(3) Semester Satu: Masa Kuliah Penuh Kesempatan

992 19 1
                                    

[Maaf karena kesibukan jadi gak sempet update story nih. Tapi kali ini saya update lebih panjang dari biasanya. Enjoy the story!]

Febi diam sambil terus berangan-angan mendapatkan hasil sempurna di semester 1 ini. Ia terus melangkah mendekati kost, diayunkannya langkahnya dengan santai, tapi...apa ya? ... Febi melambatkan langkahnya mulai sedikit sensitif. ... Ia melangkahkan kakinya lebih perlahan lagi sambil mencoba membuka telinganya lebar-lebar, sepertinya ada suara yang lain selain langkah kakinya. ... suara itu begitu tipis. Lalu Febi melangkah berhati-hati dan kemudian berhenti. Krrrk!
Ada suara yang lain!
Febi menoleh ke belakang tapi tidak ada siapapun. Ketika ia membalikkan wjahnya ke depan, terdengar lagi...krrk!
Suara itu lagi! Apa itu? Sekali lagi gadis itu menoleh ke belakang dengan ketakutan. Tapi tidak ada apapun yang bergerak. Ia tidak berani lagi menoleh ke belakang dan mempercepat langkahnya. Kali ini didengarnya suara seperti langkah kaki tapi terasa jauh. Sekali lagi ia menoleh ke belakang dengan gerakan yang tiba-tiba...tidak ada siapapun. Kemudian ia cepat- cepat berlari sampai ke kost dan segera masuk ke kamarnya. Gang kecil itu begitu sepi, tak ada seorangpun yang berjalan melewatinya saat itu kecuali Febi. Tapi...jauh dari kamar kost Febi, seorang pria bertubuh tinggi dan berpundak lebar sedang berdiri setengah tertutup tembok dan memperhatikan dengan tatapan dingin.


...


Musim ujian semakin dekat...
Setiap mahasiswa terlihat begitu serius belajar kali ini. Populasi di perpus pun meningkat dibandingkan hari-hari kuliah biasanya. Bahkan di lobi gedung FH pun, semua orang terlihat sibuk membolak-balik buku dengan serius. Akhirnya masa ujian pun tiba. Dengan pemikiran perfeksionisnya, Febi memasang target bagi dirinya sendiri untuk mendapat hasil sempurna di setiap mata kuliah yang telah diambilnya. Gadis pekerja keras itu melalui setiap ujian-ujian yang ia hadapi dengan sangat percaya diri.


Beberapa orang mengakhiri masa ujian dengan wajah kusam dan penuh penyesalan, sebagian lagi dengan wajah puas karena menghadapinya dengan penuh persiapan, sebagian lagi dengan wajah penuh harapan menantikan liburan semester. Bagi para mahasiswa FH tingkat satu, kegiatan liburan telah disiapkan oleh para pengurus Himpunan Mahasiswa, yaitu Camping Bersama.


Febi masih tertegun menatap poster Camping Bersama yang ditempel di mading. "Kebayang apa waktu camping nanti?" suara Jennifer yang datang tiba-tiba dari sebelah kanan Febi membuyarkan lamunannya.
"Kebayang berapa banyak duit yang harus aku keluarkan untuk melakukan hal yang aku gak niat," jawab Febi dengan nada malas.
"Aku nggak yakin kamu gak niat," balas Jennifer dengan senyum nakal.
"Tahukah anda siapa tokoh dibalik kegiatan kebersamaan ini?" lanjutnya dengan nada yang dibuat berat.
Febi menoleh ke arahnya dengan kelopak mata setengah tertutup menunjukkan ketidaktertarikannya.
"Anda dapat melewatkan dua malam bersama..."
Jennifer berhenti sejenak.
"Alwi Santoso," sambungnya, kali ini dengan nada setengah berbisik.

Mendengar nama itu membuat hati Febi bergetar dan mulai tersenyum-senyum sendiri. Membayangkan pria lembut itu seakan surga hadir dalam hati Febi. Tapi begitu ia membalikkan badan, surga berubah menjadi neraka. Ia hanya dapat melihat dada bidang yang hampir tertempel dengan pucuk batang hidungnya. Ian sedang berdiri di depannya bersama Sandra si cantik dan tinggi semampai. Ian menatap Febi dengan tatapan dingin tapi kemudian segera memalingkan wajahnya dan melewati Febi tanpa menyapa.
"Kak Ian, ikut Camping Bersama gak?" tanya Sandra yang terus mengikutinya dengan nada manja.
Febi merasa Ian seperti menyembunyikan sesuatu.
"Mungkin dia sebenarnya menyimpan kejahatan yang tidak diketahui orang-orang?" ujarnya pelan.
"Dan orang-orang kayak Sandra yang cuma bisa liat wajah gantengnya tanpa tahu sifat aslinya." timpal Jennifer berada di pihak Febi. Kemudian mereka berdua meninggalkan tempat itu.

Pengakuan PsikopatWhere stories live. Discover now