia seketika mendesahkan napas berat di ruangan tempatnya berada, sebuah ruangan kecil dan pendek di salah satu bagian dinding perpustakaan. Meski Chenle dan Jisung menyebut tempat itu sebagai ruang rahasia yang bisa dimasuki dua orang, Donghyuck tetap merasa kotak itu terlalu sempit baginya, dan juga gelap. Sangat gelap. Telapak tangannya yang menempeli permukaan lantai mulai meraba-raba, mencari senjatanya. Yang terdengar masuk bisa saja Mark, tetapi ia harus menyiapkan diri untuk kemungkinan terburuk, yakni bahwa yang datang bukanlah Mark, melainkan orang-orang yang sangat lapar dan ingin segera membunuhnya.

Donghyuck memutuskan untuk diam dan mengusahakan suara seminim mungkin. Ia menggeser dinding tipis yang menutupi ruang kecil tempatnya bersembunyi, membentuk celah garis kecil yang bisa ia gunakan untuk memperhatikan daerah luar. Tetapi, Donghyuck tak mampu menangkap apa pun sebab suara langkah kaki terdengar dari arah yang berlawanan dari posisi duduknya, yakni daerah balik punggungnya. Ia lantas menggigit bibir, merasa begitu sangsi. Namun ketika langkah itu semakin mendekat ke tempatnya, tanpa seberkas rasa ragu pun pada tiap pijakannya, berikut pula susunan pendek-pendek, yang mengisyaratkan betapa terburunya langkah itu menuju ke arahnya, membuat Donghyuck yakin bahwa itu Mark.

"Mark?" Ia lantas memanggil kemudian, membuat suara langkah kaki itu segera berhenti. Saat itulah Donghyuck menyadari bahwa yang datang bukan Mark, melainkan salah satu orang yang berniat membunuhnya. Ia lekas menyumpahi diri, menggapai-gapai pistol sambil meringkuk dalam ruangan sempit.

Langkah itu tidak lagi terdengar selama beberapa saat, Donghyuck juga tidak berani bergerak dan diam di tempat, menahan napas sambil jantung berdegup hingga membuat perutnya terasa mual. Keringat membajiri pelipis dan punggung, tercipta akibat rasa cemas dan pengap dalam ruangan sempit tempatnya meringkuk.

Tak lama, langkah itu kembali terdengar, namun lebih lambat ketimbang sebelumnya. Langkah demi langkah disusun dengan hati-hati, suara berkelotaknya menggema di dalam ruangan luas nan sunyi perpustakaan. Seiring dengan itu, jantung Donghyuck pun berdetak sama kencangnya, hingga pada tahap ia merasa takut bahwa gemanya pun memenuhi ruangan sempit tempatnya meringkuk, atau yang lebih parah, menggema hingga ke seluruh perpustakaan. Pistol sudah siap ia genggam, apa pun yang nantinya terjadi, ia bisa langsung mengacungkannya dan menembak apa pun yang berusaha mencelakakannya. Apabila itu Mark, Donghyuck akan benar-benar bersyukur, apabila itu Taeyong... Yah, mungkin ia bisa mengalahkannya, toh ukuran tubuh mereka tidak jauh berbeda. Tetapi, bagaimana bila yang datang adalah Jaehyun atau Johnny? Atau yang lebih buruk, ia tengah dikepung saat ini. Orang-orang yang lain mungkin bersikap dengan sangat hati-hati, sehingga yang terdengar hanya langkah sepasang kaki. Apabila benar begitu, Donghyuck benar-benar tersudut, tidak ada celah untuknya melarikan diri, dan ia akan benar-benar mati.

Tepat di tengah pikiran yang berkecamuk itu, lapisan dinding tipis yang menutupi ruangan kecil tempatnya bersembunyi bergeser terbuka dengan tiba-tiba, begitu cepat, begitu kasar, seolah berusaha memberantas sekelompok hama tikus yang mengendapi dapur, membuat napas Donghyuck seketika tersentak, berikut dada yang terkejut dan bertalu tak karuan, membuat kepalanya seketika terasa pusing. Ketika ia mendongak, pandangannya yang terbelalak bertemu dengan sepasang mata Jisung yang sama membelalaknya, seolah bocah itu tidak mengharapkan Donghyuck akan ada di sana.

"Donghyuck Hyung?" Benar, bocah itu tidak mengharapkannya.

"Ji-Jisung...." Donghyuck menampilkan senyum lebar, meski bibirnya bergetar dan suaranya terdengar tidak stabil dalam usaha tersebut.

Donghyuck memperhatikan sosok bocah laki-laki tinggi itu, berdiri menjulang di hadapannya, dengan kedua mata sipit yang terbuka lebar di balik bingkai kacamata. Namun, yang membuat Donghyuck lega adalah, tiadanya senjata sama sekali di genggaman bocah itu, membuat pegangannya pada pistol melonggar.

[✔] Reary or Not [Bahasa]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu