"Jennie!"

"Rose—ya, Tuhan!" Jennie sontak saja memeluknya. "Liat Jisoo?"

Rose menggeleng cepat. "Gue ga bisa ke mana-mana selain ke sini. Cuma ada June di ruangan gue tadi—lo juga berdua?"

Jennie mengangguk, mengarahkan pandangannya kepada Hanbin yang kini memeluk June beberapa meter dari mereka.

"Ada info soal tempat ini?" Rose memperhatikan setiap orang yang ada di ruangan itu. "ISAC buka cabor pedang-pedangan sekarang?"

Jennie memutar mata mendengarnya.

Rose melihat Jiho membentuk sebuah kelompok kecil bersama teman grupnya, YooA dan Binnie. Hoshi, Mingyu, dan Dokyeom mengobrol tak jauh dari gerumbulan Jiho. Agak menjauh, Irene terlihat duduk bersama Jin.

"Dari kapan lo di sini?" tanya Rose.

"Ga tau. Setengah jam, mungkin," ujar Jennie. "Gue dateng pertama sama Hanbin. Habis itu Ten sama Chungha. Terus siapa, ya... Gue lupa urutannya, pokoknya Mingyu dateng sama... Itu, perempuan yang rambutnya sebahu, terus lo. Ah, itu ada yang baru dateng."

Setiap tiga menit muncul dua pendatang baru, selalu laki-laki dengan perempuan. Jisoo menyusul mereka setelah Jaehyun dan Mina tiba, bersama Bobby yang berpencar darinya. Rose tak bisa merasa lebih lega dari ini, karena paling tidak ketiga anggota grupnya telah lengkap. Ia menghitung banyaknya orang yang berkumpul di dalam ruangan itu sampai kloter terakhir sampai—yaitu Taeyong dan Tzuyu.

Rose menghela nafas. Tentu saja Lisa tak ada di sini. Setelah karaoke mereka kemarin sore, ia bersama Minnie dan Sorn akan pergi ke sebuah restoran. Ia bersyukur karibnya itu tak harus terkurung di sini bersama mereka.

Melihat ke sekeliling, tiba-tiba nafasnya tercekat.

"Dua puluh empat orang."

"Hah?" Jennie menoleh.

"Dua puluh empat orang yang ada di sini!" Rose memekik. Rasa lega yang baru saja ia rasakan kembali pudar, kini ia benar-benar tidak memiliki harapan. "Fuck—Jen, Soo, kita harus cepet-cepet nyari jalan keluar."

"Hei—apa, sih?! Jelasin dulu!" Jennie melepaskan tangan Rose yang menariknya ke arah lift. Jisoo mengejar mereka berdua, mengundang perhatian dari seluruh orang di dalam ruangan.

"Dua puluh empat orang; dua belas kloter; dua orang per lantai, satu perempuan satu laki-laki, tempat latihan ini—" Rose menarik napas dalam-dalam, "—lo ga sadar?!"

"Nggak, makanya beritau kita!" Jisoo mengeluh.

"Ini—"

"Selamat siang, semua."

Suara yang sama, yang memerintahkan Rose dan June untuk keluar dari lift, kembali muncul. Kali ini Rose yakin suara tersebut berasal dari speaker yang terletak di dinding depan. "Pertama-tama, selamat datang."

Semua idol terdiam, mata mereka terpaku pada speaker tersebut. Wanita itu melanjutkan.

"Kalian akan berada di tempat ini selama empat hari. Di hari selanjutnya, kalian akan dipindahkan."

"Hah?" Suara Jin memecah keheningan. "Dipindahkan—ke? Ini perdagangan manusia?"

Wanita itu tak menjawab pertanyaan Jin. "Kalian ada di sini untuk menjalani pelatihan untuk bertahan hidup. Menyerang, bertahan, mencari sumber makanan."

Suara-suara bisikan antar orang bergema di dalam ruangan. Rose dan grupnya tak tahu harus berkata apa. Perasaan tidak enak mengenai apa yang sedang terjadi di luar sana merasuki pikiran mereka. Tapi mereka harus kembali. Mereka tidak ingin menghabiskan waktu mereka dengan mengasah kemampuan bela diri, sementara keluarga mereka ada di luar sana.

marked of sorrow | kpop thg!au.Where stories live. Discover now