Sadam mengangguk, "gue bakal bikin si Sheila suka sama gue. Tenang aja,"

Evan tersenyum, setidaknya kalau Sheila dengan Sadam, cewek itu tidak akan menganggu hubungannya dengan Laras lagi. Dan Evan berharap, kalau Sheila akan mengakui kesalahannya dan bersahabat dengan Laras lagi seperti awal. Apalagi Laras adalah gadis yang pemaaf. Siapapun yang menyakiti hatinya, gadis itu tidak akan dendam. Terlalu baik bukan?

"Yaudah, gue ke kelas aja deh. Ada tugas Bahasa Indonesia yang belum gue kerjain," pamit Evan lalu cowok itu bangkit dari kursi, berjalan meninggalkan Sadam, Ersya dan Naura yang masih duduk.

"Anjir, si Evan malah ninggalin gue," desis Sadam tidak terima. Lalu menoleh ke arah kedua sejoli yang sedang asik suap-suapan makanan. Sadam mengelus dadanya,

"Sabar ya Allah. Orang ganteng disayang pacar . Eh, pacar aja gak punya. Miris amat, yak,"

Sadam menggeleng dan berdecak, "gue balik ke kelas juga ah. Ogah banget gue jadi nyamuk disini. Mending digaji, lah ini malah tambah iri," cibir Sadam tajam. Lalu meninggalkan Ersya dan Naura. Kedua remaja itu hanya bisa terbahak-bahak melihatnya. Lalu kembali melanjutkan aksi suap-suapan makanannya.

Sadam berjalan dengan wajah cemberutnya. Tapi seketika wajah cemberutnya berubah menjadi ekspresi penasaran. Ia melihat Laras yang ditarik paksa oleh Sheila. Mata cowok itu membulat dan langsung mengikuti mereka berdua secara diam-diam. Ternyata, Sheila menarik Laras ke arah taman belakang sekolah yang memang sepi. Ia menghempaskan tubuh Laras ke pohon yang ada disitu, punggung Laras terasa sakit. Sheila menatapnya penuh dendam,

"Ciee yang komitmen," cibir Sheila sambil melipat kedua tangannya di dada. Laras hendak berdiri, namun didorong kembali oleh Sheila hingga punggungnya semakin bertambah sakit.

"Terus masalah emang? Kan Evan itu sebelumnya milik gue, Sheil. Milik gue, lo gak berhak atas itu,"

"Dulu lo selalu nolak Evan. Kenapa? Kemakan omongan sendiri kan?" Balas Sheila tak kalah sengit. Tangan gadis itu terulur untuk menarik paksa kacamata yang dikenakan gadis itu, lalu membanting benda itu ke tanah dan menginjak-injaknya hingga tak terbentuk. Laras menatap kacamata kesayangannya dengan nanar, kalau begitu caranya, ia tidak bisa melihat dengan jelas disekitarnya.

"Sheil, kumohon. Jangan kayak gini. Sumpah deh, ini bukan lo yang gue kenal. Sheila gak kayak gini,"

"Ini gue! Ini gue, Ras! Kaget ya? Haha. Bagus deh kalau lo kaget. Jangan harap gue bakal kayak si Mila yang bakal minta maaf sama lo, ya. Ogah! Karena disini lo yang salah! Lo ngambil Evan! Evan itu cuma punya gue! Bukan punya lo!" Teriak Sheila. Sepertinya gadis itu sudah semakin gila. Laras jadi takut sendiri.

"Ada bukti apa kalau Evan itu punya lo, Sheil? HAH?! JAWABBB!!"

"Bukti? Ya buktinya waktu pertama kali gue ngenalin Evan ke elo padahal lo sama sekali gak kenal siapa itu Evan. Itu udah jadi bukti, kalau gue udah nyimpen rasa sama dia. Lo tau sendiri lah, gue bukan orang yang gampang terbuka soal perasaan," jujur Sheila, namun menyakitkan di hati Laras. Laras menangis, menutup wajahnya dengan telapak tangan. Sheila tersenyum miring dan meraih paksa dagu Laras hingga mata mereka saling bertatapan,

"Tolong, Ras. Jauhin Evan. Jangan ganggu dia lagi, dia cuma punya gue. Gue suka dia udah lama," pinta Sheila memasang tampang memohon. Laras menggeleng, masih tidak rela kalau Evan-nya diambil oleh orang lain. Evan saja tidak pernah mengakui Sheila.

"Gak! Gue gak bakal relain Evan buat lo gitu aja! Gue gak mau!"

Jawaban Laras membuat Sheila menatapnya semakin berang. Langsung saja ia menampar gadis itu bolak-balik hingga terdapat banyak darah yang keluar dari mulutnya akibat tamparan Sheila. Laras terjatuh, tapi seketika tubuh Sheila didorong kuat oleh Mila, dihempaskan ke tembok hingga Sheila meringis kesakitan.

EVALARA [✔] Where stories live. Discover now