PROLOG

73 6 0
                                    

Dokyeom terbangun dengan linglung. Sesaat ia merasa badannya terbujur kaku di atas sebuah pelat besi yang dingin, namun rupanya ia tengah berbaring di tengah sebuah kasur besar yang empuk. Untuk beberapa waktu benda-benda di sekitarnya terasa berputar-putar, warna-warnanya bercampur menjadi satu. Ia merasa kembali tidur merupakan pilihan terbaik.

Dia batal memejamkan mata kembali ketika sadar tidak seharusnya ia berada di tempat ini.

Terakhir kali Dokyeom ingat, ia bersama Hoshi dan Mingyu sedang berada di lobby sebuah restoran, menunggu mobil menjemput mereka untuk kembali ke rumah. Dokyeom tidak ingat dirinya berjalan menuju kamar miliknya, kemudian tertidur di sana. Ia tertidur di dalam mobil.

Dan juga, kamar tempatnya berada sekarang jelas-jelas bukan kamarnya. Ia segera berdiri dengan panik, mengetahui pakaian yang dikenakannya juga berbeda dari yang dipakainya saat di restoran tersebut. Interior kamar itu membuatnya semakin risau, karena tak ada satu figur pun yang mengindikasikan benda tersebut biasa muncul di pasar tahun 2019. Mungkin seni—tapi, hei, sejak kapan dinding yang dapat berubah menjadi jendela ketika disentuh dijual secara massal?

Ia memutari ruangan itu, mencari telepon atau ponselnya, namun ia tak menemukan alat komunikasi apapun. Ia mengacak rambutnya frustrasi, yang mengarahkannya ke sebuah pintu kayu dengan kenop bundar.

Ketika Dokyeom membukanya, seorang perempuan sedang bersiap mengetuk pintu. "Oh—"

"Ah." Perempuan itu sesaat terkesiap, menganga menatap Dokyeom. "Sori, gue—"

"Jiho—?" Dokyeom terkesiap mendapati teman sekelasnya dulu di ruangan-entah-apa itu. Tanpa memperhatikan anggukan kepala perempuan itu, ia melewati Jiho begitu saja, mulai mengedarkan pandangan pada ruangan di sekelilingnya. "Liat telepon? Ponsel, semacamnya?"

"Gue baru aja mau nanya kayak gitu." Jiho menatap Dokyeom yang grusa-grusu mengelilingi ruangan dari depan kamarnya. "Lo juga diculik, berarti?"

Dokyeom berhenti berjalan. "Gue ga tau pasti, tapi kayaknya, ya... gue diculik," ucapnya. Kini ia semakin tidak tenang dengan tidak adanya keberadaan teman-temannya di ruangan super besar ini. "Harusnya ada Hoshi sama Mingyu di sini. Lo liat mereka?"

Jiho menggeleng. "Sejak gue bangun, gue cuma liat lo doang yang ada di... apartemen ini." Ia mengangkat bahu. "Gue udah muterin apartemen ini dua kali, ga ada orang lain. Ga ada jalan keluar. Selain pintu lift itu, kayaknya." Ia menggerakkan tangannya, menunjuk sebuah pintu besi yang menutup di ujung ruangan.

"Udah coba masuk ke situ?"

"Udah gue coba," jawab Jiho. Sebuah helaan nafas mengikuti ucapannya barusan. "Gue udah nyoba nekan semua tombol lantai, tapi lift itu cuma mau gerak waktu gue nekan tombol lantai ini sama satu lantai yang nunjukin... sesuatu."

Dokyeom mengernyit penasaran. "Apa?"

"Tempatnya luas. Gue ga berani masuk lebih jauh karena, yah," Jiho menyilangkan tangannya di depan dada, "apa yang bakal lo lakuin kalo ngeliat jejeran rak isi pedang sama busur panah?"

Tingkat kepanikan Dokyeom sudah tidak bisa diukur lagi.

Tingkat kepanikan Dokyeom sudah tidak bisa diukur lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
marked of sorrow | kpop thg!au.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang