Chapter 1

11.8K 937 104
                                    

Warning: Cerita ini bisa kuhapus sewaktu-waktu dan tiba-tiba. Jadi jangan marah-marah atau nanti malah ngomong kasar. Soalnya sudah aku kasih warning di chapter awal ya ^^ jadi selagi on going, bacalah sampai tamat~~~ 

Versi ini mengikuti versi Storial. Kalau nanti ada versi buku, tentu ada perubahan-perubahan lain dan tambahan lain ya ^^

Cerita ini update tiap hari jam 7 malam. Aku sudah jadwalkan jadi secara otomatis Wattpad akan publish tanpa perlu nunggu aku buka aplikasi atau aktif dulu. Jadi gak usah khawatir aku gak update ya. Cerita ini udah tamat jadi aku gak repot mikir lagi ^^

 Cerita ini udah tamat jadi aku gak repot mikir lagi ^^

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tiga hari sebelumnya...

Sinar matahari masuk melalui ventilasi kamar. Sebelum cahayanya semakin menyilaukan wajah, Christy bangun dari tidurnya. Seperti rutinitas yang biasa dia lakukan, dia duduk lebih dulu guna meregangkan semua otot tubuh. Setelahnya, dia meneguk air putih dari botol minum yang selalu disiapkan di atas nakas. Katanya minum air putih di pagi hari adalah hal yang baik, maka Christy menjadikan hal itu sebagai rutinitas wajib sebelum pergi mandi.

Christy menuruni anak tangga setelah selesai mandi dan berganti pakaian. Dia segera menuju ruang makan—di mana sang Mama sudah bangun dan menyiapkan sarapan untuknya.

"Selamat pagi, anak perawan Mama," sapa Tari, ibunda tercinta Christy.

Christy menjawab setelah mengecup kedua pipi sang ibu. "Pagi juga, Mama."

"Oh, iya, minggu depan jangan lupa kita pergi ke rumah Tante Rika," ucap Tari mengingatkan.

"Mau ngapain, Ma?"

"Mandiin kamu supaya enteng jodoh."

Christy mendesah kasar. Kenapa sih ibunya percaya dengan hal-hal seperti itu? Ya, Tuhan... memangnya kalau dia bertemu Tante Rika yang berprofesi sebagai cenayang itu dan memandikannya dengan air kembang, dia bisa langsung ketemu jodoh? Please... ini sudah abad keberapa, tapi ibunya masih percaya yang seperti itu. Entahlah. Dia percaya hal-hal gaib, bukan berarti benar-benar meyakini.

"Ma, kenapa sih harus ke sana segala? Jodoh itu di tangan Tuhan."

"Ya, apa salahnya sih coba yang kayak gitu?" Tari membawa semangkuk besar nasi goreng dan meletakkan di atas meja. Sambil menatap putrinya yang terlihat enggan mengikuti keinginannya, dia berkata, "Mau sampai kapan kamu jomlo? Kamu mau nikah umur berapa? Umur kamu sudah 31 tahun, lho!"

Christy sudah mendengar pertanyaan itu hampir ratusan kali dari mulut sang ibu. Sejak menginjak umur 26 tahun, ibunya selalu mempertanyakan hal yang sama. Telinganya sampai panas membahas soal kapan menikah berulang kali.

"Ma, nanti ada saatnya. Cari jodoh nggak segampang cari buah jeruk di luar sana," jawab Christy dengan jawaban yang sama seperti yang sudah-sudah.

"Ada saatnya mulu. Waktu pacaran sama Revan, kamu bilang begitu. Sampai akhirnya pacaran udah dua tahun, eh malah putus. Atau, jangan-jangan kamu masih sayang sama dia makanya belum lirik yang lain?" tanya Tari curiga sambil memicingkan matanya.

Indonesia Mencari Jodoh (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now