Bab 2

6.5K 684 264
                                    

"Ayo dong, Mon. Ntar gue kasih seblak spesial favorit lo deh." Nanta, remaja yang sudah menjabat sebagai teman sehidup semati Mondy sejak SD itu tampak memasang raut semelas mungkin.

Yang dibujuk malah acuh dan terus menulis tugas. Alis rapih anak itu tampak tertaut serius menatap rentetan soal di hadapan.

"Mon, please. Lo nggak kasian kalo misalnya kelas kita gugur nggak jadi main cuma karena kekurangan anggota tim?" Nanta terus berbicara dengan logat khasnya.

"Dibilang males ya males, Nan. Gausah maksa."

"Ini masalah kemaslahatan kelas, Mon. Tolongin, yah."

"Enggak."

"Seblaknya gue tambah tiga bungkus?" Tak jera, Nanta semakin gencar bahkan sampai membuat Mondy terpaksa menghentikan aktivitas menulisnya.

Mondy menutup buku dengan kasar lalu memasang raut jengkel. Yang ditatap langsung tersenyum penuh belas kasihan.

"Skincare gue mahal. Lagian di kelas ini banyak jantan, kenapa ngebet ke gue sih?"

Nanta garuk leher sembari tersenyum bodoh. Masa iya dia harus jujur sebab membujuk Mondy terlalu gampang? Cuma seblak. Tapi ternyata, ini sedikit sulit.

"Ya ... itu karena ... lo adeknya bang Iko. Pasti jago bola juga lah, hehe," jawab remaja berdimple itu dengan kekehan renyah.

Mondy mendengkus. "Bacot abang jago."

"Jadi gimana? Mau 'kan? Nanti gue beliin skincare lah nggak apa-apa. Biar ntar kita bisa latihan bareng, ada temennya gue."

"Nolep lu, najis banget."

Nanta tersenyum lalu kembali memasang raut melas. "Deal 'kan?"

Mondy tampak berpikir lalu mengangguk samar. "Kapan lagi dapet skincare plus seblak favorit gratis?"

'Enggak apa-apa, Nan. Nasib jadi anak tunggal. Lebihan uang jajan bisa disedekahin ke kaum yang kurang punya akhlak.'




- ChiMon -


"Pacaran teros. Kalo gue aduin papa, otong lu pasti disunat lagi, Bang."

Chiko mengapit bibir dengan erat. Kedua matanya memejam paksa lalu dengan perlahan mulai menoleh. Tampaklah wajah tengil Mondy dengan gaya dagu terdongak congkak. Tak luput juga sosok Nanta yang berdiri tegak di sampingnya bak seorang ajudan.

"Apaan sih, Dek. Lebay. Udah sana balik. Kan lu tau abang mau latihan, ngapain ke sini?" Chiko sesekali melirik sang kekasih yang seperti ambil ancang hendak beranjak.

"Suka-suka gue lah."

Chiko menarik napas cukup dalam lalu mulai berdiri. Susah memiliki adik yang minim akhlak seperti ini.

"Ko, aku duluan, ya." Gadis manis dengan gaya rambut kuncir satu itu berdiri sembari mengumbar senyum ke arah ketiganya.

Chiko lantas mengangguk lalu mengusap rambut bagian atas sang wanita. "Kalau udah sampek kabarin. Jangan ngebut bawa motornya."

ChiMonWhere stories live. Discover now