COULD DO ME NO REGRET (II)

1.5K 290 114
                                    

Donghyuck lekas menarik diri bersembunyi ke balik tembok begitu melihat sosok Lucas, lengkap degan senjata di tangan, tengah berjalan ke arahnya di lorong lantai tiga. Usaha untuk mendekati tangga dan menyusun langkah turun menuju halaman sekolah lantas diurungkan, dan Donghyuck menarik diri untuk segera mencari tempat persembunyian yang aman. Lucas memang semula sempat membantunya dan Mark melewati situasi genting, tetapi Donghyuck tidak menjamin apakah pemuda itu masih akan membantunya sebagaimana yang telah lalu. Bisa jadi, pendirian Lucas telah berubah, dan alih-alih menyelamatkannya sebagaimana sebelumnya, pemuda itu malah menyeretnya menuju kematian sungguhan. Sehingga, Donghyuck pun kembali menyusun langkah kaki menaiki tangga menuju lantai empat.

"Tunggu!"

Susunan langkah belum tercipta setengahnya, namun suara berat Lucas berhasil membuat Donghyuck terpaku akan rasa takut di tempat. Apakah Lucas memaksudkan kata itu untuknya? Apa Lucas mendapati kehadirannya? Apa Donghyuck, dengan sangat teledor dan bodoh, sempat melambaikan tangan ke arah pemuda tinggi itu dan menarik entitasnya untuk mengendus keberadaannya dengan pasti?

"Itu kau, Donghyuck?"

Laksana genderang perang, jantung Donghyuck bertalu tak karuan, dan dengan pengaruh yang sejalan, tubuhnya mulai menunjukkan pengkhianatan. Kaki yang diperintahkan berlari, beralih stagnan. Tangan yang memegang pistol, otomatis tak bisa melakukan apa-apa. Donghyuck tidak berdaya hanya untuk sekadar mempertahankan diri, bahkan ketika langkah Lucas terdengar mendekat tapak demi tapak, Donghyuck meneriaki hati untuk berhenti mengkhianati diri.

"Kumohon jangan lari, Donghyuck," ujar suara itu lagi, yang mana semakin membuat tubuh Donghyuck memutih, mengusir seluruh darahㅡdan nyawanyaㅡmeninggalkan tubuh, dan dalam bayangan liar nan kabur, Donghyuck membayangkan nyawa dan darahnya meleleh keluar dari telapak kaki, mengalir mengotori anak-anak tangga di bawahnya.

"Benar." Suara Lucas terdengar makin jelas, dan tanpa perlu membalik badan, Donghyuck sudah bisa menebak bahwa pemuda itu kini berdiri di balik punggungnya, bisa jadi sambil melayangkan ujung senjata ke arahnya, siap melepas panah apabila ia membuat gerakan sedikit pun. Dalam ketegangan itu, Donghyuck sama sekali tidak bisa bersuara, terlebih lagi menggerakkan tubuh.

"Syukurlah!" Dengan alasan yang tidak benar-benar Donghyuck pahami, suara Lucas terdengar begitu lega, seolah baru menemukan suatu hal penting yang sempat menghilang. "Syukurlah aku menemukanmu di sini, Donghyuck. Akuㅡ"

"Kumohon," Donghyuck memaksa diri untuk bersuara, meski yang keluar akhirnya hanyalah sebuah cicit menyedihkan. Dengan gerak pelan, ia memutar badan, menghadap sosok Lucas yang berdiri di bawah tangga, berjarak lima pijakan anak tangga dari tempatnya. "Biarkan aku bebas, Lucas. Aku tidak mau mati." Tenggorokannya tersekat hanya karena harus mengatakan kalimat tersebut. Rasa takut nyaris berhasil memberi kuncian pada otak dan sarafnya.

"Kalian harus berhenti," lanjutnya lagi. "Tidakkah kau lihat berapa banyak dari kita yang telah tewas hanya karena permainan ini? Aku tidak tahu berapa yang masih tersisa, tapi aku bahkan terlibat dalam pembunuhan ini. Aku! Dengan seluruh ketidakinginanku, telah menembak Jisung dan membunuhnya!" Donghyuck mengalirkan air mata. "Aku tidak ingin ini, Lucas. Aku juga tidak mau mati. Kenapa kau tidak meyakinkan mereka untuk berhenti? Apa kesalahanku sehingga kalian harus membunuhku?"

"Aku tahu, Donghyuck. Aku mengerti. Tapi sayangnya, mereka tidak. Mereka menginginkanmu untuk dibunuh, memenuhi ritual tak masuk akal yangㅡkatanyaㅡakan menyelamatkan lebih banyak nyawa daripada yang telah gugur malam ini."

"Dan kau percaya? Kau percaya bahwa dengan membunuhku, semua orang akan selamat? Dan selamat dari ancaman apa? Aku bukan Taeyong yang bisa dengan santai membantai teman-temanku!"

[✔] Reary or Not [Bahasa]Where stories live. Discover now